Mohon tunggu...
Gentur Adiutama
Gentur Adiutama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Pecinta bulutangkis dan pengagum kebudayaan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mengungkap 5 Persepsi Buruk terhadap PNS

8 Oktober 2018   09:39 Diperbarui: 9 Oktober 2018   13:41 4774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa minggu terakhir, pengumuman penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) menjadi informasi yang banyak dibahas di media massa dan media sosial Tanah Air. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mengungkapkan pemerintah akan membuka sebanyak 238.015 formasi.

Dengan formasi sebanyak 51.271 di pemerintah pusat dan 186.744 di pemerintah daerah, angkatan kerja berusia paling rendah 18 tahun dan paling tinggi 35 tahun memiliki harapan yang besar untuk bisa diterima sebagai CPNS tahun ini.

Antusiasme itu tercermin dari 'serbuan' jutaan orang ke portal pendaftaran CPNS yang terintegrasi secara nasional sscn.bkn.go.idseminggu terakhir.

Tes CPNS. Foto: Tribunnews.
Tes CPNS. Foto: Tribunnews.
Meskipun pekerjaan sebagai PNS masih menjadi idaman bagi masyarakat, namun persepsi buruk orang Indonesia terhadap PNS tidak pernah hilang. Persepsi itu makin sering diangkat jadi topik pembicaraan hangat saat masa-masa pendaftaran CPNS seperti sekarang.

Apakah persepsi itu benar? Tidak semua yang disangka orang kepada PNS itu sesuai dengan kenyataan yang ada saat ini. Dalam satu dasawarsa terakhir, pemerintah giat menerapkan kebijakan reformasi birokrasi untuk membenahi sistem kerja di kementerian, lembaga negara dan instansi pemerintah di daerah.

Sayangnya, informasi detail tentang reformasi birokrasi itu masih belum banyak diberitakan secara luas sehingga tidak salah bila masyarakat kita belum bisa 'move on' dari persepsi buruk yang sudah kadung mengendap di pikiran mereka sejak bertahun-tahun lamanya.

Oleh karena itu, penulis mencoba mengungkap lima persepsi buruk terhadap PNS yang paling banyak dibahas oleh masyarakat dan bagaimana kondisinya saat ini.

Satu, PNS masuk dan pulang kantor sesuka hati.

PNS bisa kerja dengan jam yang longgar. Pagi-pagi boleh datang terlambat karena mengantar anak ke sekolah dulu. Lalu sorenya bisa pulang setelah waktu sholat ashar agar sampai di rumah lebih awal dan terhindar dari macet.

Model jam kerja PNS seperti ini mungkin banyak dijumpai di masa lalu. Namun sekarang hal ini sudah berubah seiring dengan peningkatan kedisiplinan PNS sebagai salah satu pilar reformasi birokrasi. 

PNS di kementerian diwajibkan sudah hadir di kantor pada pukul 07.30 dan diizinkan pulang paling cepat pukul 16.00. Beberapa lembaga punya variasi waktu yang berbeda namun durasi kerja tetap 7,5 jam per hari dan 37,5 jam per minggu untuk sistem 5 hari kerja.

Presensi dengan sidik jari. Foto: skmamanat.com.
Presensi dengan sidik jari. Foto: skmamanat.com.
Jam kerja itu diimplementasikan dengan tegas melalui mekanisme presensi sidik jari atau identifikasi wajah di masing-masing satuan kerja. Keterlambatan atau ketidakhadiran tanpa keterangan akan dikenai sanksi sesuai Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 23 Tahun 2017.

Jika PNS terlambat kurang dari 30 menit, maka ia akan menerima pemotongan tunjangan kinerja bulan berikutnya sebesar 0,5%. Bila keterlambatan di atas 61 menit, maka potongannya meningkat menjadi 1,5%. Bila telat berhari-hari, maka potongan itu akan terakumulasi.

Sementara itu, bila seorang PNS tidak hadir tanpa keterangan atau dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh pimpinan, maka ia harus bersiap kena potongan sejumlah 5%.

Dengan adanya sanksi tersebut, maka PNS tidak bisa seenaknya sendiri menentukan kapan ia bisa tiba di kantor dan meninggalkan kantor. Sanksi tersebut cukup efektif mendisiplinkan PNS karena menyasar pada tunjangan kinerja yang secara umum nominalnya lebih besar dibandingkan gaji pokok PNS. 

Dua, PNS bekerja tanpa ada target.

Jadi PNS tidak akan stress karena pekerjaan. Datang ke kantor lalu sarapan dulu sambil baca koran pagi. Lanjut ngobrol-ngobrol santai membahas gossip terbaru. Kemudian PNS baru mulai bekerja. Jika pekerjaan tidak selesai, tidak akan dimarahi pimpinan.

Itulah sekelumit persepsi tentang kinerja PNS yang dianggap 'kurang berisi' oleh sebagian masyarakat. Mungkin masih ada segelintir orang yang punya etika kerja seburuk itu, namun tentu tidak bisa digeneralisasi kepada semua PNS.

Reformasi birokrasi kini membuat ritme kinerja PNS tidak beda jauh dengan di perusahaan swasta.

Setiap PNS memiliki target dalam setiap pekerjaannya. Foto: Ditjen Kebudayaan Kemdikbud.
Setiap PNS memiliki target dalam setiap pekerjaannya. Foto: Ditjen Kebudayaan Kemdikbud.
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS. Dengan peraturan ini, pencapaian kinerja PNS diukur dengan dua instrument yaitu Sasaran Kerja Pegawai (SKP) dan Laporan Perilaku Pegawai.

Setiap PNS wajib menyusun SKP berdasarkan rencana kerja tahunan instansi masing-masing. SKP memuat tugas dan target yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu.

SKP yang telah disusun oleh PNS per bulan dan per tahun kan dinilai oleh pimpinan langsung masing-masing dan diukur dengan dokumen-dokumen yang mampu menjustifikasi pencapaian kerjanya. 

Selain itu, pimpinan juga akan memberikan penilaian pada perilaku pegawai yang menjadi bawahannya. Perilaku kerja mencakup 6 aspek yaitu orientasi pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, kerjasama dan kepemimpinan.

Kombinasi SKP dan Laporan Perilaku Pegawai akan berupa nilai. Bagaimana jika PNS itu malas-malasan dan tidak mampu bekerja sesuai target dalam SKP? Pimpinan dapat memberikan nilai yang buruk dan itu lagi-lagi berdampak pada penerimaan tunjangan kinerjanya. Jika nilai SKP yang buruk itu berlangsung secara kontinu, maka PNS dapat dijatuhi hukuman kedisiplinan yang lebih berat.

Tiga, PNS menghambur-hamburkan uang negara.

Banyak PNS yang kegiatannya tidak efektif dan hanya menghambur-hamburkan APBN tanpa memberi manfaat bagi masyarakat. Bahkan uangnya bisa jadi ada yang masuk ke kantong pribadi masing-masing.

Permasalahan APBN yang dikelola oleh PNS selalu menjadi persepsi klasik yang seolah tak lekang oleh zaman. PNS dianggap dapat dengan mudahnya menyelewengkan kewenangan terkait keuangan. Menyadari akan kerawanan isu ini, maka pemerintah telah membenahi sistem pengelolaan APBN oleh PNS, baik di pusat maupun daerah.

Kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh APBN diaudit dengan ketat laporan keuangannya. Foto: Ditjen Kebudayaan Kemdikbud.
Kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh APBN diaudit dengan ketat laporan keuangannya. Foto: Ditjen Kebudayaan Kemdikbud.
Pembelanjaan untuk kegiatan dengan menggunakan APBN sudah diatur secara baku melalui peraturan menteri keuangan. Terdapat standar biaya masukan (SBM) yang harus dipatuhi, mulai dari besar biaya hotel, tiket, uang harian, pembelian barang/jasa, dan lain-lain. Apabila PNS melakukan pembelanjaan barang/jasa dengan nominal yang melebihi SBM, maka yang bersangkutan diwajibkan untuk mengembalikannya ke kas negara.

Dalam setiap kegiatan atau pembelanjaan yang menggunakan APBN, PNS diwajibkan untuk membuat laporan pelaksanaan, baik itu terkait substansi maupun keuangannya. Laporannya tidak bisa sembarangan karena ada struktur dan ketentuan yang harus dipenuhi. Selain oleh pimpinan, laporan itu juga diperiksa oleh auditor dari inspektorat jenderal dan badan pemeriksa keuangan (BPK).

PNS juga tidak bisa asal membuat kegiatan dan menganggarkan pembiayaan. Kegiatan-kegiatan di kementerian/lembaga negara itu disusun sesuai rencana strategis yang telah ditetapkan dan sesuai kajian yang dilakukan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Setiap kegiatan ada output yang harus dicapai dan dipertanggung jawabkan oleh pimpinan.

Empat, PNS tidak bisa tampil kekinian

Jadi PNS itu kuno, dari hari Senin sampai Jumat harus pakai seragam. PNS juga tidak bisa mengekpresikan diri dengan bebas karena terikat oleh banyak aturan penampilan.

Persepsi ini tidak sepenuhnya salah karena memang PNS diharapkan dapat memiliki penampilan yang rapi saat bekerja melayani masyarakat dan bertugas sebagai abdi negara. Berpenampilan rapi adalah bagian dari etika kerja dan kepatutan. Aturan ini juga sudah disampaikan oleh pimpinan masing-masing instansi dan disetujui oleh para PNS sejak awal mereka bekerja.

Para PNS Kementerian Luar Negeri. Foto: jsamodra
Para PNS Kementerian Luar Negeri. Foto: jsamodra
Meskipun demikian, aturan seragam PNS saat ini tidak sekuno dulu. Tetap ada ruang bagi para PNS yang ingin tampil fashionable dengan gaya berjilbab terbaru atau dengan model busana batik yang kekinian.

Biasanya, ada juga sekurangnya 1 hari dalam seminggu dimana PNS boleh memakai pakaian bebas rapi. Hal itu boleh sepanjang tetap mengenakan pakaian berkerah, tertutup pada bagian dada dan punggung dan tidak terlalu ketat.

Bagaimana dengan rambut gondrong, tattoo atau tindik? Hal itu tentu tidak diperbolehkan sama sekali karena tidak sesuai dengan nilai kepatutan yang dianut oleh masyarakat kebanyakan. Bagi orang-orang yang keberatan untuk meninggalkan dandanan itu dan ingin tampil ekspresif, maka pekerjaan sebagai PNS sepertinya tidak tepat bagi mereka.

Lima, PNS tidak bisa mengembangkan diri.

PNS itu pekerjaannya bersifat rutin dan statis. Karena itu, maka PNS itu kemampuannya tidak meningkat dibandingkan para pegawai di perusahaan swasta. Sayang sekali kalo anak muda yang pandai bekerja sebagai PNS karena tidak bisa mengembangkan diri.

Persepsi ini salah besar di era PNS jaman now yang telah bertransformasi sesuai kebijakan reformasi birokrasi. Pekerjaan sebagai PNS justru adalah salah satu yang paling menuntut adanya peningkatan kemampuan secara berkala. Selain itu, pemerintah menuntut PNS masa kini harus bisa multi talenta. Tidak hanya mahir dalam pekerjaan birokratis namun juga handal di urusan teknis.

Pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh PNS memang rata-rata bersifat rutin, namun bukan berarti statis. Pelayanan itu harus selalu ditingkatkan kualitasnya agar lebih efisien dan memberi kepuasan bagi masyarakat. Maka, para PNS yang bertugas dalam unit pelayanan pun secara bergiliran akan diikutkan program-program pelatihan, baik di dalam maupun luar negeri.

Peningkatan pelayanan oleh instansi pemerintah juga berarti pengembangan diri PNS. Foto: Liputan6
Peningkatan pelayanan oleh instansi pemerintah juga berarti pengembangan diri PNS. Foto: Liputan6
Pemerintah memiliki banyak program pelatihan yang bertujuan untuk penguatan kapasitas PNS baik yang diselenggarakan oleh masing-masing kementerian, antar-kementerian, maupun kerjasama dengan negara-negara mitra.

Di sejumlah kementerian, program pelatihan itu bahkan sifatnya wajib diikuti dan PNS bisa dikenai sanksi bila menolak mengikuti pelatihan.

Bagaimana dengan para PNS yang bekerja sebagai analis, penyusun data, pengolah data dan lainnya yang tidak bertugas dalam unit pelayanan masyarakat? Program pengembangan diri bagi mereka pun tak kalah masif.

Ada beraneka pendidikan dan pelatihan (diklat) yang rutin diselenggarakan oleh kementerian dan lembaga negara. Selain itu, program magang untuk belajar dari instansi lain di dalam dan luar negeri juga semakin sering diadakan.

Sekarang tidak ada lagi PNS yang kemampuannya itu-itu saja. Oleh karena itu, tak heran bila sekarang para lulusan cumlaude dari universitas ternama di Indonesia dan juga masters dari kampus-kampus luar negeri semakin tertarik bekerja untuk pemerintah karena PNS kini berprinsip 'never ending learning process'.

Demikianlah lima persepsi buruk terhadap PNS yang saat ini masih hinggap di pikiran banyak masyarakat Indonesia. Penulis berharap persepsi-persepsi itu satu per satu akan gugur seiring dengan pembenahan yang dilakukan pemerintah terhadap kinerja PNS.

Bagi teman-teman yang ingin mendaftar sebagai PNS namun masih galau karena salah satu persepsi di atas, hilangkanlah keraguan itu. Mari bersama-sama mengabdi kepada negara sebagai PNS yang berintegritas!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun