Indonesia memiliki pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Menurut data dari databoks.katadata.co.id, kebutuhan energi masyarakat Indonesia setara dengan 861 juta barel minyak. Energi listrik memiliki penggunaan yang sangat luas dalam masyarakat Indonesia. Energi listrik dapat dihasilkan melalui berbagai proses, salah satunya melalui pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). PLTU menghasilkan listrik dengan memanfaatkan uap air berkecepatan tinggi untuk menggerakan turbin yang terhubung ke dinamo yang akan menghasilkan listrik. Uap air dihasilkan dari air yang dipanaskan melalui proses pembakaran dengan bahan bakar. Proses pembakaran ini menghasilkan gas karbondioksida (CO2) yang dapat mencemari udara.
Gas CO2 dapat menyebabkan berbagai masalah lingkungan dan kesehatan manusia. CO2 merupakan gas rumah kaca yang dapat menjebak panas di dalam bumi. Akibatnya suhu di bumi akan terus meningkat. Peningkatan suhu global yang esktrem sangat berdampak pada stabilitas iklim di bumi. Dampak dari perubahan iklim sangatlah nyata, dengan memicu fenomena-fenomena, seperti cuaca ekstrem, naiknya permukaan laut, dan ganguan ekosistem. Â Selain itu, gas CO2 juga bisa menyebabkan berbagai macam penyakit pernapasan, seperti pneumonia dan kanker paru-paru.Â
Salah satu jenis dari PLTU adalah PLTU batubara, PLTU batubara menggunakan batubara sebagai bahan bakar pemanas air. PLTU batubara menghasilkan emisi gas berupa gas CO2 dengan suhu mencapai 482 hingga 593. Suhu gas emisi PLTU batubara yang relatif tinggi ini kemudian mendingin setelah dilepaskan di udara. Dalam upaya mencari solusi energi yang terbarukan, suhu gas emisi PLTU batubara yang tinggi ini dapat dimanfaatkan kembali dengan menggunakan teknologi Heat Recovery Steam Generator (HRSG).
PLTU ibarat sebuah tugku besar yang menghasilkan gas dengan suhu yang sangat tinggi. Setelah makanan matang, biasanya panas dari tungku ini dibiarkan menghilang begitu saja. Namun, dengan memanfaatkan teknologi seperti HRSG, panas sisa dari tungku itu bisa dialirkan ke panci lain, untuk menghangatkan air atau memasak hidangan lainnya tanpa perlu menyalakan api lagi. Demikianlah cara HRSG bekerja, memanfaatkan sisa panas yang sebelumnya terbuang untuk menghasilkan energi tambahan, membuat proses produksi energi menjadi lebih efisien dan ramah lingkungan.
Prinsip Kerja Heat Recovery Generator
HRSG merupakan sebuah sistem yang dirancang untuk memanfaatkan panas yang tersisa dari proses-proses industri, seperti dari pembangikit listrik tenaga gas (PLTG). Cara kerja dari HRSG menyerupai PLTU. Panas yang tersisa dapat dimanfaatkan oleh HRSG untuk memanaskan air dan menghasilkan uap yang dapat memutar turbin. Dengan ini, energi panas dapat diubah menjadi energi mekanik. Kemudian turbin ini dapat memutar generator dan menghasilkan listrik. Setelah melewati turbin, uap air akan terbawa ke kondensor, dimana uap akan didinginkan dan mengalami kondensasi kemudian berubah kembali menjadi air.Â
HRSG memanfaatkan prinsip konduksi dan konveksi termal untuk mentransfer panas dari gas sisa kepada air. Dalam fisika, fenomena ini dijelaskan dengan Hukum Fourier, yang menyatakan bahwa aliran panas akan bergerak dari area yang bersuhu tinggi ke suhu yang lebih rendah hingga kesetimbangan tercapai. Energi panas ini kemudian memanaskan air dalam HRSG melalui tiga tahap utama, yaitu economizer, evaporator, dan superheater.
Secara lebih detail, setiap bagian dari HRSG akan mendapatkan panas dari sisa gas hasil pembakaran PLTU dengan suhu yang berbeda-beda. Economizer terletak paling jauh dari sumber gas emisi. Pada bagian ini, air dipanaskan hingga mendekati titik didihnya. Kemudian evaporator berada lebih dekat dengan sumber gas emisi, sehingga suhunya lebih tinggi. Pada bagian ini, air dipanaskan hingga menjadi uap air. Terakhir, superheater terletak paling dekat sumber gas emisi, dengan suhu yang paling tinggi. Pada bagian ini, tekanan dan kecepatan uap iar mengalami peningkatan drastis karena suhunya yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh hukum gas ideal, yakni peningkatan suhu gas akan menyebabkan peningkatan kecepatan dan tekanan gas tersebut. Uap air yang memiliki tekanan dan kecepatan tinggi ini kemudian diarahkan ke turbin untuk mengubah energi uap menjadi energi mekanik. Selanjutnya, turbin ini menggerakan generator yang mengubah energi mekanik ini menjadi energi listrik.
Secara teknis, terdapat beberapa prinsip kimia dan fisika yang terjadi pada HRSG. Ketika air menyerap panas molekul HO mengalami peningkatan energi kinetik, yang memutuskan ikatan hidrogen antar molekul dan mengubah fase cair menjadi uap. Di superheater, energi panas lebih lanjut meningkatkan suhu dan tekanan uap, menghasilkan superheated steam dengan energi kinetik yang sangat tinggi. Uap ini kemudian diarahkan ke turbin dan energi termal uap dikonversi menjadi energi mekanik yang memutar baling-baling turbin sesuai Hukum Termodinamika Pertama. Proses ini mengikuti prinsip siklus Rankine, yang beroperasi dalam tahapan pemanasan, penguapan, superheating, dan ekspansi uap di turbin. Setelah melalui turbin, uap bertekanan rendah dikondensasikan kembali menjadi air untuk kembali ke economizer, memungkinkan siklus berlangsung berulang untuk menghasilkan energi mekanik yang kemudian diubah menjadi listrik.
Manfaat Heat Recovery Steam GeneratorÂ
HRSG dapat memanfaatkan sisa panas dari PLTU yang sebelumnya dianggap sebagai limbah. Sisa panas dari PLTU dapat diubah menjadi energi listrik terbarukan. Oleh karena itu, HRSG dapat meningkatkan efisiensi PLTU. Dalam praktiknya, HRSG dapat menghasilkan listrik sebesar 1,756 megawatt. Kemudian, HRSG juga sudah mulai banyak digunakan oleh beberapa pabrik di Thailand. HRSG yang telah digunakan di Thailand dapat menghasilkan uap air sebanyak 20 ton setiap jam (HRSG di Chonburi, Thailand) hingga 150 ton setiap jamnya (HRSG milik PTT ASAHI di Rayong, Thailand).
HRSG dapat menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang cukup besar, sehingga mampu meningkatkan output listrik dari PLTU secara signifikan. Dengan menggunakan HRSG, PLTU dapat mencapai kapasitas output listrik yang sama seperti sebelumnya, namun dengan penggunaan bahan bakar yang lebih sedikit. Hal ini tidak hanya berkontribusi pada penghematan sumber daya energi fosil, tetapi juga mengurangi biaya operasional jangka panjang karena berkurangnya kebutuhan pembelian bahan bakar. Dampak ini diperkuat dengan penurunan emisi karbon dari PLTU, karena pembakaran bahan bakar yang lebih efisien. Dengan berkurangnya emisi karbon, pencemaran udara pun menurun, yang tidak hanya membantu mengurangi dampak perubahan iklim tetapi juga meningkatkan kualitas udara di sekitar pembangkit.
Dengan ini, HRSG tidak memiliki dampak di bidang lingkungan, tetapi juga di berbagai bidang lainya dari berbagai sudut pandang, seperti bidang ekonomi. Pada bidang ekonomi, HRSG dapat memberikan pengurangan biaya operasional. Penggunaan HRSG dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan menghemat biaya bahan bakar hingga 20%. Dengan ini, perusahaan dapat lebih kompetitif dalam menghadapi persaingan global. Selain itu, HRSG berpotensi menciptakan lapangan kerja baru dalam sektor energi terbarukan, mulai dari desain dan instalasi hingga pemeliharaan dari HRSG. Maka dari itu, HRSG dapat berperan penting dalam perkembangan ekonomi Indonesia.
Tantangan Heat Recovery Steam GeneratorÂ
Implementasi HRSG memiliki beberapa tantangan teknis, terutama di Indonesia. Instalasi dan pemeliharaan HRSG membutuhkan infrastruktur canggih serta tenaga kerja yang terlatih khusus. Selain itu, biaya investasi awal untuk penerapan HRSG cukup tinggi, sehingga diperlukan kebijakan insentif dari pemerintah untuk mendukung adopsi teknologi ini di industri. Maka dari itu, dibutuhkan dukungan pemerintah dan politik dalam implementasi HRSG.
Pemerintah memiliki peran penting dalam menciptakan kebijakan yang mendorong penerapan HRSG, misalnya melalui kebijakan-kebijakan, seperti pengurangan pajak atau subsidi bagi industri yang berinvestasi dalam teknologi ramah lingkungan. Terlebih, kebijakan semacam ini juga membutuhkan kerja sama dan hubungan diplomatis dalam skala internasional. Dengan ini, Indonesia bisa mendapatkan bantuan teknis dan pembiayaan untuk mempercepat adopsi HRSG dalam skala besar. Dukungan legislatif juga diperlukan untuk membuat regulasi yang memperkuat perlindungan lingkungan serta mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil. Dukungan legislatif dapat diberikan dengan pembuatan kebijakan untuk mewajibkan seluruh PLTU untuk mengimplementasi teknologi HRSG. Dengan adanya dukungan pemerintah, implementasi HRSG dapat memberikan dampak positif pada keberlanjutan energi di Indonesia.Â
Kesimpulan
HRSG merupakan solusi dari isu pemanasan global. Dengan efisiensinya yang tinggi, HRSG, tidak hanya meningkatkan output listrik dari PLTU, tetapi juga mengurangi bahan bakar dari PLTU. Maka dari itu, ketergantungan masyarakat terhadap bahan bakar fosil dapat berkurang. Dengan ini, emisi karbon dan dampak negatifnya terhadap lingkungan dapat dikurangi. Terlebih, hal ini juga akan mengurangi biaya operasional PLTU sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan baru. Oleh karena itu, HRSG dapat meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia.
HRSG juga berkontribusi dalam terwujudnya Sustainable Development Goals atau SDGs. HRSG dapat menghasilkan listrik dengan menggunakan energi yang terbarukan. HRSG juga terbukti dapat mengurangi emisi karbon dan pencemaran lingkungan. Dengan ini, HRSG juga dapat mewujudkan poin 7 dan 11 dari SDGs yaitu "affordable and clean energy" dan "climate action". Hal ini dikarenakan HRSG dapat mengurangi biaya bahan bakar PLTU sekaligus memitigasi perubahan iklim yang ekstrim. Melalui ini, HRSG juga secara tidak langsung dapat berkontribusi dalam mewujudkan poin ke 11 dari SDGs yaitu "sustainables cities and communities". Sebab, HRSG bukan hanya sebuah inovasi teknologi yang penting, namun juga sebagai langkan nyata bagi kita untuk menuju masa depan dengan energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H