Sebuah lubang persegi panjang nyaris sempurna baru saja selesai digali. Delapan orang yang secara bergantian mengeluarkan tanah merah dan lembab itu merasa bangga dengan hasil kerja mereka. Lubang itu akan jadi bagian dari sebuah usaha memecahkan rekor dunia.
Sinar matahari mulai tergantikan dengan belasan lampu sorot di bawah tenda. Ada beberapa meja panjang, lusinan kursi plastik, dan puluhan orang yang kebanyakan adalah para pencari berita. Di bagian luar tenda masih banyak lagi penonton yang berusaha mengintip ke dalam tenda. Kalau saja tidak ada pembatas berupa tali kuning menyala yang dijaga petugas keamanan, orang-orang itu pasti sudah merangsek masuk, berharap bertemu dengan orang yang sering muncul di televisi.
Julukannya adalah Master Kei, seorang ilusionis yang kerap melakukan aksi-aksi menantang maut dalam setiap pertunjukannya. Lelaki bertampang seram dengan pernak-pernik aneh di sekujur tubuhnya itu sering memperlihatkan kemampuannya yang kebal senjata: pisau, golok, pedang, bahkan senjata api tidak mampu menembus kulitnya.
Hari ini Master Kei akan membuat sebuah pertunjukan nyeleneh---sama seperti biasanya---sekaligus memecahkan rekor dunia dengan tajuk "Bernapas dalam Kubur selama Tujuh Hari Tujuh Malam". Ada pro dan kontra dalam tim Master Kei saat rencana ini muncul. Mereka yang tidak setuju beralasan aksi ini tidak manusiawi dan berpotensi besar kematian pada Master Kei. Sisanya---termasuk Master Kei sendiri---merasa hal ini harus terlaksana mengingat semakin menurunnya popularitas Master Kei di dunia pertunjukan. Master Kei merasa tujuh hari tujuh malam dalam ruang sempit dalam tanah tidak ada apa-apanya. Ia mengaku pernah bertapa dalam goa gelap penuh hewan-hewan berbisa selama empat puluh hari.
Semua hal untuk pertunjukan panjang ini sudah siap. Lubang tempat pembaringan Master Kei, papan yang akan menjadi pemisah Master Kei dengan timbunan tanah, dan sebuah pipa berdiameter sekepalan tangan yang akan memberikan Master Kei udara segar. Master Kei juga dipasangi alat monitor jantung yang akan dipantau tanpa henti oleh petugas medis. Dan satu lagi, Master Kei dibekali sebuah tombol darurat yang bisa ia tekan kalau-kalau tidak sanggup lagi memperagakan orang yang sedang mati.
Tepat jam delapan malam aksi penguburan akan dimulai. Master Kei masih melakukan konferensi pers di meja yang ditempatkan tak jauh dari lubang. Kilatan dari kamera berdentum bergantian dan semakin intens saat Master Kei mulai melangkah ke arah lubang.
Master Kei kemudian berdiri diam di samping lubang beberapa lama, besedekap dengan mata tertutup. Mucul keraguan dalam hati Master Kei. Keraguan itu tidak muncul sebelumnya saat beberapa kali uji coba di pekarangan rumahnya yang megah. Master Kei segera menepis keragu-raguannya. Kenapa harus takut. Aku punya obat ini, dalam perdebatannya dengan rasa rasa takut.
Salah satu keputusan dalam rapat perencanaan Master Kei dan timnya adalah Master Kei akan dibekali obat tidur khusus selama pertunjukan. Obat itu akan disembunyikan sedemikian rupa dalam pakaian Master Kei bersama air dan makanan ringan kaya kalori yang akan jadi bekalnya dalam kubur. Jika Master Kei sudah merasa tak nyaman, ia bisa meminum obat itu dan selanjutnya yang ia rasakan adalah ketenangan.
Master Kei masuk ke dalam lubang lalu mengambil posisi tidur senyaman mungkin. Jejeran papan dipasang beberapa senti di atas perutnya yang buncit. Di bagian kepala, pipa mengarah tegak ke permukaan. Sekop tanah pertama ditaburkan ke dalam lubang, dan angka merah di jam raksasa mulai berubah detik demi detik. Perjalanan panjang selama seminggu dimulai.
Cukup hangat di dalam tanah meski rasa lembab tanah terasa saat menyentuh kulit. Masih terdengar kasak-kusuk orang di permukaan berkat pipa pengubung. Oksigen dan karbon dioksida bersirkulasi dengan cukup baik sehingga tidak menyesakaan paru-paru Master Kei. Semua sesuai rencana.
Dalam hatinya, Master Kei berusaha sebisa mungkin untuk tidak menggunakan obat di sakunya. Dia memilih untuk bermeditasi. Menyatu dengan tiap sel dalam tubuh dan alam bawah sadarnya sehingga rasa tidak nyaman akan mengabur dalam ketenangan, tetapi usaha meditasinya sia-sia. Master Kei tak bisa berkonsentrasi sebagaimana yang telah dilatih berminggu-minggu sebelumnya. Di hari kedua, Master Kei meminum butir pertama obat tidurnya.
Pada konferensi pers sudah ditegaskan bahwa interupsi hanya dilakukan Master Kei dari balik pipa atau tombol daruratnya. Tujuannya agar konsentrasi Master Kei tidak buyar saat sedang meditasi. Tentu saja itu hanya alasan karena Master Kei tak akan bisa menjawab lantaran tidur sepanjang waktu.
Efek obat sudah hilang. Jam digital yang sudah diatur waktu mundur masih menyisakan sembilan puluh delapan jam atau lebih dari empat hari lagi. Master Kei mulai menggerogoti sakunya dan mengambil makanan ringan. Lidahnya mati rasa karena ia tidak merasakan apa-apa selain teksturnya yang lumer dalam mulutnya. Setelahnya Master Kei kembali menenggak butir obat keduanya.
Hari yang ditunggu akhirnya datang. Kurang dari lima menit lagi seluruh angka di jam tangan Master Kei berubah ke angka nol. Saat waktu habis, akan ada alarm yang dibunyikan secara meriah. Setelahnya lagu We Are The Campions milik band legendaris Queen akan dikumandangkan menyambut pembongkaran kubur Master Kei.
Master Kei sudah membayangkan betapa namanya akan terkenal tidak hanya di negaranya saja. Orang-orang di seluruh dunia akan menyebut namanya, membicarakan aksinya, dan wajahnya akan bertebaran di seluruh linimasa jagad dunia maya. Dia akan dikenal sebagai orang yang pernah dikubur hidup-hidup selama tujuh hari tujuh malam dan masih tetap hidup untuk menceritakan pengalamannya.
Ia kembali mengingat-ingat pidato yang akan ia sampaikan saat konferensi pers kedua. Tidak lupa juga beragam cerita mistis yang sudah ia siapkan bersama timnya jauh-jauh hari. Master Kei akan bercerita tentang sosok cahaya beraroma bunga datang menemaninya dalam kegelapan. Â Ia juga akan mengaku mendengar suara mencekam orang-orang yang meminta tolong karena sedang kesakitan. Cerita-cerita itu adalah bumbu penyedap dalam pertunjukannya.
Alarm berbunyi samar dari jam tangan Master Kei, dan tidak ada alarm besar yang terdengar dari permukaan. Padahal, waktu sudah saling dicocokkan sampai ke detik terkecil. Mungkin saja ada kesalahan teknis sehingga jam di permukaan tidak berubah ke angka nol, pikir Master Kei. Ia lalu membunyikan tombol darurat berkali-kali sambil berteriak memanggil orang di permukan lewat pipa penghubung. Terus begitu selama beberapa lama dan tetap tidak ada jawaban.
Ia mencoba berkosentrasi mendengar suara dari pipa pengubung. Tidak ada apa-apa selain kesunyian. Kepanikan membuatnya memukul-mukul papan di atas kepalanya. Sebuah usaha sia-sia karena suara pukulannya akan menghilang diserap berkubik-kubik tanah di atasnya.
Masteri Kei semakin lemah. Meski begitu, sisa-sisa tenaganya masih ia gunakan untuk meminta pertolongan. Rasa cemas kembali mendera dirinya, membuat udara dari pipa penghubung terasa begitu padat untuk masuk ke paru-parunya. Lubang yang ia tempati terasa semakin sempit dan semakin dingin. Meski begitu, keringat keluar amat deras dari setiap bagian pori-porinya.
Hilangnya ketenangan membuat rasa sakit bermunculan di sekujur tubuh Master Kei, terutama di bagian kakinya. Ia merasakan kesemutan di kaki yang begitu menyiksa, dan jauh lebih sakit dari seluruh kesakitan yang pernah dirasakan Master Kei. Semakin ia berusaha untuk mengalirkan darah di kaki dengan mengubah posisi kakinya, malah semakin terasa menyiksa karena ia tak pernah berhasil melakukannya.
Detak jantung Master Kei meningkat cepat, disambut dengan gemetar di sekujur tubuhnya, lalu ia menangis.
Master Kei sudah tidak peduli lagi dengan popularitas atau rasa malu yang akan diterimanya karena menangis meronta-ronta. Ia juga tidak lagi peduli pada celananya yang basah karena mengompol dan media akan menyebarkannya ke seluruh dunia. Ia hanya ingin diselamatkan dari lubang terkutuk itu. Ia bahkan berjanji akan menyumbangkan seluruh hartanya jika ia selamat.
Sayangnya keinginan-keinginan Master Kei tidak akan terwujud. Â Lubang pertunjukan itu akan menjadi tempat tinggal Master Kei untuk selamanya. Master Kei tidak tahu, saat dirinya tidur di hari keempat, muncul penjajah dari perut bumi dan memusnahkan orang-orang di permukaan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI