Mohon tunggu...
genial arasy
genial arasy Mohon Tunggu... Content Writer

Saat ini bekerja sebagai profesional dibidang logistic dan supply chain pada perusahaan yang bergerak dalam industri retail. Dapat dihubungi melalu email genialarasy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Suramnya Nasib Sepak Bola Putri di Indonesia

29 Desember 2023   18:21 Diperbarui: 29 Desember 2023   18:21 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
instagram.com/shafiraikaputri13

Prestasi tim nasional sepak bola putra Indonesia tergolong membaik di 2023, tim nasional Indonesia berhasil mengakhiri dahaga gelar sea games selama 32 tahun melalui raihan medali emas sea games Kamboja lalu, sementara bagi tim nasional senior, berhasil lolos ke Piala Asia adalah capaian membanggakan ditahun 2023.

Tidak hanya itu, hadirnya pemain berlabel bintang dunia di sepak bola putra dan jor-jorannya gaji setinggi langit di ajang BRI Liga 1 juga merupakan kredit sendiri. Sejalan dengan hal ini perbaikan kompetisi mulai dari penggunaan VAR, wasit asing, hingga pelatih berlabel dunia juga terus menghiasi hiruk pikuk BRI Liga 1.

Berbeda 360 derajat dengan sepak bola putra, nasib sepak bola putri justru stagnan dan nyaris tidak ada perubahan kekondisi yang lebih baik. Ketiadaan kompetisi profesional yang terkonsep dan berjalan secara regular disinyalir menjadi asal muasal penyebabnya.

Kendati sepak bola putri Indonesia sukses lebih dulu mengakhiri penantian panjang untuk tampil di level Asia tepatnya pada gelaran Piala Asia Putri 2022. Hal ini belum mendorong perubahan pada federasi untuk menunjukkan tekad nyata dalam hal menjalankan kompetisi sepak bola putri secara profesional dan terkonsep. Sebagaiaman kita ketahui kehadiran liga kompetisi merupakan sebuah tolok ukur berjalannya pembinaan sepak bola disebuah negara. Jika hal ini terus terjadi, maka nasib sepak bola putri akan terus suram di Indonesia.

Suramnya Sepak Bola Putri Nyata Dirasakan

Hanipa Halimatusyadiah Suandi, sosok pemain andalan tim nasional sepak bola putri Indonesia ini merasakan nasib suram selepas sebagai akibat dari situasi sepak bola putri yang tidak kunjung membaik. Hanipa Halimatusyadiah Suandi harus menerima nasib buruk, pasca manajemen Persis Solo Women memutuskan untuk membubarkan tim diawal Oktober 2023.

Hanipa sebenarnya menawarkan negosiasi gaji kepada manajemen Persis Solo Women, namun keputusan manajemen Persis Solo Women sudah final sehingga upaya Hanipa mempertahankan diri tak membuahkan hasil. Hanipa dan rekan tim Persis Solo Women lainnya dengan terpaksa menerima keputusan manajemen.

Hanipa sendiri sadar bahwa manajemen Persis Solo Women telah berusaha semaksimal mungkin serta telah berinvestasi banyak bagi tim dengan skuad "mewah" berlabel pemain timnas putri itu untuk bisa mengarungi kompetisi.

Namun, setelah menyipkan tim melalui program latihan kurang lebih 1,5 tahun, kompetisi profesional tidak kunjung bergulir. Persis Solo Women, yang sebelumnya berlatih untuk persiapan melakoni kompetisi profesional, justru hanya ikut kompetisi amatir dan kompetisi semi-amatir layaknya fun football.

instagram.com/hanipahalimatusyadiah
instagram.com/hanipahalimatusyadiah
Persis Solo Women sendiri sukses meraih beberapa gelar juara di kompetisi amatir dan semi-amatir yang mereka ikuti, diantaranya Piala Pertiwi Jawa Tengah 2022 dan Piala Ratanika II 2023.

Tidak berbeda jauh dengan Hanipa, sosok Tia Darti turut mengalami hal yang sama. Tia yang sukses mengantarkan Persib Putri menjuarai Liga 1 Putri 2019 ini bahkan telah rela meninggalkan karirnya di sebuah perbankan swasta nasional untuk memilih sepak bola sebagai lahan pekerjaan profesional. Sayangnya kontrak dua tahun dengan "Srikadi Sambernyawa" harus diakhiri lebih cepat karena tidak adanya kejelasan kompetisi profesional di sepak bola putri.

Kendati merasakan hal pilu, Hanipa dan Tia masih tergolong beruntung karena keduanya "diselamatkan" tim Jawa Barat untuk mengikuti Kualifikasi PON Aceh-Sumatera Utara 2024, Oktober lalu. Selepas Liga 1 2019 usai digelar, banyak klub sepak bola putri membubarkan diri hal inilah yang mendorong Tia dan Hanipa untuk bergabung dengan tim Jawa Barat untuk PON Papua 2021.

Namun, tidak semua pemain seberuntung Tia dan Hanipa dalam meniti karir di dunia sepak bola, karena tidak semua provinsi membentuk tim sepak bola putri. Ada beberapa teman Tia dan Hanipa yang akhirnya tidak memiliki klub dan menganggur, atau kembali lagi menjalani profesi awal ketika sebelum menjadi atlet.

Kompetisi Harus Bergulir

Titik terang bagi pembinaan dan pengembangan sepak bola putri sebenarnya sempat terlihat ketika PSSI mendorong tim putra peserta BRI Liga 1 untuk memiliki AFC Club Licensing Regulation. Lisensi yang wajib didapat jika memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh AFC (Konfederasi Sepak Bola Asia). Salah satu syarat untuk mendapatkan lisensi tersebut adalah peserta atau tim BRI Liga 1 memiliki tim putri yang berbadan hukum.

Persis Solo yang merupakan tim baru promosi ke liga 1 berusaha memenuhi persyaratan tersebut dengan membentuk tim sepak bola putri bernama Persis Solo Women. Bryan Barcelona selaku Media Officer Persis Solo mengatakan, bahwa Persis Solo Women juga memiliki tujuan jangka pendek untuk dapat mengikuti dan mengarungi kompetisi profesional yang digelar PSSI, serta tujuan jangka panjang untuk dapat berkontribusi terhadap pembinaan persepakbolaan putri Indonesia.

Karena "hilal" bergulirnya kompetisi sepak bola putri yang tak kunjung muncul, Persis Solo mulai mempertanyakan keseriusan federasi dalam hal ini PSSI untuk membangun industri sepak bola putri. Persis Solo akhirnya menyerah dan memilih membubarkan tim untuk mengkaji ulang model pembinaan mereka.

Bryan juga menegaskan, Persis telah memastikan kewajiban terhadap pemain tetap terpenuhi sesuai kontrak yang telah disepakati dan Persis tetap berharap kompetisi sepak bola putri segera bergulir. "Dengan kompetisi, kita bisa melihat mimpi untuk bermain sepak bola itu bukan cuma jadi milik pesepak bola putra saja. Mimpi ini bisa menjadi milik teman-teman perempuan yang juga punya ketertarikan pada sepak bola," tutur Bryan.

Senada dengan Bryan, Teddy Tjahjono selaku Deputi CEO PT Persib Bandung Bermartabat juga mengatakan, ketiadaan dan ketidakjelasan kompetisi akan menyulitkan pembinaan sepak bola putri. Persib melalui Akademi Persib Putri tidak bisa melakukan perencanaan dan pengelolaan bakat-bakat pesepak bola putri yang menurut Teddy berlimpah. Teddy turut menjelaskan sebenarnya kompetisi sepak bola putri di Indonesia berpotensi dari segi komersial maupun industri.

Vivin Cahyani selaku Ketua Komite Sepak Bola Wanita PSSImengatakan, pihaknya sebenarnya sedang menyusun rencana besar kompetisi sepak bola putri ditahun depan. PSSI berencana menyelenggarakan liga sepak bola putri dengan 10 tim peserta.

Pembinaan

Di lain sisi, pembinaan sepak bola putri sebenarnya telah dilakukan pada level kelompok umur. Kompetisi kelompok umur sepak bola putri rutin digelar baik dari asosiasi maupun pihak tertentu. Asosiasi Sepak Bola Wanita Indonesia (ASBWI) misalnya, sukses menggelar ASBWI Cup U-15 Nasional 2023 selama satu pekan pada Agustus lalu. Total sebanyak delapan tim peserta dari beragam provinsi di Indonesia mengikuti kompetisi itu. ASBWI juga berencana akan menyelenggarakan turnamen U-17 tahun depan.

suasana kompetisi milklife soccer (instagram.com/sdit_alislam)
suasana kompetisi milklife soccer (instagram.com/sdit_alislam)
Djarum Foundation juga tercatat menginisiasi turnamen sepak bola putri bertajuk "MilkLife Soccer Challenge 2023" untuk kelompok umur U-12 dan U-10. Sepanjang tahun, kompetisi ini dilaksanakan sebanyak tiga kali di Kudus, Jawa Tengah. Pada edisi ketiga, MilkLife Soccer Challenge 2023 dilaksanakan 15-17 Desember dan diikuti total 40 tim.

Yoppy Rosimin yang merupaka Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation berharap melalui kompetisi yang diselenggarakan itu muncul talenta-talenta muda pesepak bola putri yang kelak membawa Indonesia ke kancah dunia. Yoppy juga menuturkan, bahwa penyelenggaraan kompetisi itu merupakan upaya untuk menumbuhkan minat anak-anak perempuan terhadap dunia sepak bola.

Kaca Mata Pakar

Timo Scheunemann, pelatih tim nasional sepak bola putri pada 2008-2009, mengatakan pembinaan sepak bola putri secara umum keropos karena tidak adanya jenjang kompetisinya yang berkesinambungan, apalagi vakumnya kompetisi dilevel tertinggi. Hal inilah merupakan puncak dari semuanya.

Menurut Timo, kompetisi profesional tidak hanya memudahkan pelatih dalam mencari pemain untuk tim nasional tetapi juga membentuk mentalitas dan fisik pemain sehingga hal ini akan menyukseskan pembinaan dilevel usia dini yang telah lebih dulu ada.

Kehadiran kompetisi profesional yang bersinergi dengan pembinaan usia muda akan membentuk mental dan menumbuhkan rasa bangga, ujar Timo. Anak-anak perempuan bisa melihat melihat permainan para pemain sepak bola putri yang membela klubnya, meneladani atau bahkan mengidolakannya, lalu terpantik untuk meneruskan jejaknya.

Pada intinya, tanpa kompetisi yang berjalan baik nasib sepak bola putri akan terus suram di Indonesia, jika kompetisi sepak bola putri belum juga dilangsungkan maka jangan dulu berharap prestasi sepak bola putri dilevel international.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun