Ujian nasional (UN) untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) tahun 2017 telah berlalu. Bahkan untuk tingkat SMA, hasil UN telah diketahui. UN kerap dijadikan takaran untuk mengetahui kualitas pendidikan di Indonesia. Hasil yang buruk juga pelaksanaan yang buruk merupakan citra negatif dari pendidikan Indonesia. Memang UN bukanlah segalanya, namun UN dapat berubah menjadi satun-satunya indikator keberhasilan pendidikan.
UN 2017 masih mengusung tema yang sama dengan UN tahun 2016, yaitu PRESTASI PENTING JUJUR UTAMA. Kemdikbud mengedepankan nilai-nilai karakter bangsa sebagai garda terdepan untuk meraih prestasi (nilai akademik). Untuk itu, Kemdikbud mengembalikan memfungsikan hasil UN sebagai pemetaan bukan sebagai syarat kelulusan.
Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK)
Banyaknya laporan kecurangan UN selama ini menjadi PR bagi kemdikbud agar menciptakan UN yang "sulit" untuk curangi. Untuk semakin mendukung slogan, PRESTASI PENTING JUJUR UTAMA, Kemdikbud mengoptimalkan penggunakaan komputer dalam UN untuk meningkatkan nilai kejujuran tersebut. Penggunaan komputer yang terhubung langsung dengan pusat layanan (server) yang terletak di Kemdikbud menjadi suatu suatu cara baik untuk mengembalikan fungsi UN pada tempat dan cara yang tepat sebagai evaluasi pembelajaran
Namun pelaksanaan UNBK 2017, sepertinya ada kesan percepatan 'pemaksaan' di tiap-tiap daerah untuk dapat melaksanakannya. Untuk kelancaran pelaksanaan UNBK, tentunya harus di dukung peralatan yang baik. Kenyataannya, 'pemaksaan' yang dimaksudkan di atas, adalah adanya kesenjangan peralatan dengan pelaksanaan. Kemdikbud meminta daerah untuk dapat melaksanaan UNBK namun peralatan di sekolah (terlebih sekolah negeri) masih jauh dari cukup.
Kemudian berkembangnya opini, bahwa pelaksanaan ujian secara UNBK seolah menunjukkan sekolah tersebut  lebih baik dari sekolah yang melaksanan ujian secara konvensional. Sehingga, banyak sekolah (diwakilkan kepala sekolah) tanpa melihat secara detail untuk ikut serta melaksanakan UBNK. Hal ini semakin mengkonfirmasi pelaksanaan UNBK sepertinya dipaksakan. Hal ini dapat dilihat ketika menjelang pelaksanaan UNBK, ada sekolah yang saya ketahui, harus meminjam komputer (PC) dari siswa (sementara kenyataannya, siswa juga harus meminjam dari tetangganya yang memiliki perangkat laptop). Memang perlu klarifikasi selanjutnya kepada pihak sekolah, apakah ada pemaksaan untuk meminjamkan laptop pribadinya untuk dapat dipakai sekolah selama UNBK.
Selain itu, ada juga di suatu daerah untuk melaksanakan UNBK, dibentuk kerjasama antar sekolah. Jadi, satu sekolah yang kekurangan perangkat komputer, dapat meminjam dari sekolah lain yang terdekat untuk menggunakan perangkat komputer yang dimilikinya. Contohnya, ketika UNBK SMA berlangsung, sekolah SMA yang kekurangan komputer dapat bekerja sama dengan sekolah SMP untuk menggunakan komputernya, demikian sebaliknya. Â Dan dalam pelaksanaanya, ada siswa yang mengikuti UNBK di sekolah yang meminjamkan komputer tersebut kepada sekolahnya.
Justru ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peserta didik yang akan mengikuti UNBK. Setidaknya dapat memunculkan kontroversi, seperti orang tua yang bertanya-tanya kenapa harus anaknya yang ujian di sekolah yang tidak biasanya dia belajar. Selain itu, mengikuti ujian bukan di sekolah tempat belajar sehari-hari juga memberikan pengaruh terhadap psikologi siswa. Harus adanya penyesuaian diri terhadap suasana lingkungan tempat ujian berlangsung. Belum lagi pelaksanaan ujian yang dilangsungkan dalam tiga sesi, pukul 08.00-10.00 WIB, 10.30-12.30 WIB, dan 14.00-16.00 WIB juga menjadi bahan kontrovesi bagi orangtua yang terbiasa melihat pelaksanaan UN pada pagi hari dan secara bersamaan.
Namun perlu diapresiasi, pelaksanaan UNBK menjadi babak baru dalam mengembalikan fungsi sekolah untuk memanusiakan-manusia. Tidak ada lagi kontradiksi dalam lingkungan sekolah ketika pelaksanaan pembelajaran berlangsung dengan pelaksanaan ujian nasional.
Ujian Nasional Kertas Pensil (UNKP)
Dalam pelaksanaan UN 2017, kemdikbud juga menyediakan jalur ujian dengan menggunakan kertas pensil. Terutama untuk daerah-daerah yang masih kesulitan untuk mengakses jaringan internet. Ditengah upaya dalam meningkatkan nilai karakter bangsa, pelaksanaan UNKP selain menggunakan media yang konvesional, masih  terdapat pelaksanaan-pelaksanaan yang 'konvensional'. Masih ditemukannya sikap yang tidak bisa 'move on' dari kecurang-kecurangan lama.
Desas-desusnya (perlu untuk dibuktikan), masih ada sekolah yang berupaya untuk meningkatkan citra sekolah melalui UN dengan cara yang salah. Peserta didik masih disusupi cara yang salah untuk menggapai prestasi setinggi-tingginya. Pelaksanaan UN seperti ini menciderai upaya bersama dalam memenuhi nilai karakter bangsa. Selain merugikan siswa yang bersangkutan, juga tentunya merugikan siswa yang berjuang untuk prestasi dan karakter yang baik.
Selain itu, Lembar Jawaban Komputer (LJK) yang digunakan cukup menyita perhatian. Kertas yang digunakan kurang baik untuk tingkat ujian nasional. Karena ketika pelaksanaan UNKP (sudah terbukti ketikan UNKP tempat saya mengajar) kertas yang digunakan gampang rusak dan terlalu tipis. Hal ini dilihat dari banyak keluhan siswa yang kertasnya rusak ketika menghapus jawaban yang salah. Ketika siswa menghapus data yang salah, garis 'bulatan' pada LJK juga ikut terhapus.
***
Jadi, perlu ada perhatian pemerintah melalui Kemdikbud untuk menemukan solusi dari berbagai kelemahan yang terjadi. Besar harapan, PRESTASI PENTING JUJUR UTAMA, benar-benar terjadi di dunia pendidikan.
Salam pendidikan
(Tulisan ini saya dedikasikan untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H