Mohon tunggu...
Gen Z Identity Crisis
Gen Z Identity Crisis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

PKM-RSH 2024

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Identitas dan Menangani Intoleransi Remaja melalui Penguatan Profil Pelajar Pancasila

20 Juli 2024   21:02 Diperbarui: 21 Juli 2024   11:42 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Universitas Bhayangkara Jakarta Raya mengumumkan peluncuran program kreativitas mahasiswa bertema "Analisis Dampak Penguatan Profil Pelajar Pancasila terhadap Perilaku Intoleransi Anak Remaja". Program ini bertujuan untuk menggali dampak dari implementasi nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan terhadap perilaku intoleransi di kalangan anak remaja.

Program ini diinisiasi sebagai upaya untuk merespons meningkatnya kasus intoleransi di kalangan remaja, yang sering kali dipengaruhi oleh ketidaktahuan atau kurangnya pemahaman terhadap nilai-nilai kebangsaan, seperti yang tercantum dalam Pancasila. Berdasarkan hasil analisis, dapat diidentifikasikan melalui survei kuesioner bahwa banyak pelajar mengalami kesulitan memahami dan menerima identitas diri mereka, serta melaporkan pengalaman negatif terkait intoleransi di lingkungan sosial mereka. 

Melalui analisis kurikulum, kurikulum sekolah saat ini kurang memberikan penekanan pada pemahaman tentang identitas diri dan toleransi, sehingga materi yang ada kurang efektif. Dari hasil observasi yang telah dilakukan, pelajar mengalami kesulitan dalam menerapkan sikap toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Observasi menunjukkan adanya diskriminasi dan kurangnya sikap saling menghargai terhadap perbedaan.

Salah satu inovasi utama dari program ini adalah pendekatan interdisipliner yang melibatkan mahasiswa dari berbagai fakultas, seperti Ilmu Pendidikan dan Teknik, untuk mengumpulkan dan menganalisis data dari berbagai perspektif. Metode penelitian yang digunakan mencakup survei terhadap siswa, wawancara mendalam dengan guru, siswa, serta orang tua.

Dr. Yohamintin, pembimbing tim penelitian program ini, menjelaskan bahwa "fokus utama kami bukan hanya pada pengukuran tingkat intoleransi di kalangan remaja, tetapi juga pada identifikasi faktor-faktor yang mendorong perilaku tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila telah rusak dalam pergaulan remaja di sekolah dalam beberapa aspek penting. Nilai-nilai ketuhanan mulai memudar karena banyak remaja yang kurang menghargai keanekaragaman agama dan keyakinan. Nilai-nilai kemanusiaan mulai memudar karena meningkatnya kasus-kasus yang mengikis empati di antara siswa. 

Solidaritas sering terabaikan karena kelompok eksklusif sering menyebabkan perpecahan. Nilai kerakyatan menurun karena siswa tidak terlibat dalam diskusi atau musyawarah di kelas. Terakhir, diskriminasi berdasarkan status sosial dan ekonomi adalah masalah besar bagi keadilan sosial. Dengan pemahaman yang lebih baik, kita dapat mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk membangun sikap inklusif dan mengurangi konflik sosial di sekolah."

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa faktor utama berkontribusi pada krisis identitas remaja dari perspektif intoleransi, termasuk pengaruh lingkungan sosial yang tidak mendukung keberagaman, media sosial yang sering menyebarkan konten negatif dan intoleran, serta kurangnya pemahaman nilai-nilai Pancasila di sekolah yang tidak menekankan sikap saling menghormati dan toleransi terhadap perbedaan. Orang tua kurang memberikan contoh yang baik dalam menghargai keberagaman, dan remaja sering menjadi lebih eksklusif dan intoleran karena berada dalam kelompok sebaya.

Hasil dari program ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi konkret kepada pemerintah dan institusi pendidikan mengenai cara meningkatkan pendidikan karakter yang berbasis nilai-nilai Pancasila. Selain itu, literasi urgensi nilai toleransi sangat penting dalam penguatan Pancasila untuk membentuk profil pelajar Pancasila. Literasi ini membantu siswa memahami dan menghargai keberagaman budaya, agama, dan suku bangsa yang ada di Indonesia, yang merupakan esensi dari nilai-nilai Pancasila. 

Dengan meningkatkan pemahaman tentang pentingnya toleransi, siswa dapat mengurangi potensi konflik dan memperkuat persatuan di lingkungan sekolah. Literasi toleransi mendorong sikap saling menghormati dan kerja sama, yang sejalan dengan semangat gotong royong dan keadilan sosial dalam Pancasila. Pendidikan yang menekankan toleransi membantu membentuk karakter siswa yang lebih inklusif, kritis, dan berpikiran terbuka, sehingga mereka dapat menjadi agen perubahan positif dalam masyarakat. Literasi urgensi nilai toleransi memperkuat komitmen siswa terhadap nilai-nilai Pancasila, menjadikan mereka pelajar yang berkarakter dan berintegritas.

Program ini merupakan contoh nyata dari komitmen Universitas Bhayangkara dalam mendukung pengembangan akademik dan sosial mahasiswa melalui penelitian terapan yang relevan dengan isu-isu kontemporer. Diharapkan, hasil dari program ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan pemahaman dan implementasi nilai-nilai Pancasila di kalangan generasi muda, untuk mewujudkan masyarakat yang lebih inklusif dan harmonis di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun