Mohon tunggu...
Gerry Gratias
Gerry Gratias Mohon Tunggu... Karyawan Swasta II Penikmat Jogja -

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Kuliner Khas, Gebrakan Geblek Jogja

10 Februari 2019   00:48 Diperbarui: 10 Februari 2019   00:47 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore menjelang malam, perut ini terasa lapar. Namun rasanya belum perlu untuk diisi kudapan yang terlalu berat. Jalan-jalan sore lewat tepi pinggiran Jogjakarta. Kali ini saya terinspirasi untuk mengitari kawasan Kulonprogo. Katanya, tahun-tahun ini pemerintah memproyeksikan Kulonprogo menjadi salah satu kawasan bisnis Yogyakarta.

Berkeliling ke arah barat Yogyakarta, saya tertarik pada salah satu sudut tenda tepi jalan. Pas sekali, tidak terlalu kenyang namun mampu mengganjal perut yang mulai memberontak. Senja telah usai, untung saya menemukan geblek sebelum hari lebih gelap. Makanan ini terbuat dari singkong; tepatnya sari singkong.

Singkong diparut, lalu diberi air. Tunggu sampai sari singkong mengendap didasar Loyang. Sari singkong itulah yang nanti menjadi bahan baku geblek Dalam satu bulan, kurang lebih menghabiskan lima kilo. Bisa bertahan lebih dari satu bulan seandainya pakai pengawet, namun bisa merusak tubuh manusia, kata si penjaja. Makanya kita nggak mau macem-macem takut disalahkan oleh departemen kesehatan.

Geblek tanpa pengawet, rata-rata hanya bertahan dikondisi sehat kurang lebih selama empat hari. Kalau ada yang bikin cireng bisa awet sampai dengan satu bulan itu saya kira diberi pengawet. Kalau sini murni asli, bukan abal-abal. Tidak ada pengawet sama sekali. Khas kulonprogo.

Geblek adalah makanan yang pernah tenar pada masanya. Waktu itu bahkan pak penjual pernah dapat pesanan antar luar daerah sampai Kalimantan dan Sumatera. Bahkan beberapa kali ke luar negeri, sepanjang asia tenggara; karena kualitasnya bisa sampai empat hari.

Melihat latar belakang demikian, mungkinkan geblek dikemas secara lebih komersil dalam tajuk UMKM? Bisa jadi.


Ngayomi, Ngayemi, Ngayani

img-20181202-wa0013-5c5f1225677ffb1bdf539e13.jpg
img-20181202-wa0013-5c5f1225677ffb1bdf539e13.jpg
Sudah semestinya pemerintah jemput bola untuk mendengar dan mengerti keluh kesah, kegelisahan serta kebutuhan masyarakat. Sehingga prinsip keterwakilan menjadi kewajiban mutlak sebagai bagian tugas kewajiban yang diemban.

Seorang Bambang Soepijanto menyematkan jargon demikian dalam kampanye-nya untuk menjadi wakil rakyat. Beliau secara lebih detail menyuarakan demikian seperti tertuang dalam website pribadinya http://bambangsoepijanto.com/sebagai lebih dari upaya persuasi.

Sebagai pengayom, sebagai pemberi rasa nyaman, serta sebagai pelayan masyarakat; kurang lebih demikian maksud Bambang Soepijanto menggambarkan situasi peran pemerintahan ketika beliau menjabat sebagai wakil rakyat. Ketika situasi demikian yang terjadi, maka bukan tidak mungkin tataran UMKM menjadi satu hal yang diperhitungkan dalam ranah pemberdayaan masyarakat. Hidup!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun