Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerahÂ
Tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaikÂ
Lirik lagu diatas bermakna dalam bagi yang merefleksikannya. Ya, lagu 'Jangan Menyerah' yang popular dibawakan oleh D'Masiv memang pernah hits pada masanya. Ikonik sekali, sekaligus menjadi warna dalam musik Indonesia. Selain lagu dan musikalitas yang ciamik, pernahkah melihat videoklip-nya? Bagi saya, musikalitas akan tambah sahih dan persada ketika tampilan visual klipnya juga mengena. Penari jalanan, seniman tanpa panggung; demikian konsep yang dapat ditangkap dari ide D'masiv dan kawan-kawan.
Menyoal penari tanpa panggung, eksistensi mereka juga berada di Yogyakarta. Sebagai wilayah yang dekat dengan aspek budaya, penari seperti ikon yang melekat saat orang-orang memperbincangkan tentang Jogja. Seperti potret klip video 'Jangan Menyerah' milik D'Masiv, situasi serupa dapat ditemui dibeberapa tempat persis dilampu merah jalan-jalan kota.
Mewarnai lanskap kebudayaan Yogyakarta, demikian yang dapat saya potret menyoal eksistensi penari jalanan. Kondisi senada juga menjadi ranah konsisten seorang Bambang Soepijanto, mewarna Jogja lewat sepak terjangnya. Gunungkidul dan Kulonprogo adalah bukti nyata, yang jelas Jogja dan warisan budaya jangan sampai terpisah. Kendari memang perjalanan memang tidak selalu mudah, seperti penari di lampu merah tadi.
Sudah dirundung pendapatan yang tidak tentu, keberadaan mereka juga bersimpangan dengan kebijakan pemerintah yang melarang memberikan rupiah pada peminta-mita di jalan. Jadi, pengemis-kah mereka? Saya rasa tidak lantas demikian. Ide tentang memberikan panggung bagi mereka sepertinya menjadi wacana yang menguntungkan banyak pihak. Para penari dapat untung, baik eksistensi maupun pundi-pundinya; Jogja juga kian berwarna seni-nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H