Pada tahun 2020 justru menjadi titik nadir terendah sektor pariwisata, dimana sektor tersebut mengalami kerugian yang sangat besar. Data dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebutkan hingga akhir 2020 total kerugian sektor pariwisata akibat pandemi Covid-19 dibarengi kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar mencapai lebih dari Rp10 triliun.
Sadar akan posisinya sebagai salah satu sektor utama penyumbang devisa dan ekonomi nasional, sektor pariwisata mulai bangkit dan berbenah serta menyesuaikan dengan kebiasaan baru masyarakat. Upaya ini dibarengi dengan berbagai inovasi yang relevan guna meyakinkan masyarakat, terutama terkait dengan keamanan dan kenyamanan berwisata selama pandemi COVID 19.Â
Pemerintah juga tidak tinggal diam, selain guyuran anggaran stimulus, melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif meluncurkan kebijakan strategis yang diharapkan mampu menjadi titik balik kebangkitan pariwisata nasional. Atas dasar tersebut, lahirlah kebijakan sertifikasi Cleanliness, Health, Safety, Environment Sustainability (CHSE) bagi destinasi wisata di seluruh Indonesia.Â
Secara umum, kebijakan ini merupakan langkah pemerintah untuk memberikan sertifikat kepada Usaha Pariwisata, Destinasi Pariwisata, dan Produk Pariwisata lainnya serta memastikan penerapan protokol kesehatan era new normal yang berbasis pada Cleanliness (Kebersihan), Health (Kesehatan), Safety (Keamanan), dan Environment Sustainability (Kelestarian Lingkungan) sehingga muncul Trust (Kepercayaan) dari masyarakat ketika memutuskan untuk mengunjungi destinasi wisata. Dengan adanya kebijakan tersebut, diharapkan mampu menjadi akselerator bagi sektor wisata di Indonesia.
Pengembangan Inovasi Pariwisata Melalui Work From Village
Lahirnya kebijakan sertifikasi CHSE, selain diharapkan mampu menjadi payung hukum dalam upaya membangkitkan sektor pariwisata juga diharapkan menjadi inspirasi bagi para pelaku wisata untuk menciptakan inovasi dan modifikasi dalam kegiatan berwisata.Â
Salah satu inovasi patut dicoba dan dikembangkan dalam masa pandemi COVID 19 ini adalah potensi wisata kerja dalam tajuk Work From Village (WFV).Â
Mengapa konsep ini patut dipertimbangkan? sejak dimulainya pandemi COVID 19 pada awal tahun 2020, beberapa sektor pekerjaan mulai merubah pola kerja, yang sebelumnya mewajibkan kehadiran pegawai di kantor (work from office) berubah menjadi mewajibkan pegawai untuk bekerja dari rumah (work from home).Â
Pola kerja ini pada awalnya mungkin disukai oleh beberapa orang, namun ketika berlangsung selama lebih dari satu tahun, muncul kejenuhan dan penurunan produktivitas kerja sebagai akibat lingkungan kerja yang dianggap monoton. Peluang ini yang seharusnya mampu ditangkap oleh para pelaku wisata, khususnya desa wisata di seluruh Indonesia untuk menawarkan konsep baru bekerja melalui destinasi work from village. Terlebih Indonesia memiliki banyak sekali desa wisata.
Bagaimana konsep ini dijalankan? Sebelumnya, Indonesia sudah memiliki banyak sekali desa wisata dan hal ini dapat menjadi modal utama. Tercatat pada tahun 2018 berdasarkan data Badan Statisik Potensi Desa, Indonesia memiliki jumlah total 7.275 desa wisata yang tersebar di seluruh provinsi.Â
Adapun Jawa Timur kemudian Jawa Tengah menjadi provinsi dengan desa wisata terbanyak melebihi 1.000 lokasi. Jumlah tersebut diyakini semakin bertambah hingga saat ini. Selama masa pandemi COVID 19, desa wisata juga menjadi salah satu sektor yang terdampak cukup parah ditandai dengan penurunan jumlah kunjungan yang signifikan.Â