Selain 8 fitur utama tersebut, ada fitur tambahan seperti (1) karya komunitas, (2) karya guru, dan (3) karya bahasa dan sastara. Untuk lebih jelasnya silahkan dikunjungi portal rumah belajar di laman https://belajar.kemdikbud.go.id/.
Selain manfaatnya tersebut, keunggulan lain rumah belajar yang patut dibanggakan, konten pada beberapa fitur, seperti sumber belajar, bank soal, lab maya, dan kelas maya merupakan hasil karya guru-guru Indonesia yang memiliki akun di portal rumah belajar. Hasil karya tersebut di unggah oleh guru-guru secara online dan dapat dinikmati oleh guru lain ataupun siswa yang membutuhkan pembelajaran tersebut. Hal ini sangat mengapresiasi para guru yang selama ini hanya menggunakan media ataupun sumber belajar yang dirancangnya sendiri.
Dengan kata lain, rumah belajar bukan sekedar mencari tetapi juga sebagai tempat memberi. Hal ini sedikit banyaknya dapat memengaruhi pemerataan pendidikan di Indonesia. Keterbatasan alat di daerah-daerah dapat digantikan dengan media atau sumber belajar yang disediakan dari daerah perkotaan.
***
Pertanyaan di Luar Dugaan.
Kembali pada penggalan cerita diatas, saat saya melakukan sosialisasi tentang rumah belajar kepada mahasiswa yang sedang melaksanakan program praktek lapangan (PPL), salah satu mahasiswa bertanya, "jika memang sudah begitu lama, mengapa rumah belajar tidak booming?" Sebuah pertanyaan yang cukup membuat saya berpikir tentang hal ini. Saya mencoba menbuat beberapa alasan yang sepertinya tidak memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Bahkan setelah sosialisasi saya masih saja memikirkan pertanyaan tersebut.
Saya coba mebandingkan rumah belajar Kemdikbud dengan Bimbingan Belajar Online yang saat ini sedang terkenal, maka secara spontan dapat dijawab, itu terjadi karena bentuk promosi Kemdikbud yang tidak "semegah" bimbingan lain. Namun, saya berpikir kembali, tekadang di dunia digital seperti ini banya hal yang terkenal tanpa adanya promosi, mungkin konten yang sangat diterima di masyarakat. Sehingga, masing-masing orang mempromosikannya tanpa bayaran.
Hal ini justru membawa saya dalam pertanyaan lain, apakah konten-konten di rumah belajar kurang menarik? atau malah packaging-nya yang tidak menarik sehingga masyarakat merasa tidak tertarik.
***
Akhirnya, dari pertanyaan "jujur" ini, walau jawabannya belum ditemukan, namun sedikitnya menggugah rasa untuk ikut berupaya menyuarakan ada wadah gratis yang mengapresisasi para pelaku pendidikan (guru, siswa, dan masyarakat) Â untuk bersama-sama membangun pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing lingkungannya. Harapannya, portal ini bermanfaat bagi pendidikan di Indonesia serta membangun pendidikan Indonesia yang siap menyongsong era digitalisasi.