Mohon tunggu...
Alda Gemellia Munawwaroh
Alda Gemellia Munawwaroh Mohon Tunggu... Mahasiswa - member of Islamic Association of University Students

Math Education 2018

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Mengasuh Anak Istimewa: Cara Tuhan Hadirkan Surga dalam Keluarga

22 Agustus 2022   10:56 Diperbarui: 22 Agustus 2022   11:01 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fragile X Syndrome atau yang biasa disebut dengan Sindrom X Rapuh, merupakan salah satu jenis kelainan genetik langka di Indonesia. Sindrom ini terjadi akibat terjadinya mutasi gen FMR1 (Fragile X Mental Retardation 1) yang terletak pada kromosom X.  

Berdasarkan fungsinya, gen FMR1 akan menghasilkan protein FMR yang berfungsi sebagai penghubung interaksi antara sel otak dengan system saraf. Jika gen FMR 1 termutasi, maka protein FMR yang dihasilkan hanya sedikit atau bahkan tidak menghasilkan sama sekali. Mutasi inilah yang kemudian menyebabkan sinyal dari otak tidak sampai kepada sistem saraf sehingga menghasilkan gejala-gejala Fragile X Syndrome.

Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh penderita Fragile X Syndrome diantaranya yaitu, gangguan pertumbuhan, gangguan mental, perilaku, serta kelainan bentuk fisik. Gangguan pertumbuhan yang dimaksud yaitu meliputi tumbuh kembang anak yang lambat dan kecerdasan kognitif (IQ) yang rendah. 

Depresi, gangguan kecemasan, bahkan OCD (obsessive compulsive disorder) juga menjadi dampak dari gangguan mental bagi penderita sindrom tersebut. 

Sedangkan gangguan perilaku biasanya ditunjukkan seperti memiliki kecenderungan hiperaktif (ADHD/attention deficit hyperactivity disorder), agresif, tidak melakukan kontak mata dengan orang lain, hingga autisme. 

Gejala berikutnya yang Nampak ialah kelainan bentuk fisik. Penderita sindrom ini umumnya memiliki ukuran kepala lebih besar dan bentuk wajah yang lebih panjang, memiliki telinga yang lebih besar, sendi menjadi longgar dan memiliki bentuk kaki rata.

Meski memiliki beberapa gejala demikian, pada umumnya penderita fragile X syndrome ini tidak terlalu menonjol dari manusia normal lainnya. Oleh karenanya, seringkali penderita sindrom ini hanya dianggap sebagai anak yang tidak pandai karena kecerdasan kognitifnya yang sangat rendah. 

Tidak hanya itu, minimnya sekolah inklusi yang menampung anak-anak dengan keterbatasan ini, membuat banyak keluarga yang menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah umum. 

Sehingga yang terjadi adalah pembiaran pada anak tersebut dan justru mengakibatkan kemunduruan intelektual dan sikap pada perkembangannya. 

Anak-anak normal seusianya pun tidak jarang yang melakukan bullying terhadap anak yang memiliki keterbatasan tersebut. Bahkan tidak segan-segan melakukan kekerasan fisik.

Lingkungan keluarga juga dapat memicu gangguan mental dari penderita Fragile X Sindrome. Seringkali orangtua ataupun kerabat tidak sabar saat mendidik dan mengasuh anak dengan keterbatasan tersebut. 

Sifat agresif sang anak, perilaku yang lepas kendali, hyperactive, atau bahkan senang melukai diri sendiri atau orang lain, membuat keluarga terkadang malu atau hilang kendali dan terbawa emosi. 

Padahal dengan menunjukkan perilaku-perilaku yang demikian, akan terekam kuat dalam ingatan sang anak hingga dewasa nanti serta dapat memperparah Kesehatan mental sang anak.

Meskipun memiliki kecerdasan intelektual yang sangat lambat, anak dengan keterbatasan ini juga dapat merasakan dan menyadari apabila mereka tidak diinginkan, tidak dihargai dan disayangi, tidak mendapatkan kesempatan yang sama untuk bersosialisasi, bahkan juga dapat merasakan bagaimana ia dikucilkan dari lingkungan sekitarnya. 

Terkadang jika mereka merasakan demikian, mereka lebih memilih untuk menarik diri, diam, dan takut. Ketakutan ini terjadi karena mereka merasa tidak dapat membalas perbuatan-perbuatan buruk yang mereka alami. 

Semakin lama mereka memendam ketakutan atas perundungan yang dialaminya, dapat mengakibatkan guncangan mental pada dirinya, mengamuk, serta lepas kendali.

Sejatinya, terapi pengobatan penderita Fragile X Syndrome sedikit lebih sederhana daripada terapi pengobatan bagi penderita Down Syndrome. Jika penderita Down Syndrome mendapatkan terapi di sekolah luar biasa (SLB), maka anak dengan Sindrom X Rapuh ini lebih dianjurkan oleh ahli psikologi dan psikiater untuk mendapatkan pendidikan intensif di Sekolah inklusi bersama dengan penderita Tuna Grahita lainnya. Karena meskipun memiliki keterbatasan, penderita Fragile X syndrome cenderung memiliki daya ingat yang sangat kuat. 

Dalam tumbuh kembangnya, anak yang menderita sindrom ini mengandalkan pendengarannya untuk menangkap suatu informasi baru. Dengan pembiasaan mendengarkan berulang-ulang inilah yang juga menyebabkan ia mampu mengingat dengan kuat. Oleh karenanya, penderita sindrom ini membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembangnya.

Sama halnya dalam membentuk karakter bagi penderita Fragile X syndrome, dapat dilakukan dengan membiasakannya di lingkungan yang positif dimulai pada saat masih usia anak-anak. 

Seperti membiasakan beribadah tepat pada waktunya, menghormati orang yang lebih tua, tidak mengambil barang yang bukan miliknya, dan masih banyak lainnya. 

Jika pembiasaan-pembiasan ini dapat diterapkan dengan baik, meskipun kelainan genetik ini tetap tidak dapat disembuhkan, setidaknya sang anak dapat hidup mandiri di usia dewasa kelak. 

Selayaknya anak pada umumnya, anak dengan sindrom X rapuh ini juga membutuhkan perhatian serta kasih sayang dari orang lain, khusunya keluarga dan orang tua. 

Memang tidak mudah mendidik dan mengasuh anak dengan sebuah keterbatasan. Tapi percayalah, kesabaran dan ketulusan itulah yang akan mengahdirkan surga dalam sebuah keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun