Mohon tunggu...
GenBI Universitas Diponegoro
GenBI Universitas Diponegoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Generasi Baru Indonesia Komisariat Universitas Diponegoro

Komunitas Penerima Beasiswa Bank Indonesia Komisariat Universitas Diponegoro

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Di Balik Layar Pemilu: Cerita Pendongkrakan Ekonomi yang Tak Terlihat

9 Februari 2024   14:43 Diperbarui: 9 Februari 2024   14:51 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendalaman kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan fokus pada suku bunga kredit per sektor ekonomi (Lampiran);

  • Percepatan digitalisasi sistem pembayaran untuk efisiensi transaksi dan perluasan ekosistem Ekonomi Keuangan Digital (EKD), melalui:

    • Peningkatan efektivitas implementasi kebijakan QRIS baik QRIS TUNTAS maupun Merchant Discount Rate (MDR) QRIS untuk Usaha Mikro (UMI), serta perluasan kerja sama QRIS antarnegara;

    • Perpanjangan masa berlaku kebijakan kartu kredit (KK) dan tarif Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) sampai dengan 30 Juni 2024, yaitu: (a) kebijakan batas minimum pembayaran oleh pemegang KK sebesar 5% dari total tagihan dan kebijakan nilai denda keterlambatan sebesar maksimum 1% dari total tagihan serta tidak melebihi Rp100.000; (b) tarif SKNBI sebesar Rp1 dari BI ke bank dan tarif SKNBI maksimum Rp2.900 dari bank kepada nasabah;

    • Penguatan literasi Kartu Kredit Indonesia (KKI) Segmen Pemerintah guna meningkatkan efektivitas penggunaannya.

  • Dinamika Dampak Pemilu 2024 terhadap Perekonomian di Indonesia

    Berlangsungnya pemilu 2024 yang dikemas berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yakni secara serentak dilakukan untuk memilih badan legislatif daerah dan pusat, tentunya sangat mempengaruhi perekonomian di Indonesia secara signifikan. Menteri keuangan telah menyatakan bahwa anggaran besar senilai Rp 37,4 triliun dalam RAPBN telah disiapkan untuk penyelenggaraan pemilu 2024. Bukan hanya negara, peserta pemilu pun harus menyiapkan dana belanja yang tidak sedikit untuk memenangkan suara. Dana belanja tersebut seharusnya mampu menjadi penggerak ekonomi Indonesia. Namun, kenyataannya hal tersebut tidak cukup karna data BPS menunjukkan adanya tren perlambatan pertumbuhan ekonomi pada tahun pemilu. Hal ini tentunya menimbulkan pro dan kontra bagi berbagai pihak yang merasakan dampak ekonomi akibat diselenggarakannya pemilu 2024.

    Di tengah ketidakpastian yang disebabkan oleh pemilu ini, peran pemerintah akan sangat penting untuk mendorong agar perbankan dapat secara aktif menyalurkan kredit. Contoh dorongan yang telah dilaksanakan oleh Bank Indonesia (BI) adalah melalui Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang mulai berlaku pada 1 Oktober 2023. KLM yang semula hanya 2,8% dari dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank, naik menjadi 4% dan diharapkan menjadi booster bagi perbankan untuk aktif menyalurkan kredit karena perbankan akan mendapatkan pengurangan setoran giro wajib minimum (GWM) dan secara langsung akan menambah pasokan likuiditas perbankan.

    Walau demikian, perbankan diharapkan tetap menerapkan prinsip KYC (Know Your Customer) mengingat adanya potensi nasabah berisiko tinggi (Politically Exposed Person/PEP) yang mengajukan kredit modal kerja untuk belanja politik. Tanpa penerapan KYC yang baik, akan terjadi kredit tidak tepat guna sehingga berpotensi memicu peningkatan rasio kredit bermasalah. Hal ini tentu bukan output yang diharapkan dari KLM dan tidak akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.

    KLM merupakan kebijakan pro growth yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang melambat akibat ketidakpastian yang bersumber dari pemilu dan kondisi ekonomi global. Apabila kebijakan ini tidak diterapkan dengan tepat, dan bank justru memilih untuk meningkatkan batas kredit minimum demi menjaga tingkat likuiditasnya, maka yang akan terjadi adalah perlambatan ekonomi. Selain itu, koordinasi kebijakan BI dan fiskal pemerintah harus terus-menerus ditingkatkan demi menjaga stabilitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    Diluar kebijakan yang dilakukan BI, pemerintah juga perlu memberikan keterbukaan terkait proses pemilu dan rencana kebijakan pasca-pemilu. Dorongan terhadap investasi dalam negeri, kepastian bagi investor asing, dan kebijakan stabilisasi harga pangan menjadi langkah-langkah kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi. Dengan demikian, pemerintah perlu merancang kebijakan yang seimbang untuk mendukung sektor keuangan, barang, dan jasa dalam menghadapi dinamika pemilu yang kompleks.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    6. 6
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Financial Selengkapnya
    Lihat Financial Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun