Mohon tunggu...
iGenst
iGenst Mohon Tunggu... Guru - Ion Genesis Situmorang

Hanya seseorang yang belajar menulis dari kegalauan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hadiah Hari Guru Terbaik

14 November 2015   13:47 Diperbarui: 17 November 2015   16:32 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal ini sering terjadi dalam PBM, mungkin juga pernah dialami oleh banyak orang. Guru sering melupakan bahwa siswa merupakan (1) pribadi yang unik, mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing, (2) siswa bukan orang dewasa, jalan pikiran mereka tidak selalu sama dengan jalan pikiran orang dewasa, (3) dunia siswa adalah dunia bermain, (4) usia siswa merupakan usia yang paling kreatif dalam hidup manusia, dan (5) dunia siswa merupakan dunia aktif belajar.

Kelima ciri ini sering diabaikan ketika proses belajar mengajar. Apalagi ketika siswa tidak sesuai dengan apa yang diharapkan guru. Guru sering memandang cara pikir siswa sama dengan cara pikir orang dewasa. Contoh yang menunjukkan fakta ini, guru sering berucap, "mau jadi apa kamu kelak kalau kamu seperti ini?" Kalimat ini tentunya mengadung makna, bahwa kita beranggapan, bahwa siswa (apalagi siswa yang masih duduk di tingkat dasar) sudah kuatir dengan masa depannya, layaknya pikiran orang dewasa.
Belum lagi, guru sering memaksakan cara belajar yang diinginkan oleh guru, tanpa peduli dengan dunia siswa yang dialaminya sesuai dengan umurnya. "Bodoh! Kamu tahunya hanya bermain" rangkaian kata yang sering diperdengarkan kepada siswa. Memang tindakan ini didasari keinginan guru untuk kebaikan siswa dalam mengubah perilaku yang akan berguna kelak dalam kehidupannya. Namun, guru masih acap kali untuk berbuat kesalahan yang sama, mengabaikan hal yang paling dibutuhkan siswa.

Sudah sebaiknya, menjelang Hari Guru yang ke-70 untuk beritropeksi diri atas pengabdiannya selama ini. Apakah sudah sepatutnya kita disebut guru, digugu dan ditiru? Sudah benarkah kita menjalankan tugas mulia ini? Ketika lagu hymne guru dinyanyikan, biarlah ini benar-benar menyala dalam pikiran, sehingga kelak guru-guru di Indonesia semakin dewasa dalam mengemban tugas tanpa jasa ini.

Sampai tulisan ini di munculkan, pikiran saya masih dalam kebingunngan yang mendalam. Saya merasa sudah melakukan hal-hal terbaik yang saya punya untuk pembelajaran siswa. Saya sering berpikir, balasan yang tidak sesuai dengan apa yang syaa telah berikan kepada siswa. Peristiwa ini seolah menegur saya untuk tidak menghayal terlalu tinggi. Mengingatkan diri untuk tetap memijakkan kaki di tanah.

Memandang dari tingkat mata yang sama mungkin akan memberikan hasil yang berbeda. Mengubah persepsi bukan perihnya kata-kata yang terangkai, namun lihatlah bahwa kita belum sempurna. Pada akhirnya, "hadiah" ini menjadi hadiah yang sangat berharga saat perayaan hari guru yang saya alami. "Hadiah" yang mengingatkan untuk berbuat yang lebih baik lagi untuk pengabdian ini. Mungkin ada pembentukan karakter yang berbeda jika pemberian hadiah berupa penghormatan semata.

Akhir tulisan saya, saya mengajak teman-teman guru untuk lebih lagi dalam mengabdikan diri dalam pekerjaan mulia ini. Kelak, biarkan Yang Maha Kuasa mempertimbangkan apa yang telah kita lakukan dalam pelayanan ini.

Selamat Hari Guru Nasional Ke-70.

Salam Revolusi Mental

IGS

#Penulis merupakan guru SMP di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun