Mohon tunggu...
Georgina Leticia S.M
Georgina Leticia S.M Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pariwisata Universitas Gadjah Mada

Saya memiliki ketertarikan tentang edukasi seputar pariwisata dan hospitalitas. Ketertarian saya terhadap edukasi ini didasari oleh minat saya dalam melakukan suatu perjalanan dan hal-hal yang mempengaruhi perjalanan saya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ekowisata sebagai Tonggak Pemberdayaan Mayarakat Pesisir : Hutan Mangrove Pandansari, Brebes

5 Desember 2022   00:20 Diperbarui: 5 Desember 2022   00:23 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ekowisata merupakan suatu perjalanan yang bertanggung jawab pada alam serta menerapkan prinsip-prisip ekowisata seperti melestarikan lingkungan, melindungi kesejahteraan masyarakat setempat dan melibatkan edukasi serta interpretasi dalam perjalanan wisatanya (The International Ecotourism Society 2015). 

Hutan mangrove adalah salah satu jenis ekowisata yang ada dan dilestarikan di Indonesia. Salah satu ekowisata Hutan Mangrove yang ada yaitu Ekowisata Hutan Mangrove Pandansari, terletak di Desa Kaliwlingi, Kecamatan Brebes, Provinsi Jawa Tengah dengan jarak lokasi destinasi ekowisata sekitar 15 km ke arah utara dari pusat Kota Brebes. Ekowisata hutan mangrove ini mulai dibuka untuk wisatawan umum sejak tahun 2016 dan mulai memperlihatkan kenaikan jumlah kunjungan semenjak tahun 2017. Kunjungan wisatawan tidak hanya berasal dari Kota Brebes saja, melainkan juga dari kota-kota selain Brebes seperti Jakarta, Yogyakarta, Semarang, bandung dan yang lainnya.

Secara geografis, Kota Brebes terletak di jalur pesisir pantai utara atau biasa disebut PANTURA sehingga sangat memungkinkan untuk memiliki potensi wisata pesisir. Sebelum adanya ekowisata hutan mangrove ini, sebagian besar profesi masyarakat lokal Desa Kaliwlingi merupakan seorang nelayan tambak. Tentu dengan wilayah pesisir yang merupakan kawasan mereka, masyarakat lokal dapat meraih keuntungan dan menjadikan nelayan tambak sebagai profesi utama mereka. 

Namun seiring berjalannya waktu, eksploitasi yang terus menerus dilakukan perlahan memunculkan abrasi dan membuat tambak milik masyarakat lokal tergenang air laut sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik lagi. Masyarakat sadar untuk kehidupan jangka panjang, pekerjaan menjadi nelayan tambak ini tidak mugkin akan diteruskan karena adanya dampak lingkungan yang cukup serius. Dengan adanya pemikiran ini, membuat masyarakat sadar bahwa pekerjaan mereka tentu harus berganti agar mampu menjamin kehidupan masyarakat desa Kaliwlingi. Dari nelayan tambak, masyarakat memikirkan pekerjaan apa yang mampu menguntungkan dan memberdayakan masyarakat Desa Kaliwlingi. Setelah adanya diskusi khusus dengan mempertimbangkan pesisir serta alam yang ada, akhirnya terbentuklah ide untuk menciptakan ekowisata hutan mangrove.

Seperti yang diketahui, mangrove merupakan jenis tumbuhan yang hidup di daerah perairan pasang surut dan terjamin berguna untuk mengurangi adanya abrasi. Mangrove juga memiliki nilai ekonomis yang baik seperti pemanfaatannya menjadi suatu atraksi dalam industri pariwisata. Tetapi apakah dengan adanya Ekowisata Hutan Mangrove Pandansari ini telah mampu memenuhi dan menjamin akan adanya pemberdayaan masyarakat jangka panjang?

Terdapat empat pilar utama menurut Hetzer :

  • Minimalisasi dampak lingkungan
  • Memperhatikan dampak minimum serta maksimum terhadap budaya lokal
  • Keuntungan ekonomi maksimum bagi masyarakat lokal
  • Kepuasan maksimum bagi wisatawan yang terlibat

Dalam poin kedua dan ketiga dituliskan bahwa pilar pariwisata melibatkan dan mengharapkan pelestarian budaya lokal serta keuntungan maksimum bagi masyarakat lokal. Dalam kegiatannya, Ekowisata Hutan Mangrove Pandansari melibatkan hampir seluruh masyarakat lokal sebagai pengelola dari ekowisata. Dengan adanya pelibatan masyarakat lokal ini, membuat adanya peningkatan kapasitas serta kesempatan kerja bagi masyarakat lokal Desa Kaliwlingi. 

Kesempatan kerjapun tidak hanya meningkat dalam waktu temporer tetapi dalam jangka panjang karena adanya regenerasi para pemuda-pemudi lokal Desa Kaliwlingi. Contoh dari kesempatan kerja yaitu pelibatan masyarakat lokal sebagai pengemudi perahu serta guide. Untuk berkeliling dan melihat secara jelas Hutan Mangrove Pandansari, tentunya wisatawan diharuskan untuk menaiki perahu. Pengemudi perahu tersebut merupakan beberapa warga lokal yang telah mengetahui rute perjalanan air serta dapat menunjukan wisatawan tentang mangrove-mangrove yang ada di sana. 

Perahu untuk menuju rute mangrove. Sumber : jadesta.kemenparekraf.go.id
Perahu untuk menuju rute mangrove. Sumber : jadesta.kemenparekraf.go.id

Dalam Ekowisata Hutan Mangrove Pandansari juga mendukung penuh adanya pembentukan kelompok sadar wisata atau biasa kita kenal dengan sebutan POKDARWIS. Pokdarwis yang dibentuk tentunya juga berisikan masyarakat lokal yang memiliki pengetahuan serta kemampuan untuk mendukung ekowisata di daerah Kaliwlingi. Terlibatnya masyarakat lokal sebagai pengelola membuat masyarakat lokal menjadi saling bekerja sama dan memiliki tanggung jawab dalam mengelola ekowisata.  

Selain terlibat sebagai pengelola, terdapat pemberdayaan lain yang dapat dilakukan masyarakat yang tidak ingin terlibat langsung sebagai pengelola ekowisata. Hal yang mampu dilakukan masyarakat lokal selain sebagai pegelola yaitu dapat bekerja sebagai penyedia akomodasi seperti rumah makan maupun warung-warung di sekitar objek hutan mangrove. Pengelola menyepakati bahwa mereka tidak menginzinkan warung-warung yang berjualan berasal dari pendatang karena mereka ingin mengedepankan dan memberdayakan warga lokal terlebih dahulu. 

Selain sebagai penyedia makanan serta minuman, beberapa masyarakat juga  menjual kerajinan-kerajinan yang diproduksi sendiri oleh masyarakat setempat dengan memasukan unsur budaya serta adat turun temurun. Kerajinan ini biasanya dilakukan oleh para perempuan lokal dengan menjual dan memproduksi kerajinan berupa souvenir maupun Batik mangrove. Adanya kerajinan ini juga menjadi salah satu upaya dalam menjaga kelestarian budaya lokal serta dapat dijual dan menjadikan kerajinan serta penjualan-penjulan lainnya sebagai mata pencaharian baru jika tidak ingin terlibat langsung sebagai pengelola ekowisata.

Adanya ekowisata ini menjadi sumber penghasilan dan jaminan jangka panjang bagi masyarakat lokal Desa Kaliwlingi. Selain sebagai mata pencaharian, ekowisata juga membuat masyarakat mampu melestarikan lingkungan di waktu yang bersamaan dan menjaga keaslian serta keberadaan ekosistem yang ada di pesisir. 

Dengan adanya mangrove mampu membantu mengurangi abrasi serta menjaga lingungan sekitar desa. Dengan adanya ekowisata, pemberdayaan masyarakat selain keuntungan ekonomi tetapi juga dalam bentuk kerjasama dengan pemerintah, stakeholders, serta pihak swasta  yang memberikan banyak dampak positif bagi masyarakat. 

Pemberdayaan dari pemerintah dapat dicontohkan sebagai adanya upaya untuk meningkatkan edukasi masyarakat tentang ekowisata dengan memberikan adanya pelatihan-pelatihan serta tunjangan agar mampu mengelola ekowisata dengan baik dan sesuai standart yang ada. Pelatihan-pelatihan tentu sangat membantu masyarakat lokal sebagai pengelola ekowisata hutan mangrove karena adanya latar belakang sebagai nelayan tambak membuat kebanyakan masyarakat tidak memiliki basic skill dalam lingkup pariwisata. Pelatihan-pelatihan ini dapat membantu mereka memperluas pengetahuan dan medapatkan informasi tentang bagaimana mengelola, menjaga, serta mempromosikan ekowisata hutan mangrove yang baik dan benar.

Ekowisata terbukti mampu memberdayakan masyarakat serta melindungi lingkungan secara bersamaan. Kesadaran masyarakat untuk membentuk ekowisata sebagai pemberdayaan jangka panjang merupakan pilihan yang tepat dengan melibatkan masyarakat itu sendiri sebagai pengelola dan pengurus destinasi. Kerja sama dan tanggung jawab oleh masyarakat tentu akan memunculkan inovasi-inovasi baru bagi Ekowisata Hutan Mangrove Pandansari agar terus berkembang dan mampu menciptakan hal-hal baru untuk kedepannya agar menarik perhatian pengunjung serta meningkatkan perekonomian masyarakat.

REFERENSI :

Nur Andina, Anisa. (2020). Strategi Pengembangan Ekowisata Hutan Mangrove Pandansari Kabupaten Brebes Untuk Mengurangi Kemiskinan. Jurnal Ilmiah Indonesia, 5 (7). Doi : http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v5i7.1457

Akhil & Kurniawan. (2021). Analisis Potensi Obyek Wisata Hutan Mangrove Pandansari Sebagai Eduwisata, 9 (1). Diakses di https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edugeo/article/view/47238/19113

Sukma, Fenti. (2022, Juni 5). Mangrove Brebes, Sejarah Hutan Mangrove yang Menjadi Wisata Brebes. Nativeindonesia. Diakses di https://www.nativeindonesia.com/mangrove-brebes/

Pangkey, Yopie. (2021, Agustus 3). Wisata Hutan Mangrove Pandansari di Brebes. Genpi Nasional. Diakses di https://genpi.id/hutan-mangrove-pandansari-di-brebes/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun