Pergi seorang diri dengan menggunakan moda transportasi pesawat adalah hal yang biasa bagi banyak orang dewasa. Meskipun lebih senang bila bepergian bersama dengan teman atau saudara, namun ada kalanya kita harus melakukannya sendirian, baik untuk perjalanan bisnis atau urusan keluarga. Tren maraknya solo travelling juga menjadi bukti bahwa pergi sendirian ke kota yang jauh dari domisili bukan sesuatu yang janggal.
Jika sudah beberapa kali melakukan, naik pesawat sendirian tidak akan merisaukan. Hal itu karena kita sebagai penumpang cukup mengikuti prosedur operasional standar yang berlaku secara hampir seragam di semua maskapai. Namun bagi orang yang pertama kali pergi naik pesawat seorang diri, ia akan mendapati pengalaman baru yang tidak hanya menarik namun juga menantang.
Pengalaman tersebut akan lebih tinggi nilainya apabila dirasakan oleh anak remaja yang baru beranjak dewasa. Kategori anak remaja yang dimaksud adalah mereka yang berusia 15 hingga 18 tahun. Mereka yang umumnya sedang menempuh ilmu di tangkat sekolah menengah atas atau sekolah menengah kejuruan itu dinilai sudah siap pergi sendirian.
Orang tua perlu memberikan tantangan bagi anak remajanya itu untuk mencoba naik pesawat sendirian ke luar kota. Hal ini akan menjadi bagian dari upaya orang tua untuk mendewasakan anak mereka. Bila sebelumnya anak-anak terbiasa bepergian bersama dengan orang tuanya, kini mereka diuji nyalinya untuk jalan sendirian.
Apabila tantangan dengan level pertama tersebut sudah lancar dilalui, tidak ada salahnya mereka ditawari untuk naik pesawat sendirian dengan waktu penerbangan domestik yang lebih lama atau bahkan ke luar negeri. Yang terpenting adalah anak tersebut menyukai tantangan ini dan tidak keberatan untuk mencoba pengalaman baru berikutnya.
Apa saja manfaat yang bisa didapatkan oleh anak remaja yang ditantang untuk naik pesawat sendirian? Setidaknya ada tiga hal yang akan mendewasakan mereka dengan tantangan ini.
1. Belajar Mandiri Mengurus Dokumen Perjalanan
Prosedur yang diterapkan oleh bandar udara dan maskapai penerbangan kepada calon penumpang pesawat tidak sederhana. Mereka harus menunjukkan tiket yang berlaku di tanggal keberangkatan dan kartu identitas yang sah ketika mereka tiba di bandara dan akan melakukan proses check-in. Disinilah seorang anak remaja bisa mulai belajar untuk mengatur dokumen perjalanannya.
Sebagai contoh, mereka harus ingat dimana mereka menyimpan kartu identitas dan tiketnya. Setelah digunakan untuk check-in, mereka juga akan belajar untuk tidak ceroboh saat menyimpan kembali KTP/SIM/Kartu Pelajar ke dompetnya. Ukuran kartu yang kecil seringkali disepelekan dan malah ketelingsut.
Seusai check-in di konter, mereka akan mendapatkan boarding pass yang menjadi dokumen wajib untuk dipegang oleh seorang penumpang pesawat. Apabila mereka sudah melakukan check-in secara daring, mereka juga tidak boleh lupa membawa boarding pass yang sebelumnya telah dicetak. Boarding pass tidak boleh hilang atau rusak apabila mereka tidak ingin ditolak untuk bisa masuk ke dalam badan pesawat. Bahkan seringkali petugas maskapai penerbangan tidak menerima apabila boarding pass dalam keadaan basah dan tulisannya tak terbaca karena luntur.
Berbekal pengalaman kecil namun penting untuk mengurus boarding pass, anak remaja akan lebih bijak dalam menentukan dimana mereka sebaiknya menyimpan suatu dokumen. Mereka tidak bisa lagi tergantung pada orang tua untuk menyimpankan dokumen penting mereka. Hal ini bermanfaat bagi masa depan mereka karena nantinya saat dewasa akan punya banyak dokumen yang sifatnya strategis, mulai dari kartu identitas diri, kartu kredit/debet, kartu asuransi, hingga sertifikat tanah.
Kerapian penyimpanan dokumen itu, baik di tas dan dompet atau pada lemari di rumah akan berpengaruh pada keteraturan mereka dalam beraktivitas. Banyak orang dewasa yang teledor dalam menyimpan dokumen penting dan baru bingung saat dokumen tersebut hilang. Akibatnya, mereka harus kerepotan dan menghabiskan waktu untuk mengurus pelaporan dan penggantian dokumen yang hilang itu. Maka, biasakan mereka sejak kecil menghargai pentingnya menjaga dan mengatur dokumen dengan baik.
2. Belajar Mengelola Waktu
Naik pesawat tidak sama dengan naik bus atau kereta api. Para penumpang diwajibkan untuk sudah check in setidaknya satu jam sebelum waktu penerbangan. Petugas punya hak untuk menolak penumpang yang baru datang untuk check-in saat waktu take-off pesawat sudah kurang dari 30 menit.
Penumpang juga sebaiknya mempertimbangkan waktu yang diperlukan untuk melalui proses pengecekan dengan gerbang X-ray baik saat memasuki area check-in atau ruang tunggu. Ada waktu yang harus disediakan supaya tidak lari terburu-buru untuk mengejar pesawat yang sudah mengumumkan panggilan terakhir boarding.
Dalam situasi ini, anak remaja akan ditantang untuk belajar mengelola waktu dengan bijak. Mereka akan mendapat pemahaman dari praktek langsung bahwa mereka harus tiba di bandara jauh-jauh waktu sebelum jam penerbangan. Kemudian saat mereka selesai check-in dan menunggu waktu boarding, mereka harus tahu kapan mereka menyudahi jalan-jalan di sekeliling terminal keberangkatan dan lalu bergegas menuju ke pintu naik pesawat.
Manajemen waktu dalam proses naik pesawat ini dapat menjadi pembelajaran yang nyata tentang pentingnya menghargai waktu dan patuh pada aturan waktu yang diterapkan dengan tegas. Anak remaja akan ditumbuhkan kesadarannya bahwa mereka tidak bisa menyepelekan waktu karena itu bisa berdampak buruk bagi mereka, yaitu ketinggalan pesawat. Saat mereka dewasa nanti, harapannya mereka akan lebih bijak dalam mengelola waktu, terutama terkait persiapan menuju sesuatu yang krusial bagi diri mereka.
3. Belajar Berkomunikasi Dengan Orang Asing
Saat bepergian sendiri, bukan berarti anak remaja kita lalu akan diam saja sepanjang perjalanan. Mereka akan menghadapi situasi yang mengharuskan mereka untuk berkomunikasi dengan orang asing. Misalnya saat mereka menemui petugas dari maskapai penerbangan untuk check-in, bertanya kepada staf bandara tentang arah menuju ke pintu naik pesawat yang ditentukan atau dilayani makanan oleh pramugari.
Mereka juga punya kemungkinan besar untuk berkomunikasi dengan orang yang sama sekali tidak dikenal yaitu dengan orang yang duduk bersebelahan di bangku ruang tunggu atau sebaris pada kursi pesawat. Tak hanya dalam bentuk perbincangan, komunikasi juga bisa berupa gestur permintaan tolong atau pemberian bantuan.
Pada keadaan ini, anak-anak remaja akan memiliki kesempatan untuk menerapkan ajaran dari orang tua tentang bagaimana bersikap secara proporsional dengan orang asing. Tidak semua orang asing punya niat yang jahat, demikian juga tidak semua dari mereka punya tujuan yang baik. Maka, anak remaja kita harus mulai bisa membaca keadaan dan berhati-hati dalam bergaul.
Kemampuan untuk bisa bersosialisasi dengan orang asing akan menjadi bekal penting bagi anak remaja saat mereka bergaul di tahap dewasa. Mereka tidak boleh terlalu kaku karena sikap yang pendiam itu tidak baik. Pergaulan dengan individu dari berbagai latar belakang dibutuhkan untuk membuka jaringan dengan banyak orang yang berkemungkinan mendukung dunia akademik dan karir mereka nantinya.
Sebaliknya, sikap yang terlalu supel dan banyak bicara dengan orang yang baru dikenal juga tidak baik. Mereka harus berhati-hati untuk tidak membuka data terkait keluarga dan pribadi yang sifatnya rahasia. Dengan skill menempatkan diri secara proporsional, mereka akan lebih percaya diri namun tetap mawas diri saat menghadapi pergaulan yang semakin luas saat ini.
Demikianlah tiga manfaat yang bisa didapatkan dari memberikan tantangan untuk naik pesawat sendirian pada anak remaja. Pembelajaran menuju kedewasaan harus dilakukan dengan praktek langsung dan perlu dilakukan di luar lingkungan tempat tinggal.
Jadi, apakah anak remaja Anda siap ditantang?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H