[caption id="attachment_354053" align="aligncenter" width="330" caption="ilustrasi: hukumonline.com"][/caption]
Ternyata Indonesia bukan satu-satunya Negara yang menerapkan hukuman mati. Masih ada sejumlah negara di dunia yang tetap kukuh mempertahankan kebijakan hukuman mati. Tiongkok adalah negara dengan jumlah penerapan hukuman mati tertinggi di dunia. Sepanjang tahun 2013 Tiongkok telah menghukum mati 778 jiwa. Negara-negara lainnya yaitu Malaysia, Singapura, Iran, Iraq, Arab Saudi, dan Amerika Serikat.
Indonesia saat ini tengah menjadi sorotan banyak Negara di dunia lantaran sedang berurusan dengan sejumlah nyawa para terpidana kasus Narkotika yang terkena vonis hukuman mati tersebut. Namun disisi lain, pada saat yang sama Indonesia juga sedang melakukan sejumlah upaya pembebasan terhadap 200-an warganya (WNI) yang sedang terancam hukuman mati di Malaysia dan Arab Saudi.
Hukuman mati yang diterapkan di Indonesia telah memperburuk hubungan diplomatik Indonesia dengan beberapa negara sahabat, yaitu Australia, Brasil dan Belanda dimana terdapat warga negaranya yang akan dieksekusi mati. Pernyataan-pernyataan yang telah terlontar dari elit politiknya bisa saja membuat emosi kita tersulut. Seperti pernyataan PM Australia Tony Abbot yang mengungkit soal bantuan korban tsunami Aceh untuk sekadar meminta belas kasihan Indonesia untuk meninjau kembali hukuman mati terhadap Dua Bali Nine, Andrew Chan and Myuran Sukumaran.
Sikap-sikap yang ditunjukan oleh negara-negara “sahabat” tersebut di satu sisi barangkali dapat dinilai sebagai sikap tidak menghormati kedaulatan hukum negara lain. Dalam konteks itu, hukum positif Indonesia mengenal azas territorial. Yaitu asas yang mengatur bahwa sebuah negara memiliki kewenangan absolut terhadap orang, benda, dan terhadap kejadian – kejadian di dalam wilayahnya sehingga dapat menjalankan yurisdiksinya terhadap siapa saja dalam semua jenis kasus hukum (kecuali dalam hal adanya kekebalan yurisdiksi seperti yang berlaku pada diplomat asing).
Asas terotorialitas ini dirumuskan dalam Pasal 2 KUH Pidana Indonesia, yang menyatakan “Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia”. Artinya, hukum pidana Indonesia berlaku bagi semua perbuatan pidana yang terjadi di wilayah Negara (Indonesia), baik dilakukan oleh warga negaranya sendiri maupun oleh orang lain.
Penerapan hukuman mati terhadap pelaku kejahatan narkotika merupakan bentuk pengayoman negara terhadap warganegara terutama hak-hak korban. Kejahatan narkotika sebagai kejahatan luar biasa serius terhadap kemanusiaan (extra ordinary) sehingga penegakannya butuh perlakuan khusus, efektif dan maksimal, yakni dengan menerapkan hukuman mati. Demikian yang dikatakan Mahkamah Konstitusi dalam putusannya pada 30 Oktober 2007 yang menolak uji materi hukuman mati dalam UU Narkotika.
229 TKI Terancam Hukuman Mati
Namun sesungguhnya di balik sikap protes Australia dan Brasil itu terkandung maksud positif. Positif karena protes itu adalah implementasi dari tanggung jawab negara itu untuk melindungi dan memberikan pelayanan kepada setiap warga negaranya di manapun mereka berada. Termasuk di dalamnya, melakukan berbagai upaya untuk membebaskan warga negaranya dari ancaman hukuman mati di negara lain.
Indonesiapun akan melakukan hal yang sama jika ada warga negara Indonesia yang dijatuhi hukuman mati di negara lain. Contohnya, saat ini dimana terdapat sekitar 229 warga Negara Indonesia yang terancam hukuman mati di luar negeri. Mereka semuanya adalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Malaysia dan Arab Saudi. Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Nusron Wahid mengatakan, pihaknya hingga kini terus berupaya maksimal menyelamatkan para TKI tersebut.
"Kami masih berusaha minta pengampunan terhadap 229 WNI yang sebagian besar TKI di Malaysia dan Arab Saudi yang terancam hukuman mati," katanya.http://sp.beritasatu.com/internasional/bnp2tki-berharap-tidak-ada-warga-malaysia-dan-arab-jadi-terpidana-mati-di-indonesia/79460
Maka dari itu, barangkali baik juga kita memahami sikap protes Negara-negara sahabat tersebut atas pelaksanaan hukuman mati yang sedang kita terapkan saat ini. Reaksi para politisi kita hendaknya tidak perlu berlebihan.
Ingat insiden iklan produk rumah tangga di Malaysia dua bulan lalu? Iklan itu dinilai melecehkan TKI kita, karenadipasang untuk sebuah mesin penyedot debu, dengan tagline "Fire Your Indonesian Maid Now..." atau "Pecat PRT Indonesia Anda sekarang". Kalimat itu mau menggambarkan bahwa dengan mesin pembersih rumah tersebut, tidak diperlukan PRT dari Indonesia. Kalau boleh mengutik syair lagunya Cita Citata, “Sakitnya tuh disini…”.
Artinya, semangat “membela” bangsa sendiri itu ada pada semua negara. Dihina saja kita merasa tersentuh, apalagi dihukum mati, terlepas dari seberapa besar “dosa” yang telah mereka lakukan. Barangkali….mereka (para terpidana itu) tidak tahu apa yang mereka perbuat….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H