[caption id="attachment_269908" align="aligncenter" width="468" caption="www.kompas.com"][/caption] Sejak berita penangkapan kasus suap senilai milyaran rupiah oleh KPK tadi malam, saya cukup rajin update berita tersebut dari berbagai media online terkemuka seperti detik, kompas, merdeka, okezone dan viva.
Setelah sekian jam hanya melihat layar handphone, saya baru tersadar ada beberapa hal yang menarik saya untuk lebih detil lagi membaca setiap berita itu dari media satu ke media berikutnya. Seperti siapa Akil Mochtar itu?, Siapa dan darimana yang Menyuap?, dsb. Baiklah mari kita ulas satu persatu hal yang membuat saya tertarik .
1.Detik[dot]com dan Kompas[dot]com
Pada halaman awal Detik[dot]com, hampir seluruh update berita mereka isi dengan kasus yang mengejutkan ini, mulai dari awal penangkapan hingga profil Akil Mochtar mulai dari seorang tukang semir sepatu, Anggota DPR dari partai GOLKAR sampai menjadi Ketua MK. Disitu dengan jelas juga diberitakan bahwa kasus ini juga melibatkan poltisi senior dari fraksi GOLKAR Chairun Nisa dan Bupati Gunung Mas Kalimantan Tengah.
Begitupun dengan pemberitaan yang disajikan Kompas meski tidak sedahsyat Detik, tanpa teding aling – aling, media favaorit saya ini juga mem-blow up kasus ini hingga detail tanpa ada bagian yang harus ditup-tutupi.
2.Viva Group
Bagaimana Viva Group memberitakan ini?? Porsi pemberitaanViva News melalui News Portalnya viva[dot]co[dot]id yang saya amati, pemberitaan kasus suap ini tidaklah begitu masif, hanya 20-30% pada halaman awal yang memberitakan tentang kasus ini. Itupun beritanya tidaklah segamblang media yang sebelumnya saya sebutkan. Mereka hanya menyebutkan Akil Mochtar Ketua MK terlibat kasus suap bersama politisi DPR-RI berinisial CHN (tanpa menyebutkan dari partai apa).
Begitu juga dengan TVOne, pagi ini saya menonton sekilas profil Akil Mochtar yang ditayangkan, namun lagi-lagi dari partai mana Akil Mochtar dulu menjadi anggota DPR-RI juga tiidak dijelaskan.
Apakah ini semua berkaitan dengan Kode etik jurnalistik?Atau penyajian pemberitaan yang masih berpihak pada kepentingan tertentu?? Yang jelas, Negara ini sedang megalami status “Awas” dari praktek-praktek Korupsi.
-Hukum Mati atau Negara bebas korupsi hanya menjadi Mimpi-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H