Mohon tunggu...
Gesya Rizqita
Gesya Rizqita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobinya nonton

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Analisis Implementasi Akuntansi Pada Akad Salam Dalam Lemabaga Keuangan Syariah

16 Desember 2024   11:22 Diperbarui: 16 Desember 2024   11:34 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Analisis Implementasi Akuntansi pada Akad Salam dalam Lembaga Keuangan Syariah

Oleh : Gesya Rizqita Harman

DR.Sigid Eko Pramono,CA.

Program Studi Akuntansi Syariah

IAI Tazkia Bogor

Pendahuluan

Akad salam merupakan salah satu bentuk transaksi jual beli dalam Islam yang digunakan secara luas dalam lembaga keuangan syariah. Dalam akad ini, pembeli (mslam) membayar harga di muka kepada penjual (mslam ilaih) untuk barang yang akan diserahkan pada waktu yang disepakati di masa depan. Akad ini menjadi solusi pembiayaan bagi sektor agrikultur dan usaha kecil karena mendukung kebutuhan modal di awal produksi. Namun, implementasi dan pencatatan akuntansi akad salam memunculkan berbagai permasalahan yang memerlukan perhatian khusus.

Pengertian  

Akad salam adalah akad jual beli dengan pembayaran harga di muka oleh pembeli dan penyerahan barang di kemudian hari oleh penjual. Konsep ini berdasarkan prinsip keadilan, saling ridha, dan transparansi. Barang yang diperjualbelikan dalam akad salam harus memenuhi syarat tertentu, seperti jelas spesifikasinya, kuantitas, kualitas, dan waktu penyerahannya. Akad salam digunakan secara luas untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pada sektor pertanian, perdagangan, atau manufaktur.

Permasalahan dalam Akad Salam

  1. Ketidakpastian Barang: Risiko utama dalam akad salam adalah ketidakpastian barang yang akan diserahkan. Jika barang tidak sesuai spesifikasi, dapat terjadi sengketa antara kedua belah pihak.
  2. Fluktuasi Harga Pasar: Harga barang yang disepakati di awal dapat berbeda signifikan dari harga pasar saat barang diserahkan, yang menimbulkan risiko kerugian bagi lembaga keuangan syariah.
  3. Kepatuhan Syariah: Dalam praktiknya, beberapa akad salam menyimpang dari prinsip syariah, seperti adanya unsur gharar (ketidakpastian) jika spesifikasi barang tidak jelas.
  4. Pencatatan Akuntansi: Standar akuntansi yang relevan sering kali sulit diterapkan dalam mencatat transaksi salam secara konsisten, khususnya dalam pengakuan pendapatan dan pengakuan aset/liabilitas.

Dasar Fatwa Ulama Dasar hukum akad salam berasal dari Al-Qur'an, sunnah, dan ijma' ulama. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya." (QS. Al-Baqarah: 282).

Para ulama, termasuk mayoritas mazhab Syafi'i, Maliki, dan Hanbali, mengizinkan akad salam dengan syarat-syarat tertentu. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) juga mengeluarkan Fatwa Nomor 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam, yang menetapkan aturan mengenai pembayaran di muka, spesifikasi barang, dan waktu penyerahan.

Standar Akuntansi Syariah Dalam konteks akuntansi, akad salam diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 103 tentang Akuntansi Salam. PSAK ini mengatur aspek pencatatan, pengakuan, pengukuran, dan penyajian transaksi salam. Beberapa poin penting dalam PSAK 103 meliputi:

  1. Pengakuan Pendapatan: Pendapatan diakui pada saat barang diserahkan sesuai dengan spesifikasi dalam akad.
  2. Pengakuan Aset Salam: Pembayaran yang dilakukan di muka diakui sebagai aset salam hingga barang diterima.
  3. Pengukuran Nilai Wajar: PSAK 103 mensyaratkan pengungkapan nilai wajar barang salam jika relevan, terutama dalam penilaian risiko.

Analisa

Implementasi akad salam dalam lembaga keuangan syariah menunjukkan potensi besar untuk mendukung sektor ekonomi riil. Namun, permasalahan seperti ketidakpastian barang dan fluktuasi harga sering kali menjadi tantangan utama. Dari sisi akuntansi, penerapan PSAK 103 memberikan kerangka kerja yang jelas, tetapi pelaksanaannya membutuhkan penguatan tata kelola dan peningkatan pemahaman akuntansi syariah oleh praktisi.

Misalnya, salah satu masalah utama adalah pengakuan aset salam. Dalam beberapa kasus, lembaga keuangan gagal mengukur secara akurat risiko yang terkait dengan aset salam. Selain itu, pengakuan pendapatan yang hanya dilakukan pada saat barang diserahkan dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara arus kas dan laba, sehingga mempengaruhi laporan keuangan.

Dari perspektif syariah, implementasi akad salam yang tidak sesuai dengan fatwa dapat menyebabkan kerugian reputasi bagi lembaga keuangan syariah. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap syariah harus dijaga dengan ketat melalui audit syariah berkala.

Solusi dan Rekomendasi

  1. Penguatan Sistem Manajemen Risiko: Lembaga keuangan syariah harus memperkuat sistem manajemen risiko untuk mengelola ketidakpastian dalam akad salam, termasuk risiko terkait spesifikasi barang dan fluktuasi harga.
  2. Edukasi Praktisi Akuntansi: Pelatihan dan sertifikasi akuntansi syariah harus ditingkatkan untuk memastikan bahwa semua praktisi memahami PSAK 103 dan prinsip syariah yang mendasarinya.
  3. Digitalisasi Proses: Teknologi dapat digunakan untuk meminimalkan risiko, seperti penggunaan blockchain untuk pencatatan transaksi salam secara transparan dan aman.
  4. Kolaborasi dengan Regulator: Lembaga keuangan syariah perlu bekerja sama dengan otoritas syariah dan regulator keuangan untuk memastikan bahwa praktik akad salam selalu sesuai dengan ketentuan syariah dan standar akuntansi.
  5. Audit Syariah Rutin: Audit internal dan eksternal harus dilakukan secara berkala untuk memastikan kepatuhan terhadap PSAK 103 dan fatwa ulama.

Kesimpulan

Akad salam menawarkan solusi pembiayaan yang sesuai syariah bagi sektor riil, namun implementasinya membutuhkan pengelolaan yang cermat. Dengan mengacu pada PSAK 103, lembaga keuangan syariah dapat mencatat transaksi salam secara konsisten dan transparan. Namun, untuk mengatasi tantangan yang ada, diperlukan pendekatan holistik yang mencakup penguatan manajemen risiko, edukasi, digitalisasi, dan kolaborasi dengan regulator. Dengan langkah-langkah ini, akad salam dapat memberikan manfaat maksimal bagi perekonomian dan tetap sesuai dengan prinsip syariah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun