Mohon tunggu...
genial arasy
genial arasy Mohon Tunggu... Lainnya - Content Writer

Saat ini bekerja sebagai profesional dibidang logistic dan supply chain pada perusahaan yang bergerak dalam industri retail. Dapat dihubungi melalu email genialarasy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Menengok Terminal Purabaya Bungurasih (Bagian 1)

16 Desember 2023   07:30 Diperbarui: 16 Desember 2023   07:38 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu di pertengahan bulan November, setelah beberapa waktu bergulat dengan rutinitas pekerjaan yang melelahkan di perantauan akhirnya bisa pulang ke kampung halaman bertemu keluarga, dan sahabata. Tentunya yang paling dinantikan bertemu si kecil yang telah beranjak menjadi bocil.

Dari Bandara International Juanda tidak susah untuk menuju terminal bus Purabaya Bungurasih, ada banyak pilihan transportasi pemandu moda yang dapat dipilih, dari angkutan umum maupun online tersedia disini. Jika punya budget lebih bahkan bisa menggunakan taksi yang lebih private dan nyaman. Karena saya hanya sendiri dan tidak membawa banyak barang, melanjutkan perjalanan menggunakan Damri tentu lebih hemat.

Yah, terpaksa harus memilih transit di Bandara Juanda dan melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi via jalur darat menggunakan bus. Kendati telah tersedia bandar udara bertaraf international di Banyuwangi, yang konon desain bandaranya di apresiasi hingga ke mancanegara, belum ada penerbangan direct dari Makassar ke Banyuwangi. Bandara Banyuwangi hanya melayani rute Banyuwangi-Jakarta dan sebaliknya, serta Banyuwangi-Surabaya di hari tertentu.

Jika harus melanjutkan perjalanan menggunakan pesawat dengan transit di Juanda atau Soekarno Hatta, biaya yang harus sata bayarkan hampir menguras keseluruhan isi dompet. Dengan sedikit berat hati mengingat boros waktu tempuh, akhirnya perjalanan Surabaya ke Banyuwangi dilanjutkan menggunakan trasportasi darat, yang sudah jadi rahasia umum bahwa menuju Banyuwangi dari Surabaya utamanya menggunakan moda transportasi bus AKDP harus banyak istigfar ketimbang mengucap syukurnya.

Ntah kapan terakhir kali menggunakan armada bus Damri dari dan ke Bandara Juanda, tapi hingga sampai dengan saat ini harga yang dibayarkan masih sama dnegan beberapa waktu lalu, bedanya sekarang membayar tiketnya jauh lebh mudah, bisa secara online. Penumpang bus pun menikmati fasiltas bebas asap rokok dan bus terlihat lebih terawat jika dibandingkan dengan armada dari PO yang sama untuk rute dalam kota Surabaya.

Sedikit memejamkan mata, karena harus berangkat pagi dari Makassar serta perbedaan waktu Makassar dan Jawa yang lebih cepat Makassar 1 jam membuat badan dan mata tak bisa diajak kompromi. Terlebih belum minum kopi pagi ini.

Perjalanan dari Bandara Juanda ke Terminal Bus Purabaya Bungurasih terasa lebih cepat dari biasanya, mengingat hari itu Minggu, lalu lintas tidak parah dan tergolong sangat lancar. Jangan bayangkan Surabaya di Senin pagi, bawaannya akan misuh terus. JANCOOOOKKKK.

Setiba di terminal Purabaya Bungurasih disambut dengan beberapa bapak-bapak calo tiket yang berdiri didepan shelter kedatangan, mereka bekerja menawarkan jasa dengan menyebut nama-nama kota di Jawa Timur maupun Jawa Tengah, bahkan Bali hingga Nusa Tenggara Barat dan Timur.

Ya hal ini sudah berlangsung lama, bahkan mungkin sudah sejak puluhan tahun lalu, yang masih saya ingatt pertama kali saya ke Terminal Purabaya 15 tahun lalu, dan suasana seperti ini sudah pernah saya alami bahkan mungkin lebih parah dulu. Kendati memang gerombolan bapak-bapak ini tidak separah dulu. Tapi hingga saat ini Purabaya belum bebas calo. Hal yang berbeda jika dibandingkan dengan terminal bus lain di Jawa yang telah banyak berbenah, bebas calo dan rapi.

Saya sendiri memang apatis dan tidak menjawab sepatah kata pun ketika mereka dengan gigihnya bertanya mengenai tujuan saya selanjutnya, hal ini bukan tanpa sebab. Terakhir kali saya merespon pertanyaan mereka, dan mengikuti mereka, saya dikenai tarif tiket hampir dua kali lipat dari tarif batas atas. Sempat melawan, tapi apadaya waktu itu mereka bergombol jauh lebih banyak.

Karena waktu masih menunjukkan pukul 08.00 WIB, saya memutuskan mampir ke salah satu warung dipojok lorong. Sembari pesan kopi hitam, saya mengambil satu gorengan dan bilang ke ibu penjaga warung untuk titip tas sebelum akhirnya saya pergi meninggalkan warung menuju toilet umum yang dijaga pria berwajah timur dibelakang warung ibu-ibu berwajah jawa tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun