Keinginan PEMPROV DKI untuk membantu pelajar-pelajarnya tidak berjalan lancar. Masalah-masalah datang kemudian. Dari mulai penyelewengan hingga sasaran bantuan yang tidak tepat. KJP namanya, kepanjangan dari Kartu Jakarta Pintar. Kartu ini sejenis kartu berisi uang yang bisa ditransaksikan pada perangkat EDC seperti Kompasiana Card, Flash dari BCA, atau e-money dari Mandiri.
Sasaran KJP yang tidak tepat sasaran, perlu jadi catatan serius. Mungkin sensus data penduduk perlu diperbaharui. Pemahaman mengenai ‘mampu’ dan ‘tidak mampu’ agaknya perlu jadi perhatian serius, sehingga standar atas keduanya terpampang jelas, baik dari kacamata sang wali kelas maupun dari kaca mata bapak RT. Setidaknya dengan data yang mutakhir, masalah penyelewengan data bisa dikurangi.
Pembatasan Bantuan?
Bantuan untuk Pelajar Jakarta ini diharapkan membantu mereka dalam hal pendidikan. Tapi yang terjadi, transaksi justru terjadi pada merchant-merchant yang sama sekali tidak berhubungan dengan pendidikan. Toko Emas dan Karaoke konon tercatat transaksi dengan menggunakan KJP. Kalau ini jadi masalah, harusnya Bank DKI selaku vendor bisa bekerja sama dengan Bank Indonesia.
Bank Indonesia saat ini sedang menjalankan program “saatnya non tunai”. Dalam program yang dicanangkan Bank Indonesia ini, terdapat tahap dimana EDC akan dibuat menjadi satu. Saat ini, ketika bank mengeluarkan alat pembayaran berupa kartu, maka bank tersebut pula menerbitkan EDC. Nah, Bank Indonesia dalam rangka “saatnya non tunai” akan membuat satu EDC untuk semua kartu.
Nah, dengan penyeragaman sistem EDC ini, harusnya bisa disispkan sekaligus ditertibkan antara kepemilikan EDC dengan keberadaannya pada toko. Ingat setiap perangkat yang diterbitkan pasti memiliki kode unik. Dan kode unik ini bisa jadi alat validasi transaksi.
Misal KJP tidak boleh ditransaksikan pada segala merchant dengan kategori entertaint. Maka KJP hanya valid dan bisa ditransaksikan pada merchant-merchant di luar kategori tersebut. Ribet ya? Ya kalau memang tidak mau KJP disalahgunakan bisa begitu salah satu caranya. Biarkan sistem yang bekerja.
KJP Itu bebas digunakan?
Bisa jadi sebenarnya penggunaan KJP bisa seluas-luasnya. Sebenarnya KJP dikeluarkan untuk membuat para pelajar lebih pintar kan ya? Nah salah satu jalan untuk menjadi lebih pintar adalah dengan wawasan. Wawasan bisa dihasilkan dari pergaulan. Pergaulan juga bisa didatangkan dari bermain bersama. Apa salahnya menggunakan KJP untuk membayar karaoke sehingga bisa menambah pergaulan. Menambah wawasan. Dan bikin tambah pintar.
Masih tentang kebebasan penggunaan KJP. Biarkan saja pelajar-pelajar itu menggunakannya untuk membeli emas untuk orangtuanya. Setidaknya orangtuanya akan lebih tenang dan sadar kalau keluarganya punya tabungan. Sehingga sang orang tua bisa dengan tenang membiarkan dan mendorong anaknya untuk sekolah. Dan anaknya lebih pintar.
__________
Terlepas dari pembatasan penggunaan KJP atau pembebasan penggunaan KJP, yang harusnya jadi perhatian justru soal data, distribusi dan sosialisasi. Ini jauh lebih bermanfaat. Jika data sudah valid, kan nanti bakal membantu program-program Jakarta selanjutnya. Kalau distribusi dievaluasi, kelak percepatan program mendatang, elevasinya bakal lebih baik. Lantas kalau metode sosialisasi tepat sasaran dan tepat guna, maka program pemprov kelak bakal jauh lebih cepat dan lebih lancar.
Enggak usah terlalu ribet sama sanksi, enggak usah terlalu pusing mikirin watak sama mental. Fokus saja sama data, distribusi dan sosialisasi sambil mendukung dan berdoa agar gerakan Revolusi Mental yang dananya fantastis itu bisa berjalan dengan baik dan tepat sasaran.
_________
ghumi 20150807
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H