Mohon tunggu...
Gerry Gratias
Gerry Gratias Mohon Tunggu... Karyawan Swasta II Penikmat Jogja -

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Menikmat Trotoar Yogyakarta

25 November 2018   21:41 Diperbarui: 25 November 2018   22:05 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalan Kaliurang malam ini ramai sekali. Warung tenda langganan juga terlihat ramai orang berjejal. Demikian pemandangan diatas trotoar kini kanan salah satu sudut Yogyakarta. Terlihat lumrah, meski kerap menimbulkan protes pada lain daerah. Dikota ini mendirikan usaha ditrotar bukan perkara janggal, meski kampanye tentang pejalan kaki pernah ramai beberapa waktu kemarin.

Trotoar seperti lekat dengan sumber rezeki, begitu kira-kita idiom yang saya bayangkan diamini para pedagang. Pilihan kuliner mulai seringah roti bakar, susu segar sampai seberat mie gaya Jakarta tersaji diatas trotoar terutama di Jalan Kaliurang. Terlebih bagi mahasiswa yang tinggal diseputaran UGM, kuliner trotoar Jakal kerap menjadi opsi mengisi perut keroncongan sedari sore menjelang larutnya malam.

Lantas siapa penikmat trotoar lainnya, ya para tukang parkir dan pengamen jalanan. Alunan gemerincing wajan, gitar serta aba-aba motor yang ditata berjajar menjadi simfoni keseharian mereka yang menikmat sekitaran trotoar. 

Situasi demikian ternyata juga membekas bagi mereka yang menghabiskan sekian waktunya di Jogja. Beberapa kenalan yang berdomisili di luar Jawa bahkan menggubah cerita makan di 'pinggir jalan' menjadi memoar lagi-lagi tentang trotoar.

Meski demikian sepertinya aparatur terkait perlu memikirkan lokasi parkir yang lebih signifikan dibandingkan malam ini. Sebab kerap jalanan macet bertambah lembat lajunya oleh sebab parkiran kendaraan bermotor yang kalang-kabut dibahu jalannya. Kantong parkir sekitaran Malioboro bisa menjadi inspirasi, baik di parkiran Abu Bakar Ali maupun disamping jalan Kantor Gubernur. 

Meski beda pemandangan trotoar antara jalanan Malioboro dan Jalan Kaliurang, keduanya tetap bisa dinikmati sesuai 'selera masing-masing'. Sebelum Jogja bertambah macet, dan khawatirnya perihal trotoar bisa menjadi bom waktu dan menjadi ajang protes pengguna jalan.

Sumber Foto: jogja.co
Sumber Foto: jogja.co
Beda tahun beda kuantitas kendaraan bermotor. Masih jelas diingatan bahwa pernah suatu ketika bahwa pada pukul sepuluh malam saja jalanan Jogja sudah begitu sepi. Setidaknya sekarang belum banyak orang mengeluh tentang macetnya Jogja, sehingga trotoar belum juga menjadi 'sasaran' perubahan kebijakan.

Jalan raya dan trotoar seperti menyatu dalam lingkungan hidup masyarakat Jogja. Sejatinya keserasian ini juga turut menuntut partisipasi administratur terkait. Bambang Soepijanto menyinggung terkait peran tersebut. 

Baginya, keserasian lingkungan hidup menjadi wajib hukummya untuk dijaga seantero Jogja. Agar tiap orang bisa tetap menjadi penikmat khususnya trotoar jalanan. Baik mereka yang mencari riski, maupun mereka yang mengisi perut dan mata yang lapar dibuatnya. Ahh Jogja terlalu membuat betah memang untuk ditinggalkan para pendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun