Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berimbas pada laju bisnis dan usaha. Walau demikian pandemi COVID-19 ini mestinya dijadikan pelaku usaha menjadi momen untuk melakukan terobosan dan perubahan dalam berbisnis. Ini untuk mempersiapkan diri menghadapi new normal selepas pandemi COVID-19.
Seperti disampaikan Kemal E. Gani, Pimpinan Umum Grup SWA Media, dalam sebuah diskusi virtual dalam rangka 30 tahun HUT Markplus pada Mei 2020 lalu seperti dilansir https://swa.co.id, bahwa akibat krisis pandemi COVID-19 ini kita menghadapi tantangan kompleks dengan pembatasan gerak sosial maupun bisnis.
Dampaknya luar biasa pada para pelaku bisnis. Convidence level konsumen di Indonesia menurun luar biasa. Sebelumnya 100%, setelah krisis jadi 15%, prioritas konsumen bergeser pada kebutuhan pokok, kesehatan, paket data, daripada belanja konsumsi yang sifatnya sekunder.
Menurutnya, walau Pemerintah Indonesia mengucurkan stimulus dana yang besar untuk dunia usaha, pelaku usaha tetap menghadapi tantangan terutama dalam hal perilaku konsumen yang berubah.
"Di konsumen kini muncul budaya baru, budaya yang lebih sehat, higienis, mengutamakan virtual dan daring baik dalam hal belanja, bekerja maupun akses informasi dan belajar," tuturnya.
Dalam pengalaman krisis sebelumnya, banyak perusahaan dan produk muncul saat krisis. Seperti Susi Air yang lahir saat tsunami Aceh, yang sebelumnya hanya terbatas membawa produk perikanan saja, lalu berkembang mengangkut penumpang dan barang lain.
Contoh lain lagi, yaitu saat terjadi krisis akibat pandemi sindrom pernapasan akut atau SARS di China pada 2003, muncul e-commerce besar yaitu Alibaba dan JD.com. Padahal Alibaba sendiri sebenarnya didirikan Jack Ma sejak 1999, sedangkan JD.com didirkan Richard Liu pada 1998.
"Saya meyakini siapa yang bisa beradaptasi dalam kondisi ekstrim, merekalah yang bisa meraih peluang memenangkan bisnis di masa depan," tandas Kemal E. Gani.
Kemal mengungkapkan, krisis saat ini berbeda dengan waktu krisis tahun 1998 dan 2008. "Kita harus sadar bahwa corona tidak bisa dibunuh, kami meyakini akan terjadi new normal, hidup bersama corona. Yang kemudian kita akan biasa kumpul dengan virtual," terangnya.
Sementara, Nana Yuliana, Konsul Jenderal RI di Amerika Serikat yang juga hadir dalam acara itu menyampaikan pentingnya Indonesia mulai membangun image, untuk mengambil peluang sebagai negara yang bisa berperan dalam rantai pasok dunia.
Ia menuturkan bahwa data ekspor Indonesia ke Amerika sepanjang Januari sampai Maret terjadi peningkatan 6,15%. Di enam negara bagian Amerika, beberapa produk yang mengalami peningkatan adalah produk furnitur, bahan bakar mineral, alat elektronik dan tekstil. "Pandemi COVID-19 ini menimbulkan disrupsi rantai pasok dari China ke Amerika, selain sebelumnya dua negara ini terjadi perang tarif, maka itu ekspor kita naik ke Amerika," tuturnya.
Nana menyarankan, Indonesia harus mengambil momen dari pandemi COVID-19 ini. Caranya, branding Indonesia harus di-instal ulang, bahwa Indonesia mampu mengatasi pandemi.
"Paska pandemi COVID-19, muncul kepercayaan dunia, kemudian investor asing pun masuk ke Indonesia, pariwisata Indonesia yang masuk pun safe dan clean, maka itu kami pun di sini mulai engage travel agent, mereka kami terus update kebijakan apa saja yang diterapkan paska covid. Kami yakin kondisi hubungan Indonesia-Amerika sangat bagus, apalagi Amerika baru membantu Indonesia dalam mengadakan ventilator," jelasnya. /*
Edy Iriyanto
Redaktur Nuansa Persada
Ketua DPD LDII Kota Tangerang Selatan
(Tulisan ini sudah pernah diterbitkan pada majalah Nuansa Persada edisi Juli 2020)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H