Implikasi Hukum Dan Sosial Dari Pembagian Harta Waris Sebelum Pewaris Meninggal Dunia Terhadap Masyarakat
Pembagian harta waris sebelum pewaris meninggal dunia merupakan praktik yang cukup umum terjadi di berbagai masyarakat, termasuk di Indonesia. Praktik ini didasari oleh berbagai alasan, seperti menghindari konflik di antara ahli waris setelah pewaris meninggal, atau karena adanya kebutuhan mendesak dari salah satu ahli waris. Namun, praktik ini memiliki implikasi hukum dan sosial yang kompleks dan perlu dipahami secara mendalam. Berdasarkan hukum, pembagian harta waris sebelum pewaris meninggal dunia umumnya dikategorikan sebagai hibah atau wakaf. Maka dari itu, dalam pelaksanaan pemgaian harta waris sebelum pewaris meninggal dunia tentunya memiliki dampak ataupun implikasi dalam lingkungan Masyarakat, baik secara hukum maupun secara sosial. Implikasi hukum dan sosial terhadap Masyarakat dari pembagian harta waris sebelum pewaris meninggal diantaranya: Â
1. Implikasi HukumÂ
a. Status kepemilikan.Â
Harta yang telah dihibahkan atau diwakafkan akan berpindah kepemilikannya kepada penerima hibah atau nazir wakaf. Pewaris tidak lagi memiliki hak atas harta tersebut.Â
b. Perlindungan terhadap ahli waris lain.
 Pembagian harta yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum waris dapat menjadi dasar gugatan dari ahli waris lain yang merasa dirugikan.Â
c. Pajak.Â
Terdapat implikasi pajak yang perlu diperhatikan, baik pajak penghasilan atas harta yang dihibahkan maupun pajak bumi dan bangunan atas harta yang diwakafkan
2. Implikasi SosialÂ
a. Konflik keluarga.Â
Meskipun niatnya baik, praktik ini justru dapat memicu konflik di antara ahli waris, terutama jika pembagian dianggap tidak adil atau tidak transparan.Â
b. Perubahan dinamika keluarga.Â
Pembagian harta dapat mengubah hubungan di antara anggota keluarga, terutama jika ada ahli waris yang merasa lebih diuntungkan dibandingkan yang lain.Â
c. Pengaruh pada perencanaan masa depan.Â
Pembagian harta yang terlalu dini dapat membuat ahli waris menjadi kurang produktif, karena mereka sudah merasa memiliki cukup harta. Â
Kesimpulan
Pelaksanaan pembagian harta kepada ahli waris yang dilakukan pewaris ketika pewaris masih hidup dapat terakomodir pada pasal 195 butir (3) dan 211 Kompilasi Hukum Islam. Pasal 195 butir (3) tersebut mencantumkan bahwa "Wasiat kepada ahli waris hanya berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris". Adapun pada pasal 211 dicantumkan bahwa "Hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan". Artinya adalah pewarisan harta yang dilakukan pewaris terhadap ahli warisnya ketika pewaris masih hidup dapat diidentikkan dengan pewarisan melalui wasiat atau pewarisan melalui hibah. Pembagian Warisan oleh Pewaris kepada ahli Waris sebelum pewaris meninggal dilakukan atas dasar niat orang tua yang ingin membagikan warisan sebelum pewaris (orang tua) meninggal dengan cara damai dan mufakat bersama keluarga. Adapun beberapa Faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk membagi harta waris sebelum pewaris meninggal dunia, antara lain: Faktor Permasalahan Dalam Ekonomi, Faktor Keagamaan, Faktor Adat Istiadat dan Faktor Kekhawatiran akan persengketaan. Berdasarkan hukum, pembagian harta waris sebelum pewaris meninggal dunia umumnya dikategorikan sebagai hibah atau wakaf. Maka dari itu, dalam pelaksanaan pemgaian harta waris sebelum pewaris meninggal dunia tentunya memiliki dampak ataupun implikasi dalam lingkungan Masyarakat, baik secara hukum seperti dampak pada status kepemilikan, perlindungan terhadap ahli waris lain dan pajak sedangkan dampak secara sosial seperti adanya konflik keluarga, perubahan dinamika keluarga dan pengaruh pada perencanaan masa depan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H