Mohon tunggu...
Gerry Gratias
Gerry Gratias Mohon Tunggu... Karyawan Swasta II Penikmat Jogja -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sikap Sekolah terhadap "Klitih"

23 Februari 2019   11:30 Diperbarui: 23 Februari 2019   11:57 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu terakhir, salah satu yang jadi perhatian masyarakat Jogja adalah bahaya klitih. Ditengarai, kecenderungan klitih terjadi pada daerah-daerah dengan situasi lalu lintas yang sepi serta kerap terjadi sekitaran malam hingga dini hari.

Klitih, sebenarnya berasal dari terminologi anak-anak sekolah Jogja saat menyebut situasi dimana ada beberapa anak sekolah menyambangi sekolah lainnya guna melakukan kekerasan. Namun sepertinya semakin kesini tak hanya sesama anak sekolah yang jadi korban, lebih luas lagi yakni masyarakat umum.

Klitih pun termasuk tindakan kriminal yang 'diperhitungkan'. Sebab kerap kali saat terjadi klitih, disertai pencurian dan kekerasan (curas). Oleh sebab itu sangat wajar jika masyarakat geram dibuatnya, sebab hukumannya jelas; bisa dipidana. Namun kerap kali proses hukum menjadi tersendat, oleh sebab pelaku klitih yang notabene masih berada dibawah umur.

Lebih lanjut, peran orangtua lantas menjadi yang dipertanyakan disini. Banyak orang yang kemudian bertanya-tanya bagaimana pendidikan keluarga anak-anak pelaku klitih tersebut. Namun ternyata banyak pula orangtua yang kemudian berdalih bahwa kebiasaan kekerasan dilakukan oleh kala berada dilingkungan sekolah.

Sumber: dokpri
Sumber: dokpri
Jawaban Sekolah

Sekolah pun tak lantas diam. Pada beberapa sekolah di Jogja pun kerap ditemui baliho yang menyatakan intervensi atas sikap 'menyalahkan sekolah' oleh para orangtua. Pastinya, sekolah pun tak mau menjadi pihak yang serta merta bersalah atas aktualisasi anak yang sedemikian negatif. Masuk akal, sebab jika ditilik dari waktu serta kegiatan yang dilakukan disekolah praktis tidak akan berujung pada aktualisasi negatif seandainya memang ada manajemen pengawasan yang mumpuni.

Namun menurut saya, daripada saling menyalahkan lebih baik menyusun suatu solusi atas permasalahan ini; klitih di Jogja.

Pemerintah sepertinya patut pula dipertanyakan perannya adalah upaya preventif dimasa berikutnya. Sehingga paling tidak jika sulit untuk dihilangkan, fenomena klitih di Jogja dapat untuk ditekan. Bagaimana peran nyata yang dapat diusahakan? Menurut saya jawabannya adalah blusukan.

bambangsoepijanto.com
bambangsoepijanto.com
Bambang Soepijanto menjadi yang paling kentara melakukan inisiasi ini. Calon legislator nomor urut 24 ini kerap kali bertandang ke masyarakat akar rumput untuk mendengar dan berdiskusi terkait aspirasi rakyat. Jika memang klitih dapat diagendakan dalam diskusi tersebut, bukan tidak mungkin akan tercipta kolaborasi nan apik antara orangtua, sekolah serta pemerintah dalam mencari jawaban. Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun