Kedua, terkait internet. Seperti yang sudah diketahui oleh semua orang, Tiongkok memiliki peraturan sensor internet yang ketat. Hal ini terkait dengan kebijakan pemerintah Tiongkok melindungi masyarakatnya dari infiltrasi ideologi atau budaya dari Barat. Ada kepentingan politis dari pemerintah supaya masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh isu-isu seperti demokrasi, hak asasi manusia, dan lain-lain.
Sejak sebelum berangkat, penulis sudah siap untuk tidak bisa mengakses media sosial seperti Facebook, Twitter dan Instagram saat transit di Tiongkok. Situs mesin pencari seperti Google juga termasuk dalam daftar situs yang dilarang di Tiongkok. Beberapa situs berita internasional tak luput kena sensor.
Namun sesampainya disana, penulis dibuat kaget karena ternyata Whatsapp pun juga diblokir. Hal ini sungguh di luar dugaan karena tidak banyak pemberitaan tentang sensor Whatsapp di Tiongkok.Â
Bagi banyak traveller khususnya yang berasal dari Indonesia, Whatsapp sangat penting karena sudah menjadi media komunikasi yang primer. Melalui aplikasi chat ini, orang-orang dapat memberi kabar pada keluarga dan teman-temannya bahwa mereka sudah tiba di bandara transit dan akan melanjutkan ke penerbangan berikutnya.
Caranya cukup dengan mendatangi mesin tiket wifi yang tersebar di berbagai tempat. Tiket wifi berisi keterangan username dan password bisa diperoleh setelah memindai halaman identitas pada paspor masing-masing. Kecepatan koneksi internet melalui wifi disini juga bagus dan bahkan lebih cepat dari beberapa bandara internasional di Indonesia.
Oleh karena itu, untuk menyiasati agar tetap dapat berselancar di dunia maya tanpa terkena sensor, wisatawan yang akan transit di Tiongkok disarankan mengunduh aplikasi untuk mengubah VPN (Virtual Private Network) terlebih dulu. Dengan demikian, saat tersambung pada wifi di bandara Tiongkok, wisatawan dapat tetap mengakses media sosial seperti biasanya karena menggunakan VPN negara lain, bukan Tiongkok.
Ketiga, terkait makanan dan minuman. Salah satu kegiatan yang hampir pasti dilakukan saat sedang transit adalah membeli makanan dan minuman. Oleh karena itu, pilihan restoran yang beragam di bandara transit adalah hal yang sangat didambakan oleh wisatawan. Bagi wisatawan Muslim, adanya makanan dan minuman yang halal juga menjadi keharusan.
Sejak awal, penulis sudah membayangkan susahnya mencari masakan halal di bandara Guangzhou saat transit. Maklum saja, mayoritas penduduk Tiongkok tidak memeluk agama Islam. Makanan dengan bahan daging babi adalah hal yang sangat jamak di Tiongkok, bahkan menjadi yang terfavorit.
Hal itu ternyata memang benar adanya. Sebagian besar restoran di bandara Guangzhou tidak memiliki menu makanan halal. Tapi bukan berarti tidak ada sama sekali makanan halal disana. Ada dua restoran seafood yang tidak menjual makanan berdaging babi pada menunya dan mereka juga tidak menggunakan bahan masakan berupa produk turunan dari babi.
Bagi yang ingin minum kopi, gerai Starbucks di bandara Guangzhou bisa menjadi tujuan. Selain karena pilihan menu sudah dikenal, rasanya juga tidak asing di lidah. Ada juga restoran makanan cepat saji McDonalds disana, namun dengan menu yang sedikit berbeda dengan yang kita biasa temukan di Indonesia.