Mohon tunggu...
Gerardo Axel
Gerardo Axel Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Waspadai Eritoblastosis Fetalis pada Janin Anda

25 November 2017   20:46 Diperbarui: 25 November 2017   20:55 1284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Halo para Kompasianers! Kembali lagi dengan penulis yang akan membahas topik mengenai kesehatan. Kali ini penulis akan membahas tentang Eritroblastosis Fetalis. Tentunya para pembaca sudah kenal dengan sebutan Eritroblastosis Fetalis ini yang merupakan penyakit atau kelainan pada janin. Apakah Eritroblastosis Fetalis itu bisa disembuhkan ataukah tidak bisa disembuhkan? Ayo baca lebih lanjut untuk mengetahui jawaban sebenarnya!

Eritroblastosis Fetalis adalah penyakit atau kelainan darah pada janin bayi yang dalam kandungan atau baru lahir. Kelainannya itu terjadi hemolisis (pecahnya sel darah merah) pada tubuh bayi. Hal ini disebabkan karena perbedaan antara Rh janin dengan Rh ibu.

Apa itu Rh? Rh atau Rhesus merupakan salah satu sistem penggolongan darah berdasarkan ada tidaknya antigen (benda asing bagi tubuh) RhD pada permukaan sel darah merah atau eritrosit. Sel darah merah yang memiliki antigen RhD dinamakan Rh+ sedangkan yang tidak memiliki antigen RhD dinamakan Rh-.

Eritroblastosis Fetalis hanya terjadi ketika Ibu memiliki Rh-tetapi janin memiliki Rh+. Sistem imun dari ibu langsung mendeteksi antigen RhD pada janin dan segera memproduksi antibodi untuk melawan antigen tersebut. Hasilnya, eritrosit janin akan mengalami hemolisis ketika diserang oleh antibodi ibu. Sedangkan ketika Ibu yang memiliki Rh+ dan janin yang memiliki Rh- tidak terjadi Eritroblastosis Fetalis karena meskipun sistem imun janin mendeteksi antigen RhD milik ibu, sistem imun janin sendiri belum penuh dan produksi sel darah merah ibu lebih banyak daripada yang pecah sehingga tidak berbahaya.

Eritroblastosis Fetalis ini jarang bahkan tidak terjadi pada kehamilan pertama, karena pada kehamilan pertama sistem imun ibu belum mendeteksi antigen RhD janin. Baru terdeteksinya antigen RhD janin yaitu saat proses kelahiran, saat plasenta lepas dan pembuluh darah yang menghubungkan dinding rahim dengan plasenta putus. Sehingga sel darah merah janin bisa masuk ke sirkulasi darah ibu dan sistem imun ibu mulai memproduksi antibodi untuk antigen RhD, membuat bahaya bagi janin berikutnya.

Apa efek dari Eritroblastosis Fetalis pada janin? Karena banyaknya sel darah merah janin yang rusak akibat hemolisis, janin akan menderita anemia atau kekurangan darah. Dan karena itu, tubuh janin akan merespon dengan memproduksi sel darah merah pada limpa dan hati. Karena terus memproduksi sel darah merah, organ yang memproduksi sel darah merah itu akan mengalami pembengkakan. 

Karena tubuh janin yang sedang dalam pertumbuhan, sel darah merah yang diproduksi masih muda, disebut eritroblas sehingga kerjanya belum efektif. Selain itu, karena produksi sel darah merah yang banyak, limbah dari produksi itu juga banyak. Limbah ini dinamakan bilirubin dan jika banyak bisa menyebabkan penyakit kuning (menguningnya warna kulit). Lebih bahayanya lagi, ketika bilirubin menumpuk di otak dan menyebabkan kematian pada janin.

Selanjutnya yaitu kita harus mengetahui cara mendeteksi Eritroblastosis fetalis ini. Cara yang paling mudah untuk mendiagnosis Eritroblastosis fetalis yaitu dengan cara mengecek Rh pada ibu. Jika ibu memiliki Rh+ maka janin akan aman dari penyakit Eritroblastosis fetalis dan tidak perlu tes lanjutan. Tetapi jika ibu memiliki Rh maka sebaiknya dilakukan tes lanjutan yaitu mengecek Rh pada ayah. 

Jika hasilnya ayah memiliki Rh- maka janin aman juga, sedangkan jika ayah memiliki Rh+, sebaiknya ibu dicek darah lagi ketika kehamilan minggu ke 18 -- 20 dan juga pada kehamilan minggu ke 26 -- 27. Untuk darah dari janin sendiri tidak dicek karena sulit untuk mengetes golongan darah janin dan bisa menambah kemungkinan untuk penyakit lain.

Berdasarkan hasil cek darah itu, mungkin diperlukan tes lebih lanjut yaitu tes amniocentesisuntuk mengukur tingkat bilirubin pada cairan amnion atau cairan ketuban. Di dalam cairan amnion terdapat sel fetal (kebanyakan kulit janin) yang dapat dilakukan analisis kromosom, analisis biokimia dan biologi. 

Tes amniocentesis selalu dilakukan di bawah panduan ultrasound untuk menentukan posisi bayi. Tes ini bisa menentukan cacat kromosom, kelainan bawaan, jenis kelamin, tingkat kematangan paru janin, infeksi cairan amnion, serta kemungkinan bayi mewarisi gangguan seperti hemofilia. Tes amniocentesis ini biasanya dilakukan setiap 2 minggu mulai dari minggu ke-28 kehamilan. 

Tes amniocentesisdilakukan ketika bayi masih berada dalam kandungan. Sedangkan ketika bayi sudah lahir, tes bisa dilakukan dengan cara mengecek darah dari tali pusar bayi untuk menentukan Rh bayi, jumlah sel darah merah bayi, dan tingkat bilirubin yang dimiliki bayi.

Selain itu, ada cara lain untuk mendiagnosis penyakit eritroblastosis fetalis yaitu menggunakan Ultrasonografi Doppler (USG Doppler). USG Doppler ini merupakan tes yang menggunakan gelombang suara. Gelombang suara yang dihasilkan bisa memperllihatkan foto dari bayi yang ada dalam kandungan. Pada kasus eritroblastosis, USG Doppler digunakan untuk memperkirakan kecepatan dan arah darah yang mengalir pada pembuluh, dan memastikan apakah bayi memiliki anemia atau tidak. Tes USG Doppler ini bisa menggantikan tes amniocentesis.

Ada lagi satu cara untuk mendiagnosis penyakit eritroblastosis yaitu dengan pengambilan darah janin atau fetal blood sampling (FBS). Pengambilan darah janin ini dilakukan pada tali pusat. Pengambilan darah ini biasanya dilakukan setelah USG Doppler dan atau tes amniocentesismenunjukkan adanya anemia atau kekurangan darah.  Hasil dari FBS ini yaitu tingkat oksigen dalam darah, kondisi dan jumlah sel darah merah. Tetapi pengecekan ini memiliki resiko untuk memperparah masalah antibodi RhD ini.

Setelah tahu cara mendeteksi ada tidaknya penyakit eritroblastosis fetalis pada janin, kita juga harus tahu cara menanganinya apabila janin atau bayi sudah terkena eritroblastosis fetalis. Ketika bayi masih dalam kandungan, cara yang paling biasa dilakukan yaitu transfusi darah. Transfusi ini dilakukan dilakukan karena eritrosit bayi yang pecah dan berkurang jumlahnya sehingga membahayakan bayi. Transfusi darah pada bayi dalam kandungan ini disebut intrauterine transfusion. 

Transfusinya dibagi menjadi 2 jenis menurut tempat darah ditransfusi, yaitu intravascular transfusion (IVT) dan intraperitoneal transfusion (IPT). Pada tranfusi IVT, darah ditransfusikan lewat pembuluh darah yang ada di tali pusar, sedangkan pada tranfusi IPT, darah ditransfusikan lewat perut janin. 

IPT lebih jarang dilakukan daripada IVT karena pada IVT tingkat absorbsi darah lebih besar sehingga tingkat keselamatan bayi juga lebih tinggi. Transfusi darah ini dilakukan setiap 10 -- 14 hari dari minggu ke-32 kehamilan sampai minggu ke-34 lalu bayi dilahirkan prematur sehingga sel darah merah bayi tidak lagi dihancurkan oleh sistem imun tubuh ibu. 

Setelah bayi lahir, bayi akan diberi alat bantu pernafasan dan juga infus untuk mengatasi tekanan darah rendah dan kekurangan cairan. Dan terkadang bayi masih perlu transfusi darah sehingga dilakukan transfusi darah tukar. Prinsip dari transfusi darah ini yaitu menukar darah bayi yang mengandung antibodi RhD dan bilirubin dengan darah yang normal. 

Transfusi tukar ini tidak akan menganggu sistem sirkulasi darah karena dilakukan sedikit -- sedikit, sekitar 1 - 2 jam, dan diberikan lagi pada minggu ke-2, 3, atau 4 kalau tingkat bilirubin pada darah masih tinggi. Transfusi darah dengan metode tukar ini bisa menghilangkan bilirubin pada bayi sampai 25% sehingga cukup efektif untuk dilakukan. 

Tetapi banyak juga kekurangan dari metode ini seperti diperlukannya darah yang cocok dengan bayi dalam jumlah yang banyak, dan juga bisa menyebabkan efek samping seperti ketidakstabilan asam dan basa, ketidakstabilan elektrolit, kekurangan trombosit, pendarahan pada paru-paru, dan lain-lain.                  

Karenanya, ada alternatif lain untuk penanganan eritroblastosis fetalis yaitu Intravenous immunoglobulin atau disingkat IVIG. Proses IVIG yaitu sebagai berikut, immunoglobulin yaitu bagian dari plasma darah untuk melawan penyakit didapat dari plasma darah donor lalu dimasukkan ke dalam pembuluh vena (intravenous) pada tangan.

 IVIG yang sudah dimasukkan akan bekerja untuk menahan sistem imun tubuh ibu dari menyerang sel darah merah bayi sehingga tidak terjadi pemecahan sel darah merah dan bilirubin bisa berkurang.

Ada kalanya juga sekitar 24 jam setelah bayi lahir, bayi bisa terserang penyakit kuning. Penyebabnya yaitu karena tingginya tingkat bilirubin pada bayi. Untuk mengatasinya, bisa dilakukan Phototherapy atau Fototerapi. Fototerapi dilaksanakan dengan cara menidurkan bayi dalam keadaan telanjang dan mata tertutup pada sebuah inkubator dan disinari oleh cahaya berwarna biru atau istilahnya "bililight" yang akan diserap oleh kulit bayi. Ketika disinari cahaya itu, bilirubin dalam tubuh bayi akan berubah menjadi bentuk lain lalu keluar bersama urin atau feses.

Ada pepatah lebih baik mencegah daripada mengobati, dan untuk penyakit eritroblastosis fetalis ini juga bisa dicegah. Salah satu cara untuk mencegahnya yaitu dengan menggunakan RhoD immunoglobulin atau RhoGam. Tujuan diberikannya RhoGam yaitu menghancurkan sel darah merah janin yang beredar ke dalam darah ibu sebelum sel darah merah janin memicu pembentukan antibodi RhD ibu yang bisa menembus ke dalam sirkulasi darah janin. 

Karena tidak ada antibodi ibu yang menyerang janin, eritroblastosis fetalis tidak akan terjadi. Pemberian injeksi RhoGam ini terus diulang pada setiap kehamilan selanjutnya, yaitu kehamilan kedua, ketiga dan seterusnya pada minggu ke-28 kehamilan atau 72 jam sebelum kelahiran.

Dari artikel diatas, sudah menjawab pertanyaan kita diawal yaitu apakah eritroblastosis fetalis bisa disembuhkan. Ternyata eritroblastosis fetalis bisa disembuhkan dengan berbagai macam cara bahkan bisa dicegah sebelum terjadi. Untuk mendiagnosis penyakit eritroblastosis fetalis dalam janin bisa dengan cara cek golongan darah Rh pada ibu maupun ayah, tes amniocentesis, USG Doppler, dan atau pengambilan darah janin. Lalu untuk menangani penyakit eritroblastosis fetalis bisa dengan cara intrauterine transfusion, Transfusi tukar, atau IVIG. 

Dan untuk mencegah penyakit eritroblastosis fetalis bisa dengan injeksi RhoGam atau RhoD immunoglobulin. Bagi kita semua yang beruntung untuk tidak mengalami eritoblatosis fetalis maupun penyakit -- penyakit lainnya ketika dalam kandungan, kita sebaiknya patut bersyukur atas rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.

Cukup sekian artikel dari penulis, terimakasih sudah membaca artikel penulis kali ini tentang eritroblatosis fetalis. Semoga artikel ini dapat membantu pembaca dan juga menambah luas wawasan para pembaca. Jika ada kesalahan atau masukan silahkan beri comment sehingga artikel berikutnya bisa lebih baik dari artikel ini. Saya penulis mohon pamit dan selamat berjumpa kembali di artikel penulis berikutnya.  

Sumber: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun