Sidang MKD terhadap Sudirman Said mengenai permintaan keterangan atas laporannya terhadap ketua DPR Setya Novanto masih berlangsung, ditayangkan di dua TV swasta milik politisi nasional, namun ada beberapa pernyataan hakim yang kesannya menyerang Sudirman. Saya tergerak untuk mengomentari disini, secara sudut pandang awam.
1. Mengapa hanya di ranah etika saja, tidak dilanjutkan di ranah hukum?
Sudirman menyatakan bahwa dirinya hanya menyambangi ranah etik saja, hukum nanti bisa berlanjut apabila pihak penegak hukum merasa ini perlu dibawa ke hukum.
Tentu saja, etika terlebih dahulu, karena ini menyangkut Setya Novanto sebagai ketua DPR yang tidak pada kapasitasnya untuk melobi perusahaan swasta untuk perpanjangan kontrak. Hal ini masih berada di hulu belum ke hilir. Hulu nya adalah lobi melobi, hilirnya adalah perpanjangan kontrak dan bagi-bagi saham. Sehingga hal etika saja dahulu yang perlu diberesi. Selanjutnya kita yakini unsur rasuah, kekejaman politik yang telah dilontarkan oleh beberapa pengamat politik dan wapres Jusuf Kalla akan menjadi dukungan kuat untuk penuntasan kasus ini
2. Artinya laporan Bapak hanya akan berdampak mencopot Setya Novanto, tidak berdampak hukum yang terkait urusan negara
Ya, karena ini menyangkut pejabat negara yang tidak berwenang, jika orang ini terus berada pada posisinya, maka akan berdampak bahaya ke depannya, bukan tidak mungkin hal-hal yang kita takuti jadi kenyataan. Efek jera harus ditimbulkan terhadap pejabat yang tak beretika.
3. Apakah atasan bapak, yakni Menko telah mengetahui, mengingat Luhut menyatakan bahwa di lingkar kementrian tidak diberitahukan.
Sudirman dengan tegas menjawab, Menko bukan atasan saya, atasan saya adalah presiden, ketika nama presiden dan rekan kerja saya (Luhut 66x disebut) dicatut dalam percakapan sudah sepatutnya (Sudirman) melaporkannya dan presiden sudah mengetahuinya. Presiden dan wapres sendiri secara tegas baik secara langsung atau tidak langsung mendukung tindakan Sudirman ini, bahkan menuntut keterbukaan sidang, jadi untuk apa lagi pendapat lain mengenai lapor melapor dan sepengetahuan ditanggapi lagi.
4. Bagaimana seorang menteri tidak tahu soal besaran saham Freeport?
Sudirman memang menteri yang bertugas menertibkan arus ESDM, namun hal-hal seperti ini tidak mungkinlah diperhatikan secara detail oleh dirinya, ada staff yang bisa memberikan detailnya, namun hakim MKD terkesan memojokkan Sudirman terkait hal ini. Lalu, tak perlu diperdebatkan lagi bahwa 20% jumlah saham adalah jumlah yang cukup besar mengingat kapitalisasi Freeport itu adalah cukup luar biasa.
5. Terkait legal standing
Saya pribadi masih terheran-heran dengan MKD ini, apa salahnya seorang menteri yang juga merupakan anggota masyarakat melaporkan sebuah tindakan anggota, bahkan dalam hal ini adalah ketua, yang mengancam sektor yang dipimpinnya. Dalam salah satu pasal menyebutkan bahwa masyarakat boleh melaporkan. Apabila seorang menteri dianggap tak boleh saling lapor karena sesama penyelenggaran negara, bahkan menurut hakim karena kedudukan DPR adalah setara presiden, maka poin masyarakat inilah dapat diaktifkan tanpa melihat kedudukan sebagai menteri ESDM. Dan kedudukan DPR setara presiden tidak berarti DPR kebal hukum. Di saat 'atasan' bersalah maka bawahan harus berani bertindak.Â
6. Apakah rekaman anda legal?
Hakim Kahar Muzakir menanyakan mengenai keabsahan rekaman yang diperoleh Sudirman, secara rekaman tidak dilakukan oleh penegak hukum. Secara logika awam, bukti dapat diperoleh dengan cara apapun selama keabsahannya terbukti benar dan dapat mendukung laporan. Dalam beberapa wawancara Setya Novanto secara tidak langsung telah menanggapi keabsahan rekaman tersebut, terkait soal candaan pebisnis, dsb. Ilustrasi legal ilegal lainnya, apabila anda memergoki pasangan anda selingkuh, lalu memperoleh bukti dari foto yang diambil oleh orang lain, apakah tidak boleh dijadikan alat bukti karena tidak diambil oleh anda sendiri ataupun aparat hukum lainnya?
7. Saudara menteri ESDM, apakah anda mengizinkan Freeport untuk membuang limbahnya di bumi Papua?
Saya sama sekali tidak menemukan kaitan hal ini pada sidang mengenai laporan pencatutan nama presiden untuk perpanjangan kontrak Freeport. Apa substansi nya pertanyaan ini dikeluarkan, justru pernyataan ini menjadi penguatan bahwa Freeport ini harus dihentikan usahanya di Indonesia. Dengan elegan Sudirman menjawab bahwa tidak pernah mengeluarkan izin (tentu saja, izin buang limbah pasti sudah dikeluarkan sejak jamannya Soekarno) dan Freeport memiliki waste management yang baik. Secara logika juga, bagaimana caranya sebuah industri di kawasan Papua lalu tak boleh buang limbah disana, masa harus dibuang ke Maluku atau Bali. Kahar Muzakir sepertinya terlalu mengada-ada dalam mengajukan pertanyaan.
8. Apakah presiden sudah menyetujui anda melaporkan hal ini ke MKD?
Saya telah berkonsultasi dengan presiden, dan presiden memberikan lampu hijau untuk ini, demikian keterangan Sudirman Said. Kalau semua hal harus selalu menunggu approval big boss, dimana anda sendiri adalah kepala dari suatu divisi, tidak akan berhasil usaha anda. Dalam konteks ini pasti Sudirman dan kita semua mengetahui bahwa presiden tidak bersedia memperpanjang kontrak Freeport dan tidak berencana membicarakan dalam waktu dekat mengingat kontrak masih hingga 2022, dan disini ditemukan bahwa ada oknum legislatif yang mau menjadi makelar, sudah sepatutnya Sudirman melaporkan kepada pihak terkait dan tindakan ini dibenarkan oleh presiden, wapres, dan kita rakyat Indonesia Â
Disclaimer: tulisan ini adalah tanggapan pribadi saya, tidak berusaha memojokkan siapapun termasuk MKD dan Sudirman Said, hanya pendapat seorang penonton TV yang greget dengan sidang yang berlangsung.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H