Saat transit, saya bertemu dengan beberapa orang dan ngobrol dengan mereka. Ketika saya bilang bahwa saya akan ke summit dan langsung turun keesokan harinya, hampir semua pesimis terhadap saya. Mereka bilang, saya bukan bule dan fisik saya nggak meyakinkan untuk bisa jalan sampai ke puncak. Mendaki puncak gunung bukan soal iseng. Bahkan menurut mereka, beberapa waktu yang lalu pengunjung yang biasa mendaki pun menyerah dengan beratnya medan Semeru saat kemarau panjang begini. Ya, saya mikir-mikir juga sih akhirnya..
Makin saya pikir, makin saya di-pesimis-kan, makin saya yakin kalau saya punya kesempatan. Pikir saya, kalau saya memang niat setengah-setengah, lebih baik saya tadi tinggal dirumah saja. Saya pasti do the best untuk sampai summit. Meskipun jalan pelan-pelan, tapi saya mau coba dulu sekuatnya. Pernah dengar orang bijak berkata "if there is a will, there is a way" ? So, I'll go and find my way.
Okelah, saya lanjut jalan lagi. Sebelum gelap, saya harus sampai di Kalimati untuk istirahat dan bermalam disana. Sempat coba naik tanjakan cinta tanpa menoleh kebelakang? Saya coba sih, tapi bukan untuk membuktikan mitos, toh saya nggak punya pacar. Hiks. Teman-teman bule saya justru lebih gila karena mereka melewati tanjakan itu dengan berlari. Nggak paham deh tenaganya bisa awet tanpa capek begitu.
Yang lain jalan, saya masih nyantai dan sempet selfie dulu.
Setelah tanjakan cinta, saya melewati padang rumput yang luas sekali namanya Oro-oro Ombo. Saat musim hujan, biasanya banyak tumbuh lavender. Karena ini musim kemarau panjang, yang saya temukan hanya rumput dan alang-alang kering. Tapi okelah, jalannya flat hampir tanpa uphill, dengan begitu saya bisa jalan lebih cepat.