Pandemic Covid 19 telah melumpuhkan berbagai kegiatan di seluruh dunia, termasuk kegiatan perekonomian. Berdasarkan worldmeter, kasus positif covid 19 di seluruh dunia pada 15 Juli 2020 Â sekitar 13. 445.299 orang didunia, korban yang sembuh sebanyak 7.831.200 pasien sedangkan yang meninggal sebanyak 580.230 orang. Angka kasus Covid di Indonesia sampai saat ini sudah sampai 78. 572 Â sedangkan yang sembuh 39.050 orang dan total akumulatif korban yang meninggal dunia sekitar 3.787 orang. Â Anggaran yang sudah dikeluarkan pemerintah hingga 15/07/2020 sebesar Rp 3,5 T untuk penanganan Gugus Covid 19 dan realisasi anggaran sebesar Rp 3,1 T atau 88,5% dari anggaran yang diberikan. Sedangkan Total anggaran pemerintah saat ini untuk penanganan pandemik secara keseluruhan adalah Rp 87,55 T dengan rincian Rp 3,5 T untuk gugus covid, tambahan belanja stimulus sebesar Rp 75 T,dan insentif perpajakan sebesar Rp 9,05 T. Melihat pendaanaan yang cukup besar Pemerintah Indonesia melakukan hutang baik dalam bentuk SBN dan pinjaman bersih pada semester 1 2020 sebesar Rp 421, 5 T. Akibat kondisi pandemik ini pemerintah melakukan banyak sekali mengeluarkan anggaran sedangkan penerimaan sangat sedikit akibat banyak sektor yang berhenti. Hal tersebut juga diperparah dengan hutang Indonesia yang terus meningkat sehingga akan sulit dalam pendanaan covid 19 kedepannya.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan pemerintah dalam pendanaan covid 19 tanpa meningkatkan hutang dan meningkatkan inflasi adalah dengan melakukan pencetakan uang dengan model MMT( Modern Monetery Theory ) yang dicetuskan oleh Warren Mosler . MMT  merupakan salah satu teori makroekonomi yang berisi  bahwa bank sentral dapat mencetak mata uang fiat, tanpa pertimbangan tradisional atas defisit atau risiko  inflasi. Selain itu juga, MMT menjelaskan bahwa  pemerintah dapat melakukan pencetakan  uang sebanyak yang dibutuhkan untuk mendorong ekonomi tumbuh, sektor UMKM yang terdampak, beban utang terdistorsi, dan penyediaan pekerjaan terpenuhi. Sistem uang fiat ini memberikan  kemungkina pemerintah mengontrol mata uang mereka sendiri. Inti dari teori ini adalah bahwa pencetakan uang tidak akan menyebabkan inflasi, defisit anggaran, maupun pengangguran karena pencetakan uang ini tidak digunakan untuk pembiayaan yang sifat tidak likuid dan tidak produktif tetapi digunakan untuk mendorong ekonomi ke sektor yang produktif seperti pengembangan UMKM, penciptaaan lapangan kerja dll. Mungkin teori ini dapat diimplementasikan pada kondisi Indonesia yang sedang terancam krisis akibat Covid 19
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H