Tepat sehari setelah penyelenggaraan Indonesia Open 2017 berakhir yaitu tanggal 19 Juni 2017, Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) mengumumkan daftar skuad inti Indonesia untuk Southeast Asia (SEA) Games 2017. Sebanyak dua puluh pebulutangkis terpilih untuk membela nama Indonesia di cabang bulutangkis pada ajang olahraga multicabang antar negara-negara Asia Tenggara itu. Pada tahun ini, SEA Games akan diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 19-30 Agustus 2017.
PBSI menargetkan untuk dapat meraih tiga medali emas dengan nomor-nomor andalan adalah beregu putra, tunggal putra dan ganda putra. Susy Susanti selaku manajer tim bulutangkis Indonesia di SEA Games 2017 juga berharap sektor ganda putri dapat tampil maksimal untuk menyumbangkan tambahan medali emas. Sebagai negara dengan tradisi bulutangkis paling kuat di Asia Tenggara, sudah sepantasnya Indonesia memasang target yang tinggi di SEA Games.
Di sisi lain, PBSI juga tak bisa begitu saja menurunkan pemain-pemain pelapis di ajang SEA Games 2017 karena bulutangkis adalah cabang olahraga yang selalu diberi target tinggi oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk bisa meraih medali emas bagi Kontingen Indonesia. Pada gelaran SEA Games 2015 di Singapura, tim bulutangkis Indonesia sukses menjadi juara umum dengan raihan total sembilan medali yang terdiri dari tiga medali emas, dua medali perak dan empat medali perunggu. Prestasi tersebut diharapkan bisa terulang atau bahkan lebih baik lagi tahun ini.
Oleh karena itu, beberapa nama pemain yang masuk kategori utama dan sebenarnya lolos untuk tampil di Glasgow seperti Jonatan Christie, Greysia Polii, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto dan Fitriani pun mundur dari daftar pemain di Kejuaraan Dunia 2017 dan lalu dimasukkan ke dalam skuad untuk SEA Games 2017. Pemain-pemain andalan lainnya seperti Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, Praveen Jordan/Debby Susanto, dll. tetap berangkat ke Glasgow.
Dari daftar nama pada skuad bulutangkis Indonesia ke SEA Games 2017, salah satu yang menyita perhatian publik adalah masuknya nama Muhammad Bayu Pangisthu dan Firman Abduk Kholik. Bersama dengan Jonatan Christie dan Ihsan Maulana Mustofa, mereka akan jadi kuartet tunggal putra yang turun di nomor beregu. Mereka akan bahu-membahu bersama dua pasangan ganda putra yang sedang naik daun, Berry Angriawan/Hardianto dan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto untuk mempertahankan medali emas di nomor beregu putra yang tidak pernah lepas dari tangan Indonesia sejak SEA Games tahun 2007.
Mengapa komentar-komentar tentang isu anak emas itu muncul? Kita bisa melihat dari catatan prestasi keduanya yang bisa dibilang kurang baik dalam dua tahun terakhir. Pada tahun 2016 dan 2017, keduanya lebih sering kalah di babak pertama dan babak kedua saat dikirim bertanding di turnamen internasional. Terkadang kekalahan itu terjadi bukan saat melawan pemain unggulan, namun dari pemain yang usianya sama-sama muda dan di atas kertas punya kemampuan yang sebanding.
Hal itu berdampak pada peringkat dunia BWF mereka yang cenderung stagnan dan bahkan melorot sejak tahun lalu. Bayu ada di peringkat 65 sedangkan Firman terpaku di peringkat 90. Seharusnya mereka mendapat teguran keras atau bahkan hukuman berupa tidak dikirim bertanding ke luar negeri untuk sementara waktu.