Mohon tunggu...
Germanus Loy Teku
Germanus Loy Teku Mohon Tunggu... Lainnya - Segala Sesuatu Ada Waktunya

Roger That

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

E-KTP Beres, Super App Plat Merah Indonesia Beres

18 Juli 2022   00:01 Diperbarui: 18 Juli 2022   09:53 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Urusan pelayanan publik itu adalah urusan hajat hidup orang banyak, bukan urusan ego sektoral lembaga. Jika selama ini kita melihat setiap lembaga yang bertanggung jawab atas urusan masyarakat suka jalan sendiri-sendiri, itu karena keinginan untuk terlihat lebih menonjol . Alhasil, setiap lembaga bersaing satu sama lain menjadi lembaga dengan pelayanan publik terbaik.

Saya sama sekali tidak tertarik untuk mengatakan saling bersaing antar lembaga merupakan indikator sebuah kinerja yang baik. Jika persaingan itu sehat, seharusnya saat ini negara kita sudah melahirkan sebuah sistem pelayanan publik yang handal, karena  setiap lembaga telah "menyetor"  hasil karya mereka menjadi milik publik yang bisa diakses dengan mudah. Kenyataan yang terjadi malah sampai Indonesia merdeka sekian puluh tahun, tiap lembaga suka "sombong-sombongan" dengan apa yang mereka punya. 

Sesuai dengan namanya, pelayanan publik berarti publik yang diutamakan, bukan lembaga yang diutamakan. Sebuah lembaga sudah seharusnya tidak menyulitkan dan merugikan masyarakat saat mendapatkan pelayanan mereka. Di situlah intinya

Perkembangan teknologi digital pada akhirnya membuat lembaga berlomba-lomba membuat aplikasi untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses pelayanan yang ada. Ini sebuah perkembangan yang perlu kita apresiasi.  Pemerintah benar-benar beriktiar meninggalkan cara lama yang rumit dan bertele-tele. Pendekatan digital ini sudah seharusnya menciptakan kepuasan pada masyarakat. Tetapi ternyata masih tetap tidak enak.

Rupanya selain ego lembaga masih ada, jumlah aplikasi yang beribu-ribu jumlahnya sangat tidak mungkin untuk dipasang di sebuah smartphone. Selain itu perlombaan menciptakan aplikasi paling "canggih" menjadi semacam arena tanding kepiawaian tim digital dan IT masing-masing lembaga. Ujung-ujungnya masyarakat lagi yang dibuat susah.

Mencuatnya rencana pemerintah untuk membuat Super App plat merah sudah merupakan sebuah terobosan yang tepat. Tapi saya ingin mengaris bawahi kalau super app itu nanti cuma akan berfungsi dengan baik  jika e-ktp yang menjadi persyaratan dasar identifikasi pengguna super app sudah beres. Suka tidak suka, diri kita dan urusan kita di negeri ini diwakili secara offline dan online dengan sederetan Nomor Induk Kependudukan (NIK). 

Setiap lembaga pelayanan publik mulai dari tingkat RT/RW sampai tingkat kementrian  sudah seharusnya memiliki data yang valid ketika menghubungkan setiap Nomor Induk Kependudukan dengan jenis pelayanan yang ada di lembaga tersebut. Super App plat merah ini akan bertindak sebagai hub otomatis yang  menghubungkan masyarakat yang memiliki NIK untuk mengakses semua pelayanan publik di seluruh Indonesiatanpa perlu aplikasi terpisah. 

Selain itu kita juga mengharapkan agar tampilan aplikasi ini mudah dimengeri oleh semua orang. Jangan sampai Super Apps plat merah malah jadi super pain in the ass. Nanti kalau semua urusan teknis dan data sudah beres, urusan pelayanan publik akan mudah, semudah menjentikan jari. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun