“Great ambition is the passion of a great character. Those endowed with it may perform very good or very bad acts. All depends on the principles which direct them.”
Kalimat yang diucapkan oleh Napoleon Bonaparte di atas menyiratkan bahwa tidak ada yang salah apabila seseorang bersifat ambisius. Di luar sana, masih banyak orang yang beranggapan bahwa ambisius adalah hal yang negatif. Padahal ambisi yang tinggi adalah yang mendorong seseorang untuk bisa meraih pencapaian luar biasa dalam hidup. Jika muncul dampak buruk dari sifat ambisius, itu disebabkan oleh prinsip dan kepribadian masing-masing individu.
Bagi olahragawan yang berkarir untuk mengukir prestasi bagi diri sendiri dan negara yang dibelanya, ambisius adalah sifat yang penting. Ambisi akan menyalakan motivasi mereka untuk bekerja keras demi terkabulnya cita-cita untuk meraih gelar juara yang bergengsi. Ambisi memastikan mereka tetap fokus di jalur perlombaan menuju kejayaan.
Setelah mereka berhasil naik ke podium juara, sifat ambisius akan membedakan seorang atlet dengan atlet lainnya. Mereka yang ambisius akan tidak mudah puas dengan satu titel jawara. Mereka akan terus haus prestasi dan berusaha untuk tetap berada di puncak. Sementara itu, mereka yang tidak punya ambisi tinggi akan mudah termanjakan oleh kenikmatan yang diraih dengan status mereka sebagai seorang juara dan kemudian tanpa disadari telah membunuh karirnya sendiri secara perlahan-lahan.
Sajian pertandingan final el clasico antara Lin Dan dengan Lee Chong Wei di Malaysia Open Super Series 2017 bisa dibilang merupakan pertemuan dua orang pebulutangkis paling ambisius yang pernah ada di dunia. Di usia mereka yang sudah berkepala tiga, mereka tetap menampilkan permainan yang brilian dan penuh intensitas. Stamina dan kekuatan mereka di lapangan lebih menyerupai pemain-pemain berusia muda yang sedang menapaki puncak karir.
Ambisi Lee Chong Wei untuk tetap bermain prima di usia 34 tahun sangat jelas. Pemain yang mendapat gelar kehormatan Dato’ dari pemerintah Malaysia ini memang sudah naik podium teratas di hampir semua turnamen Super Series. Namun ia belum pernah meraih medali emas di Kejuaraan Dunia, Asian Games dan Olimpiade. Sudah tiga kali ia gagal di final Kejuaraan Dunia (2011, 2013, 2015) dan di final Olimpiade (2008, 2012, 2016).
Walaupun merupakan salah satu negara dengan tradisi bulutangkis yang kuat, Malaysia belum pernah merasakan manisnya raihan medali emas bulutangkis di Olimpiade dan Kejuaraan Dunia. Banyak orang yang sejak dulu berharap Lee Chong We menjadi orang yang mampu mengakhiri dahaga tersebut. Hal ini yang membuat pria kelahiran Perak ini semakin penasaran. Ia menganggap dirinya belum tuntas berbakti pada negaranya bila belum membawa pulang pingat emas.
Oleh karena itu, Lee Chong Wei yang telah menikah dengan temannya di pelatnas Malaysia, Wong Mew Choo dan memiliki dua orang anak laki-laki ini tetap gigih mendedikasikan waktunya untuk berlatih keras. Ia belum mau pensiun meskipun sempat diterpa kasus doping yang memaksanya absen dari turnamen bulutangkis internasional selama delapan bulan di tahun 2014-2015. Untuk bersaing dengan pemain-pemain muda yang lebih bugar, ia rela menambah porsi latihan dan menjaga pola hidup secara disiplin.
Kini ia siap mengorbankan banyak hal untuk tetap bisa bermain maksimal dan mengincar medali emas di Kejuaraan Dunia 2017 yang akan berlangsung di Glasgow. Ia masih juga membuka kemungkinan untuk mengejar prestasi pada Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang dan Olimpiade 2020 di Tokyo. Sifat ambisius seolah telah membentuk Lee Chong Wei menjadi pribadi yang ‘abadi’ dan pantang menyerah.