Mungkin inilah yang membuat demokrasi memenangi hati sebagian besar warga dunia, ketimbang sistem lainnya. Terutama sistem pemerintahan sosialis yang populer usai perang Dunia Kedua hingga akhir perang dingin pada awal 1990-an.
Keistimewaan demokrasi, idealnya, adalah ia menjamin warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi---baik secara langsung atau melalui perwakilan---dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Praktik partisipasi itu menjalar dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya. Dengan demikian, memungkinkan masyarakat menikmati praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Demokrasi juga mengandung makna penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia.
Pada sisi lain, dalam kekuasaan yang besar dari rakyat yang diamanatkan kepada penguasa, ada batasan-batasan hukum yang membuat penguasa tak jadi semena-mena. Tak berlebihan bila peneliti masalah demokrasi Charles Costello, menyebut demokrasi adalah sistem sosial dan politik pemerintahan diri dengan kekuasaan-kekuasaan pemerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak perorangan warga negara.
Demokrasi membuat tumbuhnya Konsep masyarakat madani sebenarnya merupakan terjemahan dari kata civil society (masyarakat sipil) yang banyak digunakan oleh negara-negara barat.
Dalam masyarakat madani, warga negara saling bekerja sama membangun ikatan sosial, jaringan produktif, dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non-negara. Lebih lanjut, dasar utama masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi sosial yang didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.
Alhasil, keberadaan masyarakat madani sebagai anak kandung demokrasi, membuat negara atau pemerintah bernafas lega. Sekelompok masyarakat yang biasanya berbentuk organisasi kemasyarakatan (Ormas), hadir dalam membantu kesulitan-kesulitan yang dihadapi negara. Mereka, para ormas itu, membina, memfasilitasi dan mengedukasi warganya dalam pola gotong royong: ringan sama dijinjing dan berat sama dipikul.
Walhasil, pembangunan yang tak mampu menjangkau wilayah terpencil bahkan di wilayah perkotaan yang pemerintahnya kadang tak sampai menyentuh warganya, ormas menjadi perpanjangan tangan pemerintah. Baik dalam hal ekonomi maupun untuk meningkatkan kualitas hidup warga.
Pada masa pandemi, Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso menyerukan agar warga LDII bekerja keras dan cerdas membantu pemerintah, menanggulangi dampak wabah Covid-19. Sejak pandemi berawal pada Januari 2020, lalu berlanjut ke Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada Maret, DPP LDII telah meminta pengajian-pengajian dilakukan secara daring. Para pengurus LDII di tingkat Pengurus Anak Cabang yang langsung bersentuhan dengan masyarakat, mendata warga untuk menyalurkan bantuan sosial. Baik dari warga LDII maupun dari pemerintah.
Bahkan, DPP LDII juga terus menggelar berbagai webinar pelatihan digital marketing dan ketahanan pangan. Dalam kondisi pandemi, saat kegiatan ekonomi tak bisa dilakukan secara langsung, warga LDII didorong menjajakan produk melalui internet untuk meluaskan pasar.
Saat Munas IX LDII, KH Chriswanto Santoso meneguhkan keberadaan LDII sebagai bagian dari civil society, dengan meminta warga LDII di seluruh Indonesia membantu pemerintah. Bagi LDII, membantu pemerintah merupakan tanggung jawab sebagai warga negara sekaligus wujud dari ukhuwah Islamiyah (persaudaraan umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan bangsa), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan umat manusia).
Ludhy Cahyana
Wartawan
Ketua Dept. Komunikasi Informasi dan Media DPP LDII
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H