MINUMAN MANIS DAN DIABETES
"Sugar is now more dangerous than gunpowder."
-Yuval Noah Harari, Homo Deus: A Brief History of Tomorrow-
Data dari Hasil Riset Kesehatan Dasar 2018 yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan, memperlihatkan prevalensi berbagai penyakit tidak menular meningkat dibandingkan Riskesdas 2013. Penyakit tidak menular yang prevalensinya meningkat adalah kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes mellitus, dan hipertensi. Peningkatan ini terkait erat dengan pola hidup, antara lain merokok, konsumsi minuman beralkohol, kurang aktivitas fisik, serta kurang konsumsi sayur dan buah.
Apakah hanya keempat faktor tersebut saja yang meningkatkan resiko penyakit tidak menular? Baru-baru ini Singapura melakukan terobosan baru dengan melarang total iklan minuman manis di berbagai platform media negara tersebut. Kebijakan ini diambil sebagai upaya memerangi penyakit diabetes. Selain larangan beriklan, pada kemasan minuman juga akan disematkan label nutrisi pada kemasan minuman manis. Pada minuman dengan kadar gula sedang hingga tinggi, akan diberi label bertuliskan "Tidak Sehat". (Kompas.com,14/10/2019).
Dalam bukunya Homo Deus, Harari menyatakan "In 2012 about 56 million people died throughout the world; 620,000 of them died due to human violence (war killed 120,000 people, and crime killed another 500,000). In contrast, 800,000 committed suicide, and 1.5 million died of diabetes". Ya, diabetes menjadi pembunuh nomor wahid pada era kekinian.
Predisposisi genetik
Selain faktor makanan dan minuman, ternyata faktor genetika juga berperan penting pada tingginya prevalensi DM tipe-2 di Indonesia. Direktur senior Biologi Molekuler dan Penyakit Metabolisme Genentech, Andrew Peterson mengatakan beberapa penyakit sangat dipengaruhi oleh keberadaan gen tertentu yang hanya ada di populasi tersebut. Contohnya, populasi di Asia memiliki kerentanan terhadap diabetes dibandingkan orang Eropa. "Jika dipicu oleh kebiasaan makan yang salah, populasi di Asia menjadi lebih rentan diabetes," ujarnya.
Data dari Lembaga Biologi Molekular Eijkmen menyebutkan, masyarakat Indonesia diketahui memiliki DNA mitokondria yang punya kadar basa T16189C dengan presentase diatas 30-40 persen, bahkan Nias 60 persen, dan sejauh ini menjadi yang tertinggi. Makin tinggi kadar T16189C-nya kian beresiko terkena diabetes mellitus. (Kompas Cetak, 15/2/2018)
Diabetes di Indonesia
Bagaimana dengan kondisi dan prakiraan kedepan penyakit diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe-2) sendiri di Indonesia? Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang DM tipe-2 yang menjadi salah satu ancaman kesehatan global. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM tipe-2 di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM tipe-2 sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035.
Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM tipe-2 di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Dengan angka tersebut Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia, atau naik dua peringkat dibandingkan data IDF tahun 2013 yang menempati peringkat ke-7 di dunia dengan 7,6 juta orang penyandang DM tipe-2. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa.
Dengan mengacu pada pola pertambahan penduduk, maka diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia diatas 20 tahun. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Kementrian Kesehatan, menunjukkan bahwa rata-rata prevalesnsi DM tipe-2 di daerah urban untuk usia di atas 15 tahun sebesar 5,7 %. (Sumber: Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015 ).
Data-data di atas menunjukkan bahwa jumlah penyandang DM tipe-2 di Indonesia sangat besar. Penyakit DM tipe-2 sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia dan berdampak pada peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar. Oleh karenanya semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, seharusnya ikut serta secara aktif dalam usaha penanggulangan DM tipe-2, khususnya dalam upaya pencegahan (preventif). Pembatasan iklan minuman manis seperti yang dilakukan oleh Singapura dapat kita tiru sebagai salah satu langkah pencegahan yang baik. It's Life is that Should be Sweet, not Blood.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H