Mohon tunggu...
Zainul Alim Tenri Ola
Zainul Alim Tenri Ola Mohon Tunggu... -

I am just a man who enjoys nature and loves its creator. A string of sentences for You my beloved: "You can climb the cliffs as high as possible but only God who has unlimited height".

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hari Minggu -Dulu dan Sekarang-

20 November 2011   03:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:26 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sistem hari kerja yang ada di Indonesia maupun di sebagian besar negara dunia, hari minggu merupakan hari "libur" dimana setelah bekerja selama 6 hari sebelumnya masyarakat di berikan kesempatan untuk menghirup setitik udara kebebasan. Namun seiring berjalannya waktu, hari minggu mulai mengalami disorientasi makna. Dahulu hari minggu selalu membawa angin kebahagiaan di setiap penjuru kota yang ada di dunia, hari yang cerah untuk keluar menikmati keindahan pencipta. Orang - orang saling bergotong royong membangun gairah kebersamaan dalam mensucikan kompleks perumahannya ataupun kecamatan tempat tinggalnya. Sekarang ? Hari minggu merupakan kesempatan untuk menyelesaikan semua pekerjaan kantor/sekolah yang tertumpuk. Setelah itu saatnya untuk tidur sepanjang siang, mandi di sore hari dan lanjut tidur malam untuk menyambut beratnya hari senin. Kurang lengkap rasanya jika tidak menengok perkembangan acara televisi yang ada setiap hari minggu. Sewaktu saya kecil (sekitar 1995) ada berbagai film kartun yang menghibur dari jam 7 pagi hingga 2 siang di hampir semua stasiun televisi. Merekonstruksi pikiran seorang anak bahwa hari minggu adalah saatnya untuk menonton kartun favorite, sejenak melupakan pekerjaan rumah dari sekolah dan waktunya untuk mengembangkan otak kanan. Memasuki abad ke - 20 dunia pertelevisian tidak lagi menjadi sasaran terbaik dalam menikmati hari minggu. Bayangkan psikologi perkembangan seorang anak jika disuguhi acara musik boyband selama 2 jam !  Melihat penyanyi dangdut bergoyang erotis dan sekumpulan girlband mengalunkan lirik seksi. Tidak ketinggalan seorang wanita yang dengan senyum manisnya menjual apartement baru dengan tinggi puluhan meter tiap minggunya, seakan - akan mengisyaratkan bahwa untuk menjadi manusia berkualitas maka anda harus mempunyai salah satu apartement tersebut. Itulah sebuah representasi hari minggu era globalisasi. Menarik memang apa yang terjadi dalam dekade terakhir perkembangan hari minggu, namun ini mengajarkan satu hal bahwa kemajuan zaman menuntut peran aktif anggota masyarakat dalam menata kembali hari minggu yang seharusnya dinikmati oleh anak - anak yang kehilangan lapangan bermainnya dan untuk orang dewasa yang ingin menghirup lagi nafas masa kecilnya. Lupa quotenya siapa: "sistem membuat sebuah konstruksi kerja pada diri tanpa henti,namun batin layaknya mesin yang butuh pendingin untuk hari bahagianya".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun