Mohon tunggu...
iGenst
iGenst Mohon Tunggu... Guru - Ion Genesis Situmorang

Hanya seseorang yang belajar menulis dari kegalauan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Duh, Susahnya Naik Pangkat

13 Mei 2017   14:53 Diperbarui: 13 Mei 2017   15:40 2360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aduh Susahnya | dok: batalsukses.wordpress.com

Suatu hari, teman saya, seorang guru, menceritakan bahwa ia mengusulkan naik pangkat dari golongan IIIb ke IIIc karena apa yang diperlukan sudah cukup. Salah satu kelengkapan yang dibutuhkan adalah Karya Tulis Ilmiah (KTI) dengan angka kredit 4. Dia pun sudah membuat KTI dan kemudian dipublikasikan melalui media cetak jurnal yang telah memiliki ISSN. Namun dalam pengusulan tersebut KTI dalam jurnal tersebut ditolak oleh instansi terkai. Jika merujuk pada Permen No. 16 Tahun 2009, KTI dalam bentuk jurnal dapat dipergunakan untuk kelengkapan kenaikan pangkat. Namun instansi terkait menyampaikan jurnal itu ditolak karena tidak diperlukan untuk golongan III, itu hanya berlaku untuk golongan IV.

Cerita diatas merupakan sepenggal kesulitan yang dialami guru dalam mengurus kenaikan pangkatnya. dan mungkin masih banyak kesulitan lain yang dialami oleh guru PNS dalam peningkatan karirnya.

***

Setiap pekerja tentunya mendambakan kenaikan pangkat ke jenjang yang lebih tinggi sebagai bentuk apresiasi atas prestasi kinerja yang telah diberikan pada instansi pekerjaan. Tidak terlepas dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang kini lebih dikenal dengan istilah Aparatur Sipil Negara (ASN). Perubahan nama ini juga membawa pengaruh dalam tatanan kewajiban pegawai dalam bentuk tugas pokok dan fungsi (tupoksi) serta hak pegawai dalam apresiasi kenaikan pangkat.

Perubahan jabatan fungsional dan struktural ASN ini diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara (PAN) dan Remormasi Birokrasi (RB). Salah satu fungsional ASN yaitu guru juga tidak luput dari perubahan ini. Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) mengatur jabaran fungsional guru dan angka kreditnya dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 16 Tahun 2009.

Salah satu perubahan yang paling mencolok dalam Permen ini adalah sistem kenaikan pangkat guru. Pada penilaian kenaikan pangkat (disebut angka kredit) semenjak pemberlakukan Permen No 16 Tahun 2016 adanya kewajiban pada perubahan Unsur Pengembangan Keprofesian Guru. Unsur ini mewajibkan guru untuk mengembangkan profesinya melalui Karya Tulis Ilmiah dan Melaksanakan Pengembangan Diri melalui seminar, lokakarya, pendidikan dan pelatihan (diklat), dan lain sebagainya. Jika kenaikan pangkat PNS sebelumnya, seorang guru dengan melaksanakan proses belajar mengajar (PBM), sekurang-kurangnya 2 tahun dan selambat-lambatnya, seorang guru sudah dapat diusulkan untuk naik pangkat. Namun, semenjak Permen No. 16 Tahun 2009, selain melaksanakan PBM, guru harus membuat KTI dalam bentuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK), artikel ilmiah, atau makalah yang semuanya memiliki bobot angka kredit masing-masing.

Dengan kata lain, guru tidak cukup hanya untuk mengajar, tetapi harus belajar untuk membuat KTI dan juga mengikuti pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan kompetensinya. Inilah yang menjadi kendala belakangan untuk kenaikan pangkat guru. Untuk membuat KTI, setidaknya seorang guru dapat belajar dari berbagai literatur-literatur yang dapat diperoleh dari sumber buku seperti toko buku, perpustakaan, dan juga secara online.

 Yang menjadi kendala pertama adalah motivasi guru untuk membuat KTI. Namun dalam kenyataanya, jika seorang guru sudah sampai pada golongan IVa (hasil dari kenaikan pangkat selama ini), biasanya guru tersebut sudah tidak ingin melelahkan dirinya untuk membuat KTI. Karena mereka sudah mencukupkan dengan kepangkatan saat ini.

Kendala kedua, selain KTI guru harus mengikuti pengembangan diri dapat melalui seminar, pendidikan dan pelatihan (diklat), workshop, dan sejenisnya yang harus dibuktikan dengan sertifikat atau surat keterangan. Dalam kenyataannya,kurangnya ketersediaan penyelenggaraan  kegiatan seminar, diklat, dan lain sebagainya yang ada di daerah. Hal ini tentunya juga memengaruhi motivasi guru dalam kenaikan pangkatnya.

Kendala ketiga, dan sering menjadi kendala utama adalah kesiapan instansi terkait. Hal ini berkaitan dengan kesiapan instansi untuk menerima unsur pengembangan diri. Kurangnya kontrol pemerintah dalam hal ini sering mengakibatkan benturan antara guru dengan instansi terkait. Instansi yang berkaitan dengan kenaikan pangkat guru, kerap kali tidak siap dengan upaya pengembangan profesi yang dilakukan guru. Entah benar atau tidak, jika guru menyampaikan karyanya sebagai kelengkapan naik pangkat, instansi terkait selalu mencari kesalahan dari hasil tersebut. Padahal sebelumnya tidak ada sosialisasi format yang baku untuk kenaikan pangkat. Selain itu pemahaman informasi yang diterima guru dan instansi terkait tidak sejalan. Seperti apa yang telah disampaikan pada cerita diatas.

Selain itu, (masih dalam opini saya), dengan sistem kenaikan pangkat sekarang, sepertinya ada celah untuk mengadakan simbiosis mutualisme yang tidak wajar. Hal ini coba disimpulkan, dari fakta yang telah saya uraikan diatas, ternyata masih banyak guru yang naik pangkat dalam sistem ini. Jika memang hasil karya sendiri, maka tidak lama lagi, pendidikan di Indonesia akan mencapai kejayaannya. Namun jika tidak, silahkan kita pikirkan dalam pikiran kita masing-masing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun