Mohon tunggu...
Yohanes Satriyo P.
Yohanes Satriyo P. Mohon Tunggu... Dokter - Hiduplah saat ini dan di sini

Pecinta buku dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Suku Baduy, Angka Kasus 0 Covid-19 dan Kesehatan Metabolik

3 Maret 2021   09:40 Diperbarui: 3 Maret 2021   09:46 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

The doctor of the future will give no medicine, but will interest his patient in the care of the human frame, in diet and in the cause and prevention of disease. (Thomas Alva Edison)

Ada banyak bukti bahwa obesitas, DM tipe 2, hipertensi dan penyakit kardiovaskular, berkontribusi secara signifikan terhadap luaran yang buruk setelah terpapar SARS-CoV-2 atau yang akrab kita sebut sebagai virus corona, penyebab penyakit COVID-19. Prinsip pencegahan primer dalam upaya menanggulangi pandemi dengan cara mengurangi faktor-faktor risiko tersebut diatas cukup rasional dan amat baik untuk digalakkan. Obesitas, hipertensi dan penyakit kardiovaskuler tidak terjadi dalam waktu semalam. Perlu waktu tahunan untuk munculnya kondisi komorbid tersebut.

Sekilas Tentang Komorbid

Kondisi komorbid (obesitas sentral, hipertensi, DM tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler) dihubungkan dengan resistensi insulin, peningkatan jumlah lemak visceral/lemak diantara organ dalam perut, dan silent inflammation. Bisa diandaikan jika kondisi komorbid adalah api pada lilin kecil, sedangkan virus korona adalah bensinnya. Dengan segera api akan membesar dan dapat membakar, membumihanguskan seluruh "rumah" dalam sekejap mata. 

Apabila tidak ada "api kecil", maka sebanyak apapun bensin yang ada, tidak akan dapat menimbulkan petaka. Bensin akan menguap dengan sendirinya seiring waktu, yang tertinggal hanya baunya. Pada orang tanpa komorbid, "bau" itu dapat dianalogikan sebagai gejala ringan tapi tidak fatal, masuk angin saja! Dengan istirahat, minum susu telur madu jahe ditambah kerokan biasanya akan pulih dalam waktu 1-2 minggu. Banyak orang yang tidak menyadari di dalam tubuhnya sudah ada komorbid, pada saat terkena COVID-19. Disangka tidak ada komorbid, karena merasa sehat-sehat saja, padahal ukuran celana sudah off side sejak lama. 

Jika melihat ke arah bawah, kaki sudah tidak kelihatan, tertutup gundukan aneh yang menyembul disekitar pinggang, yang baru disadari, alias perut buncit. Disanalah bersarang bom waktu, silent inflammation! Ambil meteran jahit, pastikan jika Anda laki-laki, ukuran lingkar pinggang atau waist circumference tidak lebih dari 90 cm. Jika Anda wanita, 80 cm adalah batas tertingginya. Lebih dari ukuran itu, secara kesehatan metabolik, 

Anda mendapat tambahan catatan khusus, catatan yang akan membuat Anda lebih rentan celaka saat "perang" dengan virus corona, obesitas sentral. Satu penelitian yang diterbitkan oleh jurnal terkemuka NEJM, dalam original article nya, menyebutkan adanya kontribusi makanan ultra-proses (contohnya cokelat, es krim, minuman ringan dalam kemasan/soft drinks, makanan siap saji, camilan dalam kemasan, daging yang diproses/diawetkan) pada penumpukan lemak visceral/lemak diantara organ didalam perut penyebab perut buncit. (Contribution of ultra-processed foods in visceral fat deposition and other adiposity indicators: Prospective analysis nested in the PREDIMED-Plus trial, doi: 10.1016/j.clnu.2021.01.019).

                                                                                                   Sumber: shutterstock

Banyak juga yang baru mengetahui jika dirinya menderita diabetes, ketika dilakukan pemeriksaan HbA1C (menggambarkan rerata gula darah 3 bulan terakhir), angkanya >6,5%. Hipertensi dan dislipidemia biasanya juga tidak ikut ketinggalan baru terdiagnosis. Penyakit-penyakit komorbid diatas masuk ke dalam sindrom metabolik. Predisposisi kondisi komorbid inilah yang meningkatkan risiko keparahan dan bahkan kematian apabila terinfeksi virus corona (Baca: COVID-19, Sindrom Badai Sitokin dan Sindrom Metabolik).

Suku Baduy dan Gaya Hidupnya

Beberapa waktu yang lalu muncul berita bahwa sampai awal tahun 2021 ini, setelah setahun pandemi, warga Suku Baduy tidak ada yang terkena COVID-19. (Setahun Pandemi, Tak Satu Pun Warga Suku Baduy Kena COVID-19, Ini Rahasianya, sumber: kompas.com, Jumat 22 Januari 2021). 

Sebagai kawasan adat yang kerap dikunjungi oleh wisatawan, hal ini sungguh mencengangkan. Mungkin sudah ada yang terkena, tetapi tidak bergejala atau hanya ringan saja, karena imunitas mereka sangat baik. Selain Prokes; wajib masker, tetua adat Suku Baduy juga menggunakan mantra dan doa supaya wilayahnya aman dari pagebluk korona. Rasanya hal itu juga sudah kita lakukan. Tapi kasus COVID-19 di Indonesia angkanya terus meroket, menembus sampai lebih dari 1 juta kasus, dengan angka kematian mencapai >35 ribu jiwa ketika tulisan ini dibuat. 

Menurut penulis, selain menaati prokes dan berdoa, rahasianya terletak pada kesehatan metabolik Suku Baduy. Warga suku Baduy sekilas tampak ramping, langsing, jarang yang terlihat kegemukan. Pilihan konsumsi dan aktivitas fisik lah yang membuat perbedaan. Mereka makan dari hasil kebun, ladang, sawah yang mereka tanam. Mereka mengkonsumsi real food. Jarang sekali mereka mengkonsumsi makanan ultra-proses seperti kebanyakan orang kota. Makanan ultra-proses sangat mudah diakses saat ini bagi kita yang hidup di luar kawasan adat Baduy. Bahkan sampai 24 jam. 

Orang Baduy juga sangat aktif beraktivitas fisik. Berladang dan bertani bagi para lelaki, dan menenun dan memasak secara tradisional bagi para wanitanya. Dari Jurnal Gizi dan Pangan, yang diterbitkan oleh IPB, tahun 2009, dengan judul Status Gizi dan Status Kesehatan Suku Baduy oleh Faisal Anwar dan Hadi Riyadi, kita dapat melihat beberapa fakta obyektif. 

Dalam sub bahasan Status Gizi Orang Dewasa Baduy Luar dikatakan orang Baduy berperawakan kecil, dilihat dari indeks massa tubuh (IMT), baik laki-laki maupun perempuan rata-ratanya hampir sama, yaitu 21 (termasuk ke dalam rentang normal; 18,5-22,9). Bagaimana dengan Suku Baduy Dalam. 

Adat Baduy Dalam tidak mengizinkan peneliti (atau penduduk luar Baduy) menimbang atau mengukur status gizi secara antropometri. Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap orang tua di Baduy Dalam, perawakan orang tua tergolong kecil, tidak jauh berbeda dengan orang tua di Baduy Luar. Anak-anak mereka juga kecil, seperti anak-anak di Baduy Luar.

Menaati Prokes, PPKM serta mengikuti program vaksinasi masal virus corona untuk membentuk herd immunity amat baik untuk segera dilakukan. Selain hal tersebut, kesehatan metabolik yang prima yang ditunjukkan oleh Suku Baduy harus bisa kita contoh bersama. Dengan pilihan makanan yang lebih sehat (real food, low glycemc index) akan membuat kita sehat secara metabolik dan jauh dari perut buncit, diabetes, hipertensi dan penyakit jantung dan pembuluh darah. Dimana komorbid tersebut sangat "disukai' oleh virus corona.

Semoga ke depannya tidak hanya ada razia pemakaian masker saja, tetapi ada razia perut buncit. Salam sehat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun