Sibolga merupakan salah satu daerah administratif yang ada di pantai barat Sumatra.Kota yang berluas  10 km ini memiliki salah satu bahasa daerah yang unik.Masyarakat disana menyebutnya sebagai bahasa baiko atau kita kenal bahasa pesisir.Bahasa ini memiliki kesamaan dengan yang ada di daerah minangkabau tetapi dengan logat batak toba.Beberapa persamaan yang dapat ditemukan seperti dalam adat pernikahan,ketika melamar dalam bahasa Minang yang kemudian disebut maminang,dan dalam bahasa baiko disebut maminang.
Dalam menyatakan bentuk seperti uang,dalam bahasa baiko disebut kepeng,dan dalam bahasa Toba disebut hepeng.Dan gadang serta ketek juga merupakan salah  satu kesamaan antara bahasa baiko dengan bahasa minang.Namun pada penggunaan bahasa baiko,nada penyampaiannya berintonasi kuat dikarenakan penggunaan irama batak toba.Pada penggunaanya bahasa pesisir lebih banyak berakhiran huruf "o" seperti mangapo(mengapa),barapo(berapa),iyo(iya).
Bahasa pesisir atau disebut bahasa baiko bisa ada di Sibolga dikarenakan. Pada tanggal 13 Maret 1815 pihak Inggris mengadakan suatu ikatan perjanjian persahabatan dengan Datuk-Datuk di Teluk Tapian Nauli dengan istilah "Batigo BadusanakI ". Dengan Raja Sibolga serta Datuk-Datuk yang berada di pulau-pulau kecil disekitar teluk Tapian Nauli yaitu pulau Poncan Ketek (kecil) dan Poncan Gadang (besar) yang saat itu tunduk di bawah kekuasaan Inggris dan disanalah Inggris mendirikan benteng dan pada tahun 1801 ditetapkan Jhon Prince sebagai residennya.
 Menurut Tengku Luckman Sinar bahwa dari hasil catatan riset seorang pembesar Belanda EB. Kielstra : dalam periode 1833 -- 1838 di Sibolga di huni penduduk segala etnis terutama orang Batak yang berasal dari wilayah Angkola yang mengungsi, dan setelah pusat pemerintahan asisten Resideni Tapanuli bertempat di sekitar Aek Doras. Sibolga menjadi ramai, meskipun di kelilingi oleh sawah dan rawa-rawa, penduduk suku Batak yang sudah beragama Islam ssudah menjadi "pesisir" dengan adat sendiri yang spesifik..Kemudian 1838 -- 1842 setelah Belanda membuka jalan dari Sibolga hingga Portibi (Tapanuli Selatan) dan pada saat itu Sumatera Barat sudah meningkat menjadi "Gouvernent" (provinsi) dan Tapanuli menjadi salah satu Residennya.
Pada tanggal 7 Desember 1842 ditetapkan Sibolga menjadi Ibukota Residen Tapanuli yang dipimpin oleh seorang Afdelinghoof (kepala daerah). Wilayah yang termasuk afdeling. Sibolga ialah : Sibolga, Tapian Nauli, Badiri, Sarudik, Tukka, Sai Ni Huta, dan pulau-pulau kecil didepan teluk Tapian Nauli, yang mana disetiap daerah dikepalai oleh seorang Districhoof (Demang). Hal ini juga yang mendorong para perantau dari Minang dan Pariaman untuk berdagang di Sibolga.Para perantau ini pun mulai berkomunikasi dengan dengan suku bangsa lainnya seperti Melayu,Batak,dn juga Aceh.
Dalam penggunaanya bahasa pesisir diapakai dalam kehidupan sehari-sehari dan mencakup seluruh aspek baik orang dewasa maupun anak-anak serta remaja. Dalam dunia pendidikan bahasa pesisir tidak digunakan sebagai bahasa pengantar dalam bentuk tulisan maupun lisan.Mereka diajarkan hanya sebatas kelas permulaan seperti kelas tiga atau empat.Hal ini dikarenakan buku yang ditulis dalam bahasa pesisir masih belum ada.Ini juga berpengaruh pada jumlah guru dan murid yang menguasai bahasa pesisir sibolga.
Sumber :
"Etnografi Umum Masyarakat Pesisir Sibolga".Andreas Pangaribuan.file:///C:/Users/Andreas%20Pangaribuan/Downloads/adoc.pub_bab-ii-etnografi-umum-masyarakat-pesisir-sibolga-t.pdf.(Diakses pada 10 Oktober 2022)D
Digilib unimed
http://digilib.unimed.ac.id/36512/8/8.%20NIM.%203153122008%20CHAPTER%20I.pdf
Wikipedia
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Pesisir
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H