Mohon tunggu...
Geregetan Geregetan
Geregetan Geregetan Mohon Tunggu... -

pembaca kompas dan kompasiana. penggemar Sherina Munaf :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kontroversi Miss World: Inilah Daftar Kerugian Negara versi Mbah Google

18 September 2013   16:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:43 2040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa bilang pihak penyelenggara Miss World menanggung rugi paling besar? Sebaliknya, rakyat Indonesia lah menanggung kerugian terbesar dari batalnya rangkaian acara Miss World di beberapa kota di Indonesia selain Bali. Taipan sekelas Hary Tanoe, sejak awal, seperti yang diakuinya dalam konferensi pers Senin, 16 Sept kemarin, mengakui bahwa perhelatan ini memang tidak menjanjikan profit bagi pihaknya. Boleh percaya boleh tidak dengan omongan pengusaha sukses itu. Memang, kontes ini biasanya diselenggarakan pemerintah suatu negara, dengan pertimbangan besarnya promosi melalui pemberitaan massif international broadcaster dan berbagai media cetak lainnya termasuk media online. Seperti yang kita ketahui, rangkaian acara Miss World disiarkan rutin oleh ratusan televisi asing di seluruh dunia. Berbagai lokasi acara yang notabene menjadi pusat-pusat unggulan pariwisata suatu negara, mendapat liputan cuma-cuma karena kehadiran para kontestan. Bali, dalam hal ini, menangguk keuntungan besar. Pulau itu semakin bersinar. Keindahannya semakin dikenal, tidak hanya di Eropa dan Amerika, kini juga menyasar ke Amerika Latin, Afrika serta negara-negara yang selama ini bukan menjadi negara pengirim wisatawan terbesar. Bali yang sempat terpuruk pasca Bom Bali diharapkan dapat benar-benar pulih dari trauma rasa tidak aman turis mancanegara. Akan tetapi Indonesia bukan hanya Bali. Niat penyelenggara untuk menggiring mata dunia ke destinasi lain di Jawa Barat, Jawa Tengah dan DIY adalah taktik cerdas, meski harus berhadapan dengan kesulitan mengatur venues. Kalau Anda jadi EO satu acara, logikanya adalah jauh lebih mudah memusatkan acara di satu tempat untuk minimalisir biaya. Sayangnya, Borobudur, Keraton Jogya, Batik Jogja, kenyamanan dan eksotisme Malioboro gagal dihadirkan di depan mata milyaran umat manusia di penjuru dunia. Lalu bagaimana menjelaskan kerugian negara dari pembatalan puncak acara Miss World di Sentul, serta rangkaian acara lainnya di Borobudur dan Yogyakarta? Saya mengandalkan google untuk menguraikan pertanyaan ini. Trims paman google. Kembali ke laptop. Hal pertama yang saya lakukan adalah mencari website pariwisata negeri kita. Saya ingin tahu apakah Kementerian Pariwisata punya offficial youtube untuk mengenalkan keindahan negeri ini. Saya coba googling kata kunci "Indonesia tourism ministry official youtube". Hasilnya seperti yang kompasianers lihat, tak saya temukan akun resmi Youtube dari kementerian kita. Justru muncul video ibu menteri dari akun "Voicesofleaders" (lihat gambar di bawah). Saya tidak tau alamat website kementerian pariwisata. Google tidak memberikan alamatnya, tetapi meminta saya masuk ke wikipedia lebih dulu untuk menemukan link kementerian kita di www.parekraf.go.id. Melalui tablet saya website ini gagal dibuka, akhirnya saya gunakan PC dan beginilah penampakannya.. (lihat gambar di bawah).

13794909281505764835
13794909281505764835
Jujur saja, saya tidak terkesan dengan tampilan awal website kementerian itu. Apalagi karena melihat, lagi-lagi, gambar Ibu Menteri di situ. Saya penasaran. Bagaimana rupa website kementerian pariwisata negara tetangga? Meluncurlah saya kembali ke mbah google. Dan..... saya menelan ludah ketika membuka www.tourism.gov.my (lihat gambar di bawah).
1379491113123764758
1379491113123764758
Saya langsung disodorin visual yang membuat decak kagum. Kontras sekali dengan website kementerian kita. Meski gaya grafis dan image, perbedaan besar juga terjadi dalam hal kecepatan masuk ke halaman utama. Website kementerian kita loadingnya membutuhkan beberapa kali refresh dan menunggu sekitar 7 menit untuk tampil utuh. Sementera website tetangga sebelah tidak sampai 30 detik. Padahal saya menggunakan koneksi broadband untuk akses internet. Tak mau berlama-lama di website yang bikin saya geregetan itu, saya lalu berpikir, mungkin pemerintah kita memang tidak memfokuskan promosi melalui internet. Mereka mungkin lebih banyak mengandalkan tv internasional untuk beriklan. Saya tanya lagi mbah google, apa dia punya informasi tentang "iklan-iklan pariwisata Indonesia di tv luar negeri". Barangkali saja ada makalah atau position paper yang mengulas soal ini. Namun saya terdampar di salah satu laman google answer ini. Ternyata ada orang yang juga punya pertanyaan yang sama dengan saya. Inilah cuplikan dialog di laman google answer itu...(lihat gambar di bawah)
1379491433865046236
1379491433865046236
Tanggapan seseorang bernama "LORD", yang menyatakan bahwa negeri kita tak punya dana promosi menggiring saya untuk mencari tahu berapa sih dana promosi pariwisata kita? Inilah jawaban google ketika saya mengetik "dana promosi pariwisata Indonesia".
1379491657655712802
1379491657655712802
Saya semakin penasaran dan kembali ke laman website kementerian pariwisata kita, lalu mengklik tautan ke program tender-tender yang ada. Ternyata kita punya kok dana itu. Silahkan liat sendiri berapa dana yang dikeluarkan pemerintah untuk program-program promosi. Saya tertarik dengan program pengenalan kuliner Indonesia di Berlin yang menghabiskan dana sebesar 7,89 M. Pertanyaan iseng hadir di benak saya. Mungkin penyelenggara harus mengirimkan bahan baku tempe dan tahu lewat FedEx ke Berlin sehingga butuh dana yang cukup besar. Ada pula pembuatan iklan media cetak di eropa yang menghabiskan dana 2,49 M. Hm.... (lihat gambar di bawah)
13794917872078090345
13794917872078090345
13794918891185449783
13794918891185449783
1379492023497656764
1379492023497656764
13794920591624563512
13794920591624563512
Dengan jumlah dana promosi dan seabrek aktivitas seperti itu, menarik untuk mencari tahu lewat mbah google "jumlah wisatawan asing ke Indonesia". Saya dihantar ke website Biro Pusat Statistik. Saya menemukan angka total keseluruhan kunjungan wisatawan kita pada tahun 2011 sebesar 7,649,731 orang. Bagaimana dengan malaysia? Ketika mengetik "Malaysia tourism statistic" dengan mudah saya dibawa mbah google ke laman Fact & Figures kementerian pariwisata Malaysia. Di laman itu terpampang pula jumlah kunjungan wisman ke Malaysia dari tahun ke tahun dan.. data pemasukan negara dari hasil menjual alam serta kebudayaannya yang indah(lihat tabel di bawah)
13794941541414707228
13794941541414707228
Ya. Malaysia berhasil mendatangkan 25 juta wisatawan mancanegara tahun lalu. Keberhasilan ini membuat negara itu mampu membukukan keuntungan sebesar 60,6 Milyar Ringgit di tahun 2012 lalu. Dengan mesin kurs google currency, saya bulatkan menjadi 60 Milyar Ringgit dan mencoba cari berapa nilainya dalam Rupiah. Dan hasilnya adalah Rp. 211,299,539,160,000. Masih tidak yakin, saya coba menghitung ulang, dengan lebih berhati-hati terutama saat menuliskan angka 0 agar tidak kelebihan. Namun saya menemukan angka yang sama: Rp. 211,299,539,160,000. Dua ratus sebelas trilyun lebih! Sekedar tahu saja, dengan dana sebesar itu, kita sesungguhnya sudah dapat membangun jalan lingkar bebas hambatan dari Jayapura sampai Merauke, atau Jalur Trans Kalimantan dari Pontianak ke Samarinda bahkan Tarakan. Saya buka google map. Coba Anda lihat garis-garis berwarna kuning di Malaysia itu. Itulah jalan-jalan raya bebas hambatan yang dibangun pemerintahnya. Hal yang sama dapat dilihat di pulau kalimantan bagian utara. Malaysia mampu membangun jalan bebas hambatan dan membuka keterisolasian warga negaranya. Sangat kontras dengan propinsi-propinsi lain di pulau Kalimantan yang masuk menjadi wilayah NKRI. Padahal betapa kayanya hutan serta tambang di Kalimantan.
1379493103538883153
1379493103538883153
1379493163763135894
1379493163763135894
Kembali ke Miss World. Ajang yang sesungguhnya telah membuka pintu bagi media-media asing akhirnya gagal kita optimalkan. Padahal, tanpa mengeluarkan milyaran rupiah untuk dana promosi, masyarakat dunia bisa lebih mengetahui tentang destinasi terbaik lainnya di Indonesia. Artinya, apabila kita hendak menampilkan video promosi tentang Borobudur, Batik Jogja dan Pasar Beringharjo yang eksotik, berapa sih biayanya? Saya tanya lagi mbah google: berapa kira-kira biaya tayang iklan pariwisata di tv-tv eropa? Saya mencoba kata kunci "BBC advertising rate" dan Google yang baik hati mengantarkan saya ke website BBC World. Di situ terpampang biaya beriklan di berbagai channel tv station itu sesuai kategori region. Saya tertegun ketika sampai pada informasi biaya beriklan Peak Time di region Eropa. Tertulis di situ angka 4800 USD/30 detik (lihat gambar di bawah).
13794933431846377197
13794933431846377197
Dengan kurs Rp. 11.000 saat ini maka sekali tayang pajak kita yang dikelola pemerintah untuk biaya promosi harus dikeluarkan sebanyak Rp. 52,800,000/30 detik. Bila kita menayangkan 30 kali saja, maka diperlukan dana sebesar Rp. 52,800,000 x 30 = Rp. 1.584.000.000. Apabila rate iklan di Aljazeera, National Geographic, Discovery Channel, CNN, ABC cuma beda-beda tipis dengan BBC World, maka hitung-hitungan kotornya adalah Rp. 1,5 Milyar x 6 (stasiun tv terkemuka dunia) = Rp. 9 Milyar Rupiah sodara-sodara! Itulah jumlah anggaran yang kita lewatkan sia-sia karena kehilangan kesempatan mempromosikan budaya dan pariwisata Indonesia. Tidak perlu kita hitung seberapa besar keuntungan ekonomi yang hilang dari para pengelola hotel, restoran, pasar souvenir tradisional, pengusaha transportasi, dan industri terkait pariwisata lainnya. Padahal, bila kita mampu menyamai setengah saja dari capaian kunjungan wisman di Malaysia, maka kita punya kesempatan untuk mendapatkan pemasukan sekitar Rp. 100 Trilyun. Jadi, "bagaimana cara pemerintah kita menggenjot jumlah wisatawan asing agar dapat menyerupai keberhasilan negara tetangga Malaysia? Maaf, saya tak berani menuliskan pertanyaan itu di mesin pencari google. Saya takut mendengar apa jawaban Mbah google nanti. Kredit foto dan gambar: Print screen penulis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun