Mohon tunggu...
Gerry Gratias
Gerry Gratias Mohon Tunggu... Karyawan Swasta II Penikmat Jogja -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Lampu Merah, Semerta Penari Tanpa Panggung Pentas

2 Desember 2018   03:30 Diperbarui: 2 Desember 2018   03:38 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah 

Tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaik 

Lirik lagu diatas bermakna dalam bagi yang merefleksikannya. Ya, lagu 'Jangan Menyerah' yang popular dibawakan oleh D'Masiv memang pernah hits pada masanya. Ikonik sekali, sekaligus menjadi warna dalam musik Indonesia. Selain lagu dan musikalitas yang ciamik, pernahkah melihat videoklip-nya? Bagi saya, musikalitas akan tambah sahih dan persada ketika tampilan visual klipnya juga mengena. Penari jalanan, seniman tanpa panggung; demikian konsep yang dapat ditangkap dari ide D'masiv dan kawan-kawan.

Menyoal penari tanpa panggung, eksistensi mereka juga berada di Yogyakarta. Sebagai wilayah yang dekat dengan aspek budaya, penari seperti ikon yang melekat saat orang-orang memperbincangkan tentang Jogja. Seperti potret klip video 'Jangan Menyerah' milik D'Masiv, situasi serupa dapat ditemui dibeberapa tempat persis dilampu merah jalan-jalan kota.

Sumber Foto: detik.com
Sumber Foto: detik.com
Entah karena panggung yang kehabisan, atau memang himpitan rupiah yang menuntut para penari lantas memutuskan berjoget saat lampu merah; bisa saja keduanya. Namun yang pasti, bahwa apresiasi patut diberikan pada pekerja seni jalanan tersebut. Sering terpikirkan ketika menyaksikan mereka pentas, sepadan kah pendapatan seharian mereka dengan modal kostum dan make up yang dikenakan? Ahh katanya rezeki selalu ada jalannya sendiri, semoga mengalir juga pada pekerja seni seperti mereka ini.

Mewarnai lanskap kebudayaan Yogyakarta, demikian yang dapat saya potret menyoal eksistensi penari jalanan. Kondisi senada juga menjadi ranah konsisten seorang Bambang Soepijanto, mewarna Jogja lewat sepak terjangnya. Gunungkidul dan Kulonprogo adalah bukti nyata, yang jelas Jogja dan warisan budaya jangan sampai terpisah. Kendari memang perjalanan memang tidak selalu mudah, seperti penari di lampu merah tadi.

Sudah dirundung pendapatan yang tidak tentu, keberadaan mereka juga bersimpangan dengan kebijakan pemerintah yang melarang memberikan rupiah pada peminta-mita di jalan. Jadi, pengemis-kah mereka? Saya rasa tidak lantas demikian. Ide tentang memberikan panggung bagi mereka sepertinya menjadi wacana yang menguntungkan banyak pihak. Para penari dapat untung, baik eksistensi maupun pundi-pundinya; Jogja juga kian berwarna seni-nya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun