"Menurut saya KPU DKI Jakarta masih mengalami kesulitan untuk menjaga data pribadi masyarakat," tandas Carlos.
Selain pencurian dan penyalahgunaan data, aksi-aksi diskriminasi di media sosial juga menjadi catatan menjelang Pilkada 2024. Hal itu sebagaimana disampaikan Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet, Hafizh Nabiyyin.
"Di media sosial ada beberapa kelompok yang mengalami diskriminasi contohnya perempuan dan minoritas gender. Ini menjadi catatan, karena SAFEnet berupaya untuk mendorong agar media sosial dapat menjadi ruang untuk berekspresi yang aman bagi semua pihak" kata Hafizh.
Hafizh juga menyampaikan, bahwa pemerintah dan perusahaan media sosial harus bisa melindungi kebebasan berekspresi dari masyarakat di dunia maya terutama menuju kontestasi Pilkada 2024.
"Perusahaan media sosial harus mampu meng-take down hoaks berbasis identitas dan hate speech yang berpotensi banyak beredar pada di Pilkada 2024. Di sisi lain, mereka juga harus aktif dalam melindungi kebebasan berekspresi masyarakat," pungkasnya.
Lebih lanjut dalam konteks teknologi informasi, dalam podcast tersebut turut menyinggung perihal Rancangan Undang-undang tentang Polri atau RUU Polri.
Hafizh dan Andaru pun menyatakan menolak RUU Polri, karena dinilai akan membatasi ruang berekspresi, merampas privasi, dan merenggut hak atas akses informasi masyarakat.
Sementara itu, Carlos menyampaikan bahwa lembaga super power pasti akan cenderung korup, sehingga harus ada pengawasan lebih kepada lembaga Polri pasca RUU Polri disahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H