Ekskursi ini merupakan pengalaman tak terlupakan bagi para Kanisian. Ketika pagi hari tiba, mereka berkumpul dengan tas besar di pundak, siap memasuki dunia yang mungkin berbeda namun penuh pelajaran. Selama perjalanan, para kanisian sudah dijauhkan dari distraksi duniawi, seperti Hand Phone. Dengan ini, selama perjalanan, para kanisian diberikan waktu untuk merenung dan bersiap menghayati pengalaman yang akan mereka temui.
Sesampainya di pesantren, para Kanisian segera merasakan atmosfer kehidupan para santri yang begitu berbeda dari keseharian mereka di kota. Kanisian yang penuh dengan gaya-gaya "kekotaan" terlah sungguh menonjol. Terutama jika dibandingkan dengan kehidupan santri terlihat lebih sederhana. Para santri memiliki kehidupan yang penuh semangat, setiap hari mereka menjalani rutinitas belajar dengan dedikasi yang tinggi, jauh dari gadget dan hiburan yang biasa mendominasi kehidupan anak kota. Para santri menjalani kegiatan mengaji hingga empat kali sehari, menunjukkan keterikatan yang erat dengan agama mereka.
Selain itu, pesantren juga menekankan nilai kebersamaan dan toleransi kepada sesamanya. Mereka memiliki berbagai kegiatan kebersamaan seperti, makan bersama, kerja kelompok, dan beribadah bersama yang sudah menjadi keseharian mereka. Jika sekolah di kota hanya mengutamakan akademik dan perkembangan individu, pesantren menekankan kebersamaan dan solidaritas.
Tak hanya solidaritas, tetapi pesantren juga menekankan nilai disiplin. Para santri memiliki rutinitas dan jadwal yang cukup padat setiap harinya. Di pagi hari, para santri dibangunkan pada jam 3 pagi untuk melakukan salat subuh secara berjamaah. Kemudian, mereka langsung lanjut mengikuti kegiatan ngaji dipagi hari, yaitu pada jam 5 sampai jam 6. Setelah ini, mereka mengikuti kegiatan belajar di sekolah dari jam 7 sampai jam 12 siang, dan mereka kemudian mengaji. Lalu, mereka mengaji dua kali di sore hari dari jam 2 hingga jam 3 dan dari jam 4 hingga jam 5. Setelah ini, mereka mengaji yang terakhir kali di jam 8 hingga jam 9. Kegiatan yang sangat padat ini tidak hanya menuntut para santri untuk disiplin terhadap waktu, tetapi juga membangun karakter yang penuh tanggung jawab.
Para kanisian, mendapatkan kesempatan untuk berkenalan dan berbagi pengalaman dengan para santri selama ekskursi. Salah satunya adalah melalui kegiatan belajar bersama. Para kanisian dibagi menjadi 11 pasang dan mereka diutus ke kelas-kelas di pesantren ini. Selama kegaitan belajar bersama ini, para kanisian bisa saling membagikan pengalaman mereka, baik sebagai siswa dan santri ataupun sebagai katolik dan islam. Dengan koneksi yang dibangun antara kanisian dan santri, mereka bisa memiliki rasa saling menghargai yang mendalam terhadap budaya satu sama lain.
Kehidupan ini juga memperlihatkan kepada Kanisian bahwa agama Islam menjadi panduan sehari-hari bagi para santri, dengan aturan-aturan yang mengatur berbagai aspek kehidupan. Salah satu contohnya adalah pedoman pembagian warisan yang termaktub dalam Surah An-Nisa ayat 11, yang menguraikan ketentuan secara lengkap dan rinci. Pengalaman ini membuka wawasan para Kanisian tentang nilai-nilai agama yang terintegrasi dalam kehidupan santri, membentuk kepribadian dan semangat pengabdian yang mengesankan.
Persatuan, Kekuatan Indonesia
Dari kegiatan ekskursi, Kanisian belajar bahwa agama Islam dan Katolik memiliki kesamaan yang berakar pada kebaikan dan penghormatan kepada Tuhan. Sebagai contoh, tentang perbuatan baik. Perbuatan baik pada agama Islam dan Katolik, juga sama-sama diatur dan perbuatan baik harus merujuk kepada kemuliaan tuhan. Maka dari itu, agama katolik dan Islam memiliki pandangan yang sama tentang baik atau buruknya suatu tindakan.Â
Pengalaman ekskursi telah menunjukan kepada para kanisian inti dari persatuan dan toleransi. Pengalaman ini memberikan pemahaman bahwa di balik segala perbedaan, ada benang merah yang menyatukan satu sama lain. Tepat karena itu, rasa toleransi harus dijunjung tinggi untuk menciptakan persatuan.Â
Keberagaman yang dipersatukan adalah kekuatan yang mengakar di setiap aspek kehidupan Indonesia. Persatuan memiliki banyak dampak positif di berbagai bidang kehidupan masyarakat Indonesia. Dari sudut pandang ekonomi, persatuan memberi stabilitas yang mendukung pembangunan dan investasi. Salah satu contoh nyata adalah keberhasilan Indonesia mengelola sektor pariwisata, terutama di Bali, Lombok, dan Raja Ampat. Wilayah ini, yang memiliki keragaman budaya yang kuat. Tetap saja, dibalik keberagaman ini, masyarakat dapat akur dan menjalin toleransi antar satu sama lain. Dengan keberagaman ini juga, Bali, Lombok, dan raja Ampat dapat menarik wisatawan dari seluruh dunia, menjadi destinasi utama dari seluruh masyarakat dunia.Â
Persatuan dan toleransi bukanlah konsep yang baru. Sejak masa kolonialisasi Indonesia, persatuan telah memegang peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Persatuan Indonesia memuncak pada momen Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda merupakan titik balik dalam pergerakan nasional. Saat itu, pemuda dari berbagai daerah, agama, dan suku bersumpah untuk bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia; berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; dan menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Semangat ini menjadi kekuatan utama dalam melawan penjajah, melahirkan pergerakan yang akhirnya mencapai puncaknya pada Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945. Dengan persatuan, Indonesia mampu bertahan dari berbagai ancaman disintegrasi pada masa-masa awal kemerdekaan, seperti pemberontakan DI/TII dan RMS, yang berhasil diatasi berkat kerja sama TNI dan dukungan rakyat yang percaya pada persatuan NKRI.