Kegiatan jurnalisme kini tidak hanya sebatas cetak dan penyiaran saja. Konsep multimedia menjadi kandidat kuat dalam pembangunan jurnalisme baru masa depan. Selain erat dikaitkan dengan multimedia, masa depan jurnalisme juga ditandai dengan berakhirnya fortress journalism. Fortress berarti 'benteng' yang memberi batas antara satu jurnalis dengan jurnalis lainnya. Fortress journalism dapat diartikan sebagai kegiatan jurnalisme yang justru memberi batas tinggi bagaikan benteng antar jurnalis, sehingga satu jurnalis akan selalu berusaha untuk menyaingi jurnalis lainnya.
Masa Depan Jurnalisme dan Kaitannya dengan Multimedia
Multimedia mengedepankan integrasi antara satu bentuk media dengan media lainnya. Semenjak mulai dikenal pada 1962, multimedia kini banyak diterapkan di berbagai berita. Satu paket berita dapat dinikmati dalam berbagai bentuk yang bersifat komplementer, misalnya audio, video, teks, gambar, dan grafis.
I believe 'multimedia' is the word we've come to use when describing photographers who make documentaries.
- Eric Maierson, 2006 --Â
Hal ini cukup bertolak belakang dengan MediaStorm yang menyebut diri mereka sebagai multimedia production studio. Semenjak itu, mereka mengganti sebutan itu dengan film production and interactive design studio. Produk-produk mereka umumnya berupa video dokumenter, misalnya "Crisis Guide: Iran".
Selain Eric Maierson, Robyn Tomlin (editor dari Thunderdome, bagian dari Digital First Media) juga menolak konsep multimedia sebagai masa depan jurnalisme. Ia menyatakan jika masa depan jurnalisme memiliki kecenderungan untuk lebih bergantung pada video dan interaktivitas.
I would say video and interactives.
- Robyn Tomlin --
Interaktivitas yang dimaksud oleh Robyn adalah data reporting, penerapan dari database, dan berbagai aplikasi berita yang membantu pembaca memahami informasi yang mereka dapatkan. Pembaca dapat berinteraksi langsung dengan produsen berita untuk memberi feedback.
Akan tetapi, multimedia pada nyatanya tetap menjadi perhatian dalam masa depan jurnalisme. Salah satu contoh project berbasis multimedia yang cukup mencuri perhatian adalah "Snow Fall", sebuah cerita digital yang diterbitkan oleh New York Times pada tahun 2012. Proyek yang banyak menuai pujian ini dibagi menjadi enam bagian.
"Snow Fall" merupakan gabungan antara cerita sepanjang 17.000 kata dengan video, animasi, grafik, peta, audio, dan slideshow foto-foto. Meskipun "Snow Fall" bukan digital story pertama yang mengusung konsep multimedia, kesuksesan "Snow Fall" cukup tinggi. Cerita ini berhasil memperoleh tiga juta penonton di hari kesepuluh setelah perilisannya.
Berakhirnya Fortress Journalism
Menurut Peter Horrocks (Director of BBC World Service pada Februari 2009), kebanyakan jurnalis tumbuh dengan mindset fortress journalism. Para jurnalis bekerja dengan batas yang tinggi antara satu jurnalis dan jurnalis lainnya. Mereka bekerja keras agar dapat bersaing dengan jurnalis lain dan mengalahkan mereka.
Pada masa penerapannya, fortress journalism mampu membuat para jurnalis bekerja keras. Setiap institusi media seakan dituntut untuk memiliki jurnalis dengan kemampuan handal. Persaingan antar media begitu ketat, sehingga mereka berlomba-lomba untuk menghasilkan berita terbaik. Pihak perusahaan media pun tidak segan untuk memberi pembelaan terhadap jurnalis mereka yang terkena masalah saat meliput berita di lapangan.
Konsep fortress journalism mulai berakhir ketika Internet based journalism mulai muncul. Model fortress journalism dinilai mahal sehingga banyak media mulai beralih menggunakan internet based journalism yang lebih cepat dan murah.Â
Jika fortress journalism dengan jelas dapat dikonsumsi menggunakan TV, radio, atau media cetak, internet based journalism dapat diakses dimanapun secara lebih praktis. Internet juga memiliki space lebih luas dan tak terbatas sehingga pembaca dapat mengakses banyak berita hanya dalam beberapa kali klik saja.
Hadirnya news aggregator juga semakin menarik minat masyarakat untuk mengonsumsi berita dari internet. Pengguna dapat memperoleh berita dari berbagai media melalui satu aplikasi atau website. Melalui internet, pengguna tidak hanya mampu bergantung pada satu jenis media saja, namun mereka dapat mencari berita dari media-media lain dengan mudah. Pengguna dapat dengan bebas menentukan pilihan mengenai jenis media atau media apa yang ingin mereka jadikan sumber informasi. Singkatnya, pengguna memiliki banyak preferensi sumber berita.
Internet based journalism pada akhirnya melahirkan konsep networked journalism. Setiap berita saling terintegrasi, terutama dengan hadirnya fitur hyperlink yang mempermudah pengguna untuk melakukan verifikasi kebenaran berita. Sehingga, para jurnalis kini berlomba-lomba untuk mengandalkan kedalaman data dalam berita yang mereka sajikan. Info tambahan mengenai berita tersebut biasanya diletakan di hyperlink yang terletak di kata kunci berita yang dimuat.
Mau tau lebih banyak? Klik di sini untuk mendengarkan versi podcast-nya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H