Mohon tunggu...
Alda Gemellia Munawwaroh
Alda Gemellia Munawwaroh Mohon Tunggu... Mahasiswa - member of Islamic Association of University Students

Math Education 2018

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Limbah Batubara Dikeluarkan dari Kategori Berbahaya

14 Maret 2021   19:50 Diperbarui: 30 April 2021   10:53 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: kelompok 5

Anggota: Fendy Zarmas Ariyanto (Kudus), Muhammad Maghribi (Surabaya), Masrizal Rahmadhani (Batu Sangkar), Alda Gemellia (Salatiga), Nur Laila Ningsih (Tulungagung), Siti Nor Cahayati (Bojonegoro)

Negara Indonesia terkenal sebagai negara dengan sumber daya alamnya yang melimpah. Mulai dari sumber daya flora dan fauna, kelautan, perhutanan, serta sumber daya perbumian atau kandungan logam mineral bumi yang berlimpah. 

Logam mulia seperti emas, perak, platinum, hingga kandungan tembaga, minyak, dan batu bara. banyaknya kandungan perut bumi Nusantara ini tidak lepas dari letak geografis dari negara Indonesia itu sendiri. Yakni terletak antara samudera Hindia dan samudera Pasifik, serta diantara benua Asia dan benua Australia. Kedudukan ini juga menyebabkan Indonesia menjadi cross line perdagangan Internasional.

Diantara sekian banyak sumber daya alam Indonesia, yang paling banyak digemari dunia internasional ialah kandungan bumi. Salah satunya yaitu pertambangan batu bara. Indonesia menjadi salah satu penghasil batu bara terbesar di dunia yakni sekitar 105 miliar Ton per 2020. Pertambangan ini tersebar di Sebagian besar daerah Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Batu bara juga menjadi salah satu sumber ekspor utama negara Indonesia.

Akan tetapi, maraknya pertambangan-pertambangan batu bara di Indonesia ini juga memberikan dampak bagi lingkungan sekitarnya. Tercatat bahwa limbah batu bara ada yang mengandung bahan berbahaya dan beracun atau golongan B3. Seperti hasil pembakaran, fly ash dan bottom ash. Pencemaran udara menjadi salah satu akibat dari pertambangan ini. Debu dan asap yang dapat mngotori udara dan air, serta buangan tambang yang mengandung zat-zat beracun. 

Sisa atau limbah pertambangan ini tentu sangat merugikan manusia atau masyarakat sekitar dan juga lingkungan. Myllyvirta, aktifis Greenpeace International mengatakan bahwa Polusi batubara sangat berbahaya bagi manusia. Batubara mengeluarkan partikel PM 2,5 yang sangat mudah masuk ke tubuh manusia melalui udara yang dihirup. Sehingga dapat menyebabkan risiko kanker yang lebih tinggi.

Selain itu, limbah batu bara juga sangat berpengaruh buruk bagi lingkungan, diantaranya yaitu rusaknya contour tanah akibat penggalian dengan jumlah besar. Banyak lubang hasil galian yang kemudian dibiarkan begitu saja sehingga tak jarang membentuk genangan air. Selanjutnya, ada beberapa dampak yang juga dirasakan oleh manusia seperti sesak nafas karena menghirup debu dan sulitnya mendapat air bersih sehingga mendatangkan berbagai penyakit kulit, bahkan hingga dapat menyebabkan kanker kulit. Selain itu, pertambangan yang di lakukan tanpa mengindahkan keselamatan pekerja dan kondisi geologi lapangan dapat menimbulkan tanah longsor, ledakan, reruntuhan tambang dll.

Berdasarkan paparan diatas, limbah pertambangan batu bara di Indonesia memiliki dampak negatif bagi lingkungan khususnya manusia. Akan tetapi pemerintah justru membuat peraturan No. 22 tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan penduduk. Melalui Undang-Undang Cipta Kerja beberapa perlindungan lingkungan Indonesia ke titik terendah. Setelah sebelumnya partisipasi AMDAL dibatasi. Dan kini Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) dihapuskan dari daftar limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Tentu saja hal ini akan lebih mengancam keselamatan manusia karena mengandung senyawa kimia seperti arsenic, timbal, merkuri, dan promium. 

Dengan dihapuskannya kandungan FABA sebagai bahan berbahaya, maka tidak ada lagi yang mampu menjamin keselamatan manusia di lingkungan sekitar lokasi pertambangan. Sebelumnya 14 orang meninggal dunia akibat wabah yang ditimbuklkan PLTU batu bara Panau di Palu. Mayoritas meninggal karena kanker nasofaring, paru-paru hitam, dan kanker paru-paru. Saat FABA masuk dalam limbah B3 saja perusahaan telah abai akan dampak yang ditimbulkan, apalagi jika dikeluarkan.

Melihat dari kondisi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, seharusnya pemerintah lebih bisa mencermati akan dampak-dampak berbahaya yang dapat ditimbulkan dari limbah pertambangan batu bara ini sebelum mengambil keputusan. Terlepas dari desakan pihak manapun, jika pemerintah mampu bersikap arif dan lebih mementingkan kepentingan masyarakat, maka hal yang demikian ini tidak akan terjadi. 

Masih ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini. Diantaranya, menarik kembali peraturan pemerintah yang telah dibuat, atau setidaknya membuat peraturan baru yang mengategorikan bahan FABA kembali termasuk kedalam kategori bahan berbahaya dan beracun. Selain itu, pemerintah juga bisa memberikan filtrasi sementara agar dapat meminimalisir polusi udara yang dihasilkan. Sehingga dapat menekan jumlah korban terdampak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun