Pertama, Indonesia menjamu Vanuatu di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), stadion kebanggaan bangsa dengan status sebagai stadion berstandar internasional. SUGBK adalah salah satu stadion dengan fasilitas terbaik di Asia Pasifik bahkan dunia saat ini pasca direnovasi besar-besaran untuk penyelenggaraan Asian Games 2018. Ditilik secara historis, SUGBK juga termasuk stadion yang kaya akan nilai sejarah.
Sebenarnya Indonesia bisa saja menggelar laga itu di stadion lain. Dalam dua tahun terakhir, Indonesia justru sedang sering-seringnya menjamu lawan tanding pada laga persahabatan di stadion-stadion yang berada di luar wilayah DKI Jakarta seperti misalnya di Patriot Bekasi (Indonesia vs Mauritius pada 11 September 2018), di Wibawa Mukti Cikarang (Indonesia vs Myanmar pada 10 Oktober 2018 dan vs Hong Kong pada 16 Oktober 2018) atau bahkan di Maguwoharjo Sleman (Indonesia vs Puerto Rico pada 13 Juni 2017).
Dengan dipertandingkan di SUGBK, Indonesia menunjukkan bagaimana nilai penting dari laga persahabatan tersebut. Narasi bahwa Indonesia memandang Vanuatu sebagai tamu yang dihormati pun tersiratkan pada gestur ini. Meskipun dari negara kecil dengan prestasi sepak bola yang tidak mengkilap, para pemain Vanuatu tetap diberi 'gelaran karpet merah' untuk mencicipi bermain di arena semegah SUGBK.
Kedua, Indonesia juga sepertinya ingin menunjukkan kepada Vanuatu terkait peran signifikan para pemain dari ras Melanesia di dunia olahraga Tanah Air.Â
Selama ini, Vanuatu kerap menuduh bahwa saudara mereka sesama ras Melanesia terutama masyarakat Papua di Indonesia tidak bisa mengekpresikan diri, tidak difasilitasi untuk maju meraih penghidupan lebih baik dan juga sering didiskriminasi dibandingkan suku-suku lain di Indonesia.
Padahal kenyataannya banyak bintang sepakbola Indonesia yang lahir di Papua, mulai dari Rully Nere, Ellie Aiboy, Eduard Ivakdalam, Christian Warobay, Titus Bonai, Oktavianus Maniani hingga Boaz Solossa yang paling terkenal dan berkali-kali menyandang ban kapten timnas Indonesia. Bakat-bakat dari tanah Papua tidak pernah berhenti mewarnai perjalanan perjuangan Indonesia meraih prestasi sepakbola.
Di liga Indonesia, klub sepak bola dari Provinsi Papua yaitu Persipura Jayapura merupakan salah satu tim tangguh yang sudah banyak meraih gelar juara tingkat nasional. Persipura Jayapura juga beberapa kali mewakili Indonesia di Liga Champion Asia dan Piala AFC.
Di timnas Indonesia yang saat ini dilatih oleh Simon McMenemy terdapat empat pemain dari Papua yaitu Ruben Sanadi, Rudolof Basna, Arthur Bonai dan Yustinus Pae. Mereka masuk dalam skuad Indonesia untuk melawan Yordania dan Vanuatu. Selain mereka, ada ratusan pemain berdarah Papua yang berstatus sebagai pemain sepak bola profesional dan bertanding di liga nasional.
Jika berbicara tentang ras Melanesia, maka sesungguhnya bukan hanya orang Papua yang secara genetik masuk dalam kategori ini, melainkan juga orang Maluku dan Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu, Rizky Pora dan Ramdani Lestaluhu yang berasal dari Maluku juga menjadi representasi pemain dengan ras Melanesia di timnas Indonesia saat ini.
Pertandingan Indonesia vs Vanuatu diharapkan dapat memberikan tambahan pemahaman pada Vanuatu bahwa orang-orang ras Melanesia dari Papua, Maluku dan Nusa Tenggara Timur bukan warga kelas dua di Indonesia. Menjadi olahragawan berprestasi dengan penghasilan berkecukupan sehingga mampu menyejahterakan keluarga adalah salah satu contoh sukses mereka.
Narasi-narasi simpel namun diharapkan memberi efek pembeda tersebut tentu akan tersampaikan melalui medium pertandingan sepak bola semacam ini. Publikasi tentang tim Vanuatu yang bertanding di Jakarta banyak diberitakan oleh media di negara tersebut. Apalagi, sepakbola adalah olahraga populer yang punya banyak peminat juga disana.