Setiap "pulang kampung" pasti akan menciptakan momen yang berkesan, baik bagi mereka yang pulang maupun yang menjadi tempat berpulang. Tak terkecuali pada peristiwa yang akan terjadi untuk pertama kalinya dalam sejarah ini. Kelompok gamelan dari empat benua akan "pulang kampung" ke Solo, Jawa Tengah dalam rangka Festival Gamelan Internasional 2018.
Peristiwa kebudayaan yang akan berlangsung selama satu pekan sejak tanggal 9 hingga 15 Agustus 2018 ini ide dan konsepnya sudah mulai dibahas sejak setahun lalu. Kota Solo ditentukan sebagai tuan rumah karena kekayaan dan kekuatan budaya gamelan yang dimiliki. Beraneka macam kegiatan yang berhubungan dengan gamelan siap diselenggarakan.
Dengan agenda kegiatan yang meliputi pertunjukan, konferensi, pameran, pemutaran film, anjangsana situs dan bahkan penerbitan buku, festival ini digadang-gadang akan menjadi festival gamelan terbesar yang pernah ada di Indonesia. Festival ini terlaksana dengan dukungan penuh dari Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang bekerjasama dengan pemerintah kota Solo, Institut Seni Indonesia Surakarta dan Universitas Negeri Solo.
Dari Asia, terdapat lima kelompok yang akan mudik ke Solo minggu ini yaitu Gamelan Lambangsari (Jepang), Karawitan Prasanmitr - Srinakharinwirot University (Thailand), Faculty of Music Gamelan Club - Universiti Teknologi MARA (Malaysia), Sanggar Kirana (Malaysia) dan Gamelan Singa Murti (Singapura).
Dari Amerika Serikat nun jauh di seberang Samudera Pasifik, akan datang enam grup gamelan dari empat kota yang berbeda. Mereka adalah Sanggar Manik Galih (Colorado), Wesleyan Gamelan Ensemble (Washington), Kelompok Ronald Kuivila (Washington), Kelompok Paula Matthusen (Washington), Kelompok Sean Hayward (Los Angeles) dan Gamelan Sari Raras (California).
Benua Eropa bakal punya perwakilan terbanyak di festival ini dengan kehadiran tujuh kelompok gamelan. Siswa Sukra dari Inggris yang tahun lalu melakukan tur muhibah budaya ke Jawa Tengah dan Yogyakarta kembali datang ke Indonesia. Negeri Ratu Elizabeth itu juga akan diwakili oleh Southbank Gamelan Players dan Kanda Buwana.
Gamelan Carimakan bakal menjadi satu-satunya peserta yang datang mewakili Benua Oceania. Kelompok yang berbasis di kota Perth, Australia ini dipimpin oleh Mike Burns yang merupakan seorang pakar gamelan dari Negeri Kangguru itu.
Kehadiran sembilan belas kelompok gamelan ini memiliki makna yang spesial, ditilik dari segi promosi dan pelestarian gamelan yang merupakan salah satu identitas budaya Indonesia. Terlebih lagi mereka datang ke Indonesia dengan membayar sendiri biaya tiket perjalanannya. Barulah setelah tiba di Solo, akomodasi dan transportasi lokal selama festival akan ditanggung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Dari sisi promosi, kehadiran kelompok gamelan dari empat benua ini membuktikan bahwa budaya gamelan telah tersebar luas ke seluruh penjuru dunia dan diterima oleh berbagai bangsa. Patut dicatat juga bahwa sembilan belas kelompok ini hanyalah perwakilan saja. Jika didata jumlah grup atau komunitas di luar negeri yang aktif berkiprah di dunia gamelan, maka jumlahnya mencapai ratusan.
Dekade demi dekade berlalu seiring makin banyaknya para ahli dan praktisi musik mempelajari gamelan dan memainkannya bersama dengan kelompok mereka di negara asal. Studi tentang gamelan yang termasuk dalam ranah etnomusikologi berkembang pesat di sejumlah negara khususnya di Eropa. Mereka berdatangan ke Indonesia untuk belajar langsung ke kampus dan sanggar di Solo, Yogyakarta, Bali, dan lain-lain.
Melalui berbagai program beasiswa seperti Darmasiswa dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Beasiswa Seni Budaya Indonesia (BSBI) dari Kementerian Luar Negeri atau beasiswa-beasiswa lainnya dari pemerintah negara asalnya, jumlah mahasiswa asing yang ikut pembelajaran gamelan di Indonesia meningkat tajam. Belajar gamelan di negeri asalnya membuat mereka kian tekun dan mahir memainkan alat musik tradisional ini.
Kini mereka "pulang kampung" ke tanah dimana gamelan yang mereka tabuh itu berasal. Festival Gamelan Internasional diharapkan mampu menjadi ajang silaturahmi di antara para pelaku gamelan seluruh dunia. Bagi sebagian besar dari mereka, ini akan menjadi pertemuan yang pertama dengan rekan-rekan yang sama-sama berkecimpung di dunia seni musik gamelan.
Silaturahmi yang terjadi melalui momen "pulang kampung" ke Solo ini membuka peluang adanya kolaborasi di antara seniman gamelan lintas bangsa itu. Kolaborasi dapat berupa undangan untuk tampil di festival di negara lain, produksi karya secara bersama, dan lain-lain. Hal tersebut pada akhirnya akan bermuara pada makin menggaungnya gamelan di seluruh dunia.
Saat ini hampir di seluruh sekolah negeri di Solo dan kota-kota sekitarnya seperti Yogyakarta, Klaten, Boyolali, dll mengajarkan gamelan sebagai bagian dari muatan lokal atau ekstra kurikuler. Terdapat juga banyak sanggar gamelan di berbagai kota di Jawa Tengah.Â
Dalam acara festival di Solo baik saat pre-event maupun pelaksanaan utama, sekolah-sekolah dan sanggar-sanggar itu sudah dilibatkan. Memberikan kesempatan bagi para seniman muda untuk turut terlibat dalam festival gamelan berskala internasional ini akan menambah pengalaman mereka.Â
Di samping itu, mereka juga bakal banyak belajar dengan menyaksikan langsung bagaimana karya-karya para seniman maestro seperti Rahayu Supanggah, Djaduk Ferianto, I Wayan Gde Yudane, Â AL Suwardi dan Sumarsam ditampilkan.
Bila mereka-mereka yang bukan orang Indonesia saja bisa sedemikian bersemangatnya dalam bermain gamelan, maka tentu kita harus lebih dari mereka.
Jadi, ayo ke Solo untuk menyambut "pulang kampungnya" teman-teman pelaku dan pecinta gamelan dari empat benua!
Salam budaya!