Mohon tunggu...
Gentur Adiutama
Gentur Adiutama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Pecinta bulutangkis dan pengagum kebudayaan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Belajar dari Sukses Indonesia Juarai ASEAN Para Games 2017

24 September 2017   02:28 Diperbarui: 24 September 2017   05:07 6128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Atlet-atlet Indonesia memberikan hormat saat Bendera Merah Putih dikibarkan dalam Upacara Pengalungan Medali ASEAN Para Games 2017. Sumber foto: sportourism.id

Indonesia sukses menjadi juara umum pada ASEAN Para Games 2017 yang secara resmi berakhir pada hari Sabtu tanggal 23 September 2017. Indonesia meraih total 251 medali yang terdiri dari 126 medali emas, 75 medali perak dan 50 medali perunggu. Torehan itu jauh mengungguli negara-negara ASEAN lainnya. Tuan rumah Malaysia ada di peringkat kedua dengan 90 medali emas, 85 medali perak dan 83 medali perunggu.

Ini adalah kedua kalinya Indonesia memuncaki klasemen perolehan medali ASEAN Para Games setelah sebelumnya pada tahun 2014 di Myanmar. Jumlah 126 medali emas yang dikalungkan ke atlet Indonesia juga menjadi rekor terbaik sepanjang keikutsertaan Indonesia di ajang olahraga multicabang khusus bagi atlet difabel dan berkebutuhan khusus ini.

Lalu mengapa kita harus belajar dari kegemilangan itu? Bukankan kata belajar lebih sering muncul setelah Indonesia mengalami hasil kurang baik, seperti saat terseok-seok di peringkat kelima pada SEA Games 2017 bulan lalu?

Kita wajib bersyukur atas keberhasilan ini sekaligus menyampaikan ucapan hormat dan terimakasih kepada para atlet yang telah berjuang untuk mengharumkan nama Indonesia di tengah keterbatasan fisik yang mereka punya. Namun masyarakat Indonesia dan pemerintah terutama para pemangku kebijakan di bidang olahraga tidak boleh terlalu larut dalam selebrasi. Ada setidaknya dua hal yang dapat dipelajari dari kesuksesan kita di ASEAN Para Games 2017 ini.

1. Kunci Kejayaan di Atletik dan Akuatik

Dari 16 cabang olahraga yang dipertandingkan, Indonesia hanya mengikuti 11 cabang olahraga saja. Indonesia absen di boccia, sepakbola lima orang, bola voli duduk, bola basket kursi roda dan tenis lapangan kursi roda. Namun hal itu tidak membuat Indonesia kalah dalam perolehan medali dari Malaysia dan Thailand yang mengikuti seluruh cabang olahraga. Padahal secara logika, kesempatan dua negara tetangga itu untuk mendapat medali lebih besar karena nomor pertandingan yang diikuti lebih banyak.

Faktor yang mengangkat perolehan medali Indonesia menjadi 126 medali emas (unggul 36 medali emas dari Malaysia dan unggul 58 medali emas dari Thailand) adalah karena Indonesia sangat dominan di cabang atletik dan akuatik dalam ASEAN Para Games 2017 ini. Hal itu krusial karena dua cabang yang sering dijuluki 'ibu' dari olahraga ini menyediakan medali emas paling banyak untuk diperebutkan.

Dari 134 medali emas yang tersedia di cabang atletik, Indonesia merebut sejumlah 40 dan mengungguli Malaysia dengan raihan berjumlah 36. Thailand yang selama ini menjadi momok di lintasan atletik bagi negara-negara ASEAN lainnya harus puas dengan capaian 26 medali emas.

Indonesia berjaya di cabang atletik pada ASEAN Para Games 2017. Sumber foto: detak.co.
Indonesia berjaya di cabang atletik pada ASEAN Para Games 2017. Sumber foto: detak.co.
Sementara itu di kolam renang, Indonesia berjaya dengan merengkuh 39 dari total 84 medali emas yang dikonteskan. Vietnam hanya mampu membuntuti dengan 15 medali emas di posisi kedua. Singapura yang menjadi raja akuatik di SEA Games 2017 lalu bernasib tak sama di ASEAN Para Games 2017 karena cuma mengantongi 4 medali emas saja.

Total 76 medali emas dari atletik dan akuatik itu yang menjadi pendongkrak Indonesia untuk melesat ke posisi puncak. Hal ini sesuai dengan prinsip yang sering terdengar bahwa "siapapun yang menguasai atletik dan akuatik, maka ia akan menguasai keseluruhan kompetisi". Prinsip ini sebenarnya adalah hal yang hampir selalu terjadi di ajang olahraga multicabang manapun, baik level Asia Tenggara maupun Olimpiade. Amerika Serikat dan Tiongkok bisa tampil kokoh di pucuk klasemen medali Olimpiade karena mereka sangat jago di dua cabang ini.

Dengan demikian, para pemangku kepentingan di bidang olahraga seperti Kementerian Pemuda dan Olahraga, Komite Olahraga Nasional Indonesia, Komite Olimpiade Indonesia dan Komite Paralimpik Indonesia seharusnya semakin sadar untuk memberi perhatian yang lebih besar pada pengembangan atletik dan akuatik di Indonesia. Hal ini menjadi keniscayaan jika Indonesia ingin kembali jadi juara umum di SEA Games 2019, mempertahankan juara umum di ASEAN Para Games 2019, atau meraih medali lebih banyak di ajang olahraga multicabang lainnya.

Penjaringan dan pengembangan bibit-bibit muda di cabang atletik dan akuatik baik pada atlet difabel maupun atlet umum lainnya harus dilakukan sejak usia dini dan secara masif di seluruh daerah. Atlet-atlet yang terpilih ke pemusatan latihan nasional juga harus mendapat sarana dan prasarana berlatih yang baik, termasuk sumber daya manusia kepelatihan yang handal. Jangan ada lagi cerita keterlambatan uang saku dan fasilitas latihan yang sudah rusak dimakan usia.

Para atlet, pelatih dan ofisial di cabang olahraga renang yang menyumbangkan 39 medali emas di ASEAN Para Games 2017. Sumber foto: tribunnews.com.
Para atlet, pelatih dan ofisial di cabang olahraga renang yang menyumbangkan 39 medali emas di ASEAN Para Games 2017. Sumber foto: tribunnews.com.
Bakat-bakat baru yang dianggap cocok di nomor-nomor lari dan renang wajib diarahkan untuk fokus menekuni cabang atletik dan akuatik saja. Perlu ada pendekatan khusus agar anak-anak dengan bakat alam itu tidak lantas mudah beralih ke cabang olahraga permainan seperti sepakbola, bola basket, bola voli, dan lain-lain.

Saat ini entah secara sadar atau tidak, fokus pemerintah dan masyarakat lebih tersita pada olahraga permainan. Dukungan dana dari pemerintah maupun sektor swasta pun sepertinya lebih banyak mengucur ke cabang-cabang seperti sepakbola, bulutangkis, bola basket, bola voli, tenis, dan lain-lain. Olahraga permainan juga penting dan sangat menarik sebagai hiburan, namun porsi perhatian untuk atletik dan akuatik tidak boleh njomplang alias tidak sebanding juga.

Indonesia patut mencontoh Vietnam yang dalam sepuluh tahun terakhir semakin serius membangun kekuatan di cabang atletik. Vietnam cukup sadar bahwa untuk mengimbangi Thailand di SEA Games, mereka harus punya atlet-atlet lari dan lempar yang handal. Hasilnya telah terlihat di SEA Games 2017 lalu saat mereka jadi juara umum di cabang atletik dengan 17 medali emas. Indonesia tak boleh kalah lagi dari Vietnam setelah sebelumnya sudah tertinggal dari Thailand.

2. Memetakan Potensi Medali di Asian Para Games 2018 dan Paralympic Games 2020

Setelah sukses di ASEAN Para Games 2017, Indonesia saatnya mulai berpikir ke target berikutnya yang lebih tinggi yatu Asian Para Games 2018 yang digelar di Jakarta, Indonesia dan Paralympic Games 2020 yang dilaksanakan di Tokyo, Jepang. Kegemilangan di level Asia Tenggara menjadi batu pijakan untuk bisa berbicara lebih banyak di level Asia dan dunia.

Sejak penyelenggaraan ASEAN Para Games pertama di tahun 2010 dan kemudian di tahun 2014, Indonesia baru meraih total 10 medali emas, 16 medali perak dan 23 medali perunggu. Indonesia masih kalah dari negara-negara Asia Tenggara lainnya yaitu Thailand (46 medali emas), Malaysia (24 medali emas) dan Vietnam (12 medali emas). Jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Timur seperti Tiongkok dan Jepang, Indonesia masih tertinggal jauh.

Saat tampil di depan publik sendiri tahun depan, atlet-atlet difabel Indonesia didorong agar dapat merebut lebih banyak medali dan melambungkan Indonesia ke posisi lima besar di klasemen, sesuai target yang dicanangkan. Untuk itu, para atlet di cabang-cabang potensial yang terbukti berprestasi konsisten di Asian Para Games 2014 di Incheon, ASEAN Para Games 2015 di Singapura dan ASEAN Para Games 2017 di Kuala Lumpur mutlak dipertahankan dan bahkan kian ditingkatkan kemampuannya.

Kontingen Indonesia saat upacara pembukaan ASEAN Para Games 2017. Sumber foto: sindonews,com.
Kontingen Indonesia saat upacara pembukaan ASEAN Para Games 2017. Sumber foto: sindonews,com.
Di cabang atletik dan akuatik, persaingan sengit akan dihadapi oleh Indonesia saat melawan atlet-atlet Tiongkok, Jepang, Korea dan Iran yang sudah berkelas Paralympic Games. Atlet-atlet Merah Putih diharapkan tetap mampu tampil apik dengan menggondol beberapa medali emas di nomor-nomor yang diandalkan. Namun dominasi yang Indonesia miliki di atletik dan akuatik pada ASEAN Para Games 2017 sepertinya susah untuk terjadi di Asian Para Games 2018.

Maka, bulutangkis dan tenis meja adalah dua cabang yang bisa dijagokan untuk menjadi penyumbang banyak medali emas di Jakarta tahun depan. Atlet-atlet seperti Leani Ratri Oktila, Ukun Rukaendi dan Hary Susanto adalah andalan di bulutangkis. Sementara di tenis meja, Indonesia dapat menaruh harapan lebih pada Dian David Mickael Jacobs dan Agus Susanto. Mereka punya skill yang tak kalah hebat dari atlet-atlet Tiongkok, Jepang dan Korea.

Untuk menambah kemampuan dan pengalaman, mereka perlu dikirim ke lebih banyak turnamen di luar negeri. Hal ini juga sekaligus menjadi kesempatan bagi mereka untuk mengukur diri mereka dan membandingkan dengan para calon kompetitor. Dengan demikian, mental bertanding mereka pun semakin kuat.

Bulutangkis, andalan Indonesia di Asian Para Games 2018 dan Paralympic 2020. Sumber foto: kualalumpur2017.com.
Bulutangkis, andalan Indonesia di Asian Para Games 2018 dan Paralympic 2020. Sumber foto: kualalumpur2017.com.
Masuknya bulutangkis ke dalam daftar cabang olahraga Paralympic Games untuk pertama kalinya dalam sejarah di Tokyo 2020 jadi angin segar bagi Indonesia. Ini menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk bisa meraih medali emas lagi di Paralympic Games. Terakhir kali bendera Merah-Putih dikibarkan dengan iringan lagu Indonesia Raya pada ajang Paralympic Games adalah di Arnhem, Belanda pada tahun 1980.

Bila atlet difabel Indonesia berhasil naik ke podium tertinggi di Tokyo 2020 nanti, maka itu akan jadi medali emas Paralympic Games yang pertama bagi Indonesia dalam 40 tahun terakhir. Selama ini Indonesia cukup kesulitan bersaing melawan atlet-atlet top dunia di cabang-cabang olahraga Paralympic Games lainnya. Pada dua penyelenggaraan Paralympic Games terakhir, Indonesia harus puas dengan satu medali perunggu dari tenis meja (London 2012) dan satu medali perunggu dari angkat berat (Rio 2016).

Semoga prestasi hebat yang diraih oleh para atlet difabel Indonesia di ASEAN Para Games 2017 ini menjadi momentum yang tepat untuk kebangkitan kembali olahraga Indonesia.

Salam olahraga!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun