Mohon tunggu...
Politik

Mengapa Gusdur, bukan Soeharto?

7 November 2015   23:36 Diperbarui: 7 November 2015   23:36 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal yang selanjutnya saya lihat setelah membaca sebuah berita adalah kolom komentar.

Dari artikel detikcom yg berjudul 'Gusdur selangkah lagi jadi pahlawan nasional' (http://news.detik.com/berita/3062844/gus-dur-selangkah-lagi-jadi-pahlawan-nasional) yg sebetulnya bukan artikel itu yg saya baca, saya lupa karena browsing di hp, tp kurang lebih memiliki konten yg sama.

Dalam artikel tersebut banyak sekali komentar masyarakat yang bertanya-tanya hingga mengecam, kurang lebih seperti ini 'Mengapa Gusdur, kenapa tidak Soeharto, jasanya lebih banyak, Gusdur kalau hanya 1-2 belum pantas dianggap pahlawan!'.

Mari kita bahas, Gusdur yang paling kita ingat adalah soal perayaan imlek. Membela ras nya yg katanya dia juga merupakan salah satu keturunannya? Biar cukong2 Cina pada demen sama dia? Nggak! Dia membuka mata kita semua bahwa Indonesia adalah negara multietnis, multirasial. Semua sama dimata negara selama berwarga negara Indonesia. Lalu kenapa Tionghoa? Tidak dapat dipungkiri, etnis ini bermain penting di Indonesia, orang terkaya, keturunan, anda makan Indomie, yg punya keturunan, anda ngerokok, tionghoa juga, bahkan saat itu presiden mengaku seorang keturunan Tionghoa. Menghalang- halangi bahkan sampai memicu keributan ketika jaman OrBa sudah tidak lagi relevan. Maka itu kesetaraan ini yang dibuka oleh Gusdur.

Puluhan tahun berlalu, apakah setelah pembebasan berbudaya etnis ini, malah terjadi kesenjangan ras? Tidak! Bahkan di kancah nasional kita melihat tokoh bernama Mari Elka Pangestu, yang selama menjabat di KIB di kementrian apapun, jarang sekali kita lihat adanya kegagalan yang ia perbuat. Kemudian ada Basuki Tjahaja Purnama, yang oleh Gus Dur sendiri sudah dibisikan agar jadi Gubernur DKI, sukses juga, bahkan ia digadang-gadang sebagai RI 1 kelak karena kinerja dan kebersihan, serta nasionalisme yang sudah tidak diragukan lagi, bahkan melebihi pribumi sendiri.

Kedua, masih ingat siapa yang menggulingkannya? ya! MPR/DPR. Kisruh di internal mereka membuat memperkeruh situasi di pemerintahan, bahkan Gus Dur mengatai mereka sebagai 'taman kanak-kanak', beberapa menteri yang berlawanan dengan dirinya dicopot, dan pada puncaknya adalah keputusan pembubaran MPR/DPR, tak terima dengan itu, Gus Dur pun digulingkan dengan sia-sia. 14 tahun kemudian, di 2015 bisa kita saksikan, betapa muaknya kita dengan yang namanya DPR,hujatan kita lontarkan sana-sini. Terlebih setelah ketuanya berselfie dengan bule capres yang belum tentu terpilih. Ah sudahlah, tak perlu dibahas lagi, semua sudah tahu.

Saya rasa tak perlu dibahas yang satunya lagi, banyak buruknya, takut kena surat edarannya Kapolri ah.

Cuma 2? Ya, itulah yang sangat terngiang di bayangan kita, namun apakah itu berdampak jangka pendek saja? Tentu tidak, kita bisa merasakannya hingga saat ini, dan apa yang beliau nyatakan sudah menjadi kenyataan. Itulah definisi pahlawan sesungguhnya, tidak perlu berbuat banyak hal hanya untuk kebahagiaan sesaat dan kaumnya saja, tapi juga untuk semua masyarakat dan berefek panjang, seperti apa yang pahlawan nasional perbuat untuk kita. Mereka merelakan nyawanya, namun siapa yang menikmati, ya kita!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun