Kevin Sanjaya Sukamuljo dan Marcus Fernaldi Gideon kembali juara. Pasangan ganda putra peringkat 1 dunia ini memenangkan Hong Kong Open Super 500 setelah mengandaskan perlawanan Takeshi Kamura/Keigo Sonoda dari Jepang dalam dua set langsung 21-13 dan 21-12. Mereka mampu mendominasi semua lini permainan dalam pertandingan yang berdurasi singkat, hanya 35 menit.
Dengan raihan gelar kedelapan dalam Badminton World Federation (BWF) World Tour ini, mereka menahbiskan diri sebagai pemain ganda putra terbaik sekaligus paling konsisten tahun ini. Ditambah dengan perolehan medali emas Asian Games 2018, maka wajar bila semua orang menyebut Kevin/Marcus sebagai fenomena bulutangkis dunia. Tak tertandingi dan selalu haus prestasi.
Namun di sisi lain, tren prestasi bulutangkis Indonesia yang bertumpu pada Kevin/Marcus dalam dua tahun terakhir ini juga berbahaya dan patut diwaspadai.
Dering alarm bahaya untuk Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PSBI) selaku induk olahraga bulutangkis di Indonesia pun semakin kencang menjelang berakhirnya tahun 2018 dan segera disusul oleh dibukanya tirai kalender bulutangkis dunia di tahun 2019.Â
Lalu apa bahaya yang disampaikan oleh dering alarm itu?
Pertama, bahaya ketidakseimbangan skuad Indonesia untuk Piala Sudirman 2019
Seperti di tiap tahun ganjil sebelumnya, Piala Sudirman akan hadir kembali pada bulan Mei tahun 2019. Kejuaraan yang nama trofinya diambil dari nama Dick Sudirman, salah satu tokoh bulutangkis dunia dari Indonesia ini mempertandingkan beregu campuran.Â
Hal itu berarti akan ada lima nomor (tunggal putra, tunggal putri, ganda putra, ganda putri, dan ganda campuran) dalam setiap pertandingan antara dua negara.
Dengan demikian, maka keberhasilan suatu negara di Piala Sudirman akan ditentukan dari seberapa sepadan kualitas pemain di semua nomor. Setiap negara pasti punya pemain di nomor unggulan yang bakal menjadi sumber utama perolehan angka. Namun pemain di empat nomor yang lain tidak boleh terlalu jauh kompetensinya dari si jagoan.
Agar dapat menang 4-1 atau setidaknya 3-2 dari lawan, Indonesia butuh kekuatan tangguh di minimal dua nomor lainnya. Hal ini yang akan menjadi bahaya besar bila tidak segera disiapkan oleh PBSI dari awal tahun.Â
Potensi kekuatan bisa datang dari tunggal putra (Anthony Ginting, Jonatan Christie) dan ganda putri (Greysia Polii/Apriyani Rahayu). Tim pelatih perlu merancang pola latihan dan strategi pertandingan yang tepat agar pemain-pemain ini bisa menyumbang poin penting.Â
Hal itu terutama saat berhadapan dengan lawan bebuyutan berperingkat lebih tinggi dan unggul head-to-head dari mereka seperti para ganda putri Jepang atau Kento Momota dan Shi Yuqi.
Ganda campuran masih dalam proses mencari pengganti yang tangguh untuk Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir. Semoga saja Hafis Faisal/Gloria Widjaja dan Praveen Jordan/Melati Oktovianti bisa tampil lebih menggigit tahun depan. Di tahun ini, prestasi mereka tidak buruk namun juga belum istimewa.
Hal yang sama dengan nomor tunggal putri yang punya harapan baru dengan mencuatnya Gregoria Mariska Tunjung dalam dua bulan terakhir. Meskipun sudah duduk di peringkat lima belas besar dunia, Gregoria masih punya pekerjaan rumah yang menumpuk agar bisa menembus persaingan tunggal putri dunia yang sangat sengit.
Dengan peta percaturan bulutangkis yang makin kompetitif saat ini, PBSI wajib segera mendorong sektor lain agar bisa digdaya seperti ganda putra jika ingin pulang dari Nanning dengan kalungan medali tahun depan. Ingat, bukan hanya Tiongkok dan Jepang saja ancamannya tapi juga Denmark, Thailand dan Taipei.
Kedua, bahaya kegagalan dalam kualifikasi menuju Olimpiade Tokyo 2020
Meskipun ajang olahraga terbesar di dunia, Olimpiade baru akan diselenggarakan tahun 2020, namun Road to Tokyo, sebutan untuk proses kualifikasi pemain yang berhak tampil disana sudah dimulai pada tahun 2019. Prosesnya pun berlangsung panjang yaitu dari 29 April 2019 hingga 26 April 2020.
Total kuota sebanyak 172 pemain akan diperebutkan oleh seluruh negara anggota BWF. Nama-nama pemain yang lolos akan ditentukan berdasarkan peringkat dunia yang dirilis oleh BWF pada 30 April 2020. Indonesia sejak awal sudah menargetkan untuk meraih kuota maksimum yaitu meloloskan masing-masing dua pemain untuk setiap nomor ke Tokyo 2020.
Persyaratan agar suatu negara dapat diwakili oleh dua orang/pasangan di tiap nomor itu lumayan berat. Bagi nomor tunggal (putra dan putri), dua orang pemain dari negara tersebut harus ada di 16 besar peringkat dunia.Â
Hal lebih berat lagi di nomor ganda (putra, putri dan campuran) karena dua pasangan dari negara tersebut wajib bercokol di 8 besar peringkat dunia bila ingin keduanya mentas di Musashino Forest Sport Plaza Tokyo.
Apa keuntungannya bila punya dua jagoan di masing-masing nomor? Tentu saja itu akan menambah peluang mendapat medali karena bila satu orang/pasangan kalah maka masih ada lainnya yang bersaing ke babak selanjutnya.Â
Adanya dua jagoan juga akan membantu untuk saling bahu-membahu mengalahkan unggulan dari negara lain agar jalan ke podium juara jadi lebih ringan.
Untuk mencapai target meloloskan dua orang/pasangan itu, maka kekuatan semua pemain harus merata dan konsisten di semua turnamen yang berlangsung dalam periode kualifikasi. Bukan berarti si pemain harus ikut semua turnamen, namun mereka wajib memaksimalkan peluang mendulang poin sebanyak mungkin untuk mendongkrak peringkat dunia mereka. Jika kalah di suatu turnamen, setidaknya itu terjadi di babak perempatfinal.
Hal itu tentu sangat jauh dari harapan. PBSI perlu kerja keras tahun depan untuk meningkatkan peringkat pemain-pemain andalan di semua nomor.
Semoga saja PBSI bisa segera membenahi kekurangan yang ada di tahun ini agar dua bahaya yang disebutkan di atas tidak benar-benar terjadi. Alarm sudah berbunyi dan itu berarti PBSI sudah diingatkan. Semoga saja PBSI tidak sampai "terlambat bangun" untuk segera mematikan alarm tersebut.
Salam bulutangkis!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H