Mohon tunggu...
Fahmi Idris
Fahmi Idris Mohon Tunggu... Professional IT - System Analyst -

Introvert, Kinestetik, Feeling Extrovert, System Analyst, Programmer, Gamers, Thinker, Humorous, Dreamer. Web : ghumi.id Instagram : fahmi_gemblonk

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Penggenggam Jasad: Tempat Rahasia

21 Februari 2012   00:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:24 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelumnya :

“Huahahahhaaa..huahahahhaaa…. takkan kubiarkan kalian keluar dari hutan ini. Kalian harus menjadi sepertiku dan Tejo. Huahahahahaa,,,huahahahahaaa,,,”

__________________________________________________

Tempat Rahasia

Alan dan Galuh berlari menjauhi sosok Nunik. Sesekali mereka tersungkur. Pakaian mereka tampak kacau sekarang, bercampur dengan tanah basah sisa hujan. Luka berdarah di kepala Alan tak digubrisnya sekarang. Darah yang tadi mengalir di pelipis kanannya sudah berhenti sekarang.

Buk

"Lan.. tunggu..", Galuh terjatuh.

Dengan cepat Alan berbalik menghampiri Galuh. Alan mengambil ranting-ranting kering di sekitar Galuh. Melemparkannya pada Nunik,

"PERGI KAU..!! JANGAN MENDEKAT...", Alan mencoba menarik tangan Galuh untuk berdiri, "Ayo Luh..  Bangun..!!", Alan kemudian membopoh Galuh. Tangan kanan Galuh melingkar pada bahu Alan. Mereka berjalan cepat berusaha menjauhi Nunik.

"HUAHAHAHAHAHAHAAAAA.... MAU KEMANA KALIAN?!? HAH!?!", lemparan ranting kering dari Alan tak dapat menghentikan langkahnya.

Siang terasa semakin gelap. Bukan hanya karena awan hitam pekat sisa hujan tadi, tapi karena Galuh dan Alan masuk lebih dalam ke dalam hutan, cahaya matahari seakan tak mampu menembus lebatnya hutan. Tanah basah sisa hujan pagi tadi membuat Galuh dan Alan kesulitan berjalan cepat. Gumpalan-gumpalan tanahnya melekat pada sepatu mereka. Pakaian mereka sudah tak karuan, basah berlumpur. Terlebih pada pelipis kanan Alan yang berlumpur bercampur darah kering. Mereka tergopoh-gopoh, masuk ke dalam hutan. Semakin dalam.

* * *

"Al.. Al.. Bangun Al.. Alya...", Kurnia menepuk-nepuk pipi Alya, mencoba menyadarkannya.

"Yat.. bukain tali di samping ransel gue... cepetan..!!", Perintah Sani pada Hidayat sambil menunduk mengambil golok yang sedari tadi tergeletak di sebelah ranselnya, "Brand, ambil tongkat..!", Mereka bertiga sudah siap dengan perlengkapannya masing-masing sekarang.

"Hei..! Mbah Dewo ke mana?!?", Hidayat memegang tali sekarang.

"Lah?!? Mana kutahu?!? Zedari tadi aku coba zadarkan Alya.."

Bum

"Pintu belakang..!! Ayo tangkap dia..!!"

"Coki.. Kamu mau kemana?!?", Kurnia menggenggam pergelangan kiri Coki, "Kamu di sini aja.."

"Lo jagain Kurnia sama Alya Cok.. Gue ada stok piso sama tali di tas, lo pake buat jaga-jaga..", Sani mengingatkan Coki. Sani, Brandon dan Hidayat berlari ke belakang sekarang.

"Stick together guys..!", Teriak Brandon sambil berlari. Mereka bertiga menghilang di ujung selasar.

* * *

"Ayo Luh.. Tahan sakitnya.. kita gak tau jadi apa kita kalau tertangkap Nunik...", Dengan nafas tersengal Alan mencoba mengingatkan Galuh.

Jarak mereka berdua semakin menjauh dengan Nunik. Mereka berdua berlari menuju puncak bukit. Ada dua pohon beringin besar di sana. Keduanya berdiri tegap rapih seperti gapura. Akarnya besar berlumut. Seperti memasuki sebuah lorong, beringin ini berbaris rapih pada sisi kanan dan kirinya. Beringin-beringin tua yang tampak lapuk namun kokoh.

* * *

Sekarang tinggal Coki, Kurnia dan Alya di ruang depan vila. Sepeninggalan Brandon, Hidayat dan Sani, suasana menjadi hening. Coki sudah menggenggam pisau dan tali di tas ransel Sani sekarang, dia berdiri di depan Kurnia. Sementara Kurnia masih sibuk mencoba menyadarkan Alya yang masih belum sadar.

"Kita pindah saza lah ke ruang tengah.. Kau bisa baringkan itu Alya di kursi panzang di sana.."

"Yaudah.. nih kamu angkat Alya.."

Coki meletakkan pisau dan tali, memangku Alya membawanya ke ruang tengah. Kurnia mengambil pisau dan mendekapnya di depan dada. Tangan kirinya membawa tali. Berjalan di belakang Coki.

* * *

Hidayat, Sani dan Brandon sudah berada di ruang belakang. Di depan sana pintu menuju halaman belakang. Mereka bertiga berlari menuju pintu tersebut. Kini mereka sudah ada di halaman belakang sekarang.

"Itu dia..!! Ayo kejar..!!", Sani menunjuk kelebat bayangan yang baru saja melompati semak ke arah bukit belakang.

"San wait..!", Pinta Brandon yang kemudian menarik bahu Sani.

"Apa?!?"

"Easy San... Kita jangan nafsu catch mbah Dewo.. "

"Kalau mbah Dewo bisa kita tangkap, kita bisa tau ada apa di sini!!"

"Galuh and Alan important problem sekarang.. not about mbah Dewo.. Kalau kita mau masuk hutan, find Galuh and Alan pilihan terbaik.."

"Ada benernya juga San kata Brandon.. Kita harus kumpulin dulu semua.."

"Oke.. Gue ngerti.. Sekarang usul lo apa?"

"We go through to the forest, cari Galuh dan Alan... Hidayat stay di sini bersama yang lain.. Mereka bisa seek petunjuk soal mbah Dewo dari vila ini.. Sekarang sudah siang.. Akan sulit mencari Galuh dan Alan when dark.."

"Yaudah.. kita balik lagi ke dalam.. ambil perlengkapan di ransel gue.."

* * *

Sementara di ruang tengah, Kurnia duduk di kursi panjang. Di paha kirinya terbaring kepala Alya. Tangan kirinya mengelus-elus dahi dan rambut Alya. Sementara Coki dengan pisau di tangan kanan terlihat mengelilingi ruang tengah. Dia lebih memperhatikan barang-barang pada ruangan tersebut.

"Kamu cari apa Cok?"

"Tak tahulah.. bosan aku duduk diam.. siapa tahu ada benda menarik yang bisa kubawa pulang.."

"Loh kok kalian sudah kembali?!? gimana mbah Dewo?!?", Kurnia tampak bingung melihat Brandon, Sani dan Hidayat kembali.

"Udah keburu kabur dia.. gak tau kemana.."

"Lalu macamana sekarang?!?"

"Gue sama Brandon masuk hutan lagi.. Nyari Galuh sama Alan.. Kalian berempat di sini aja.. Cari tau soal vila ini, mungkin bisa terjawab ada apa di sini.."

"Iya.. iya.. pilihan bagus.. Nanti kalau sudah kumpul semua, kita langsung pulang aja ya.. aku gak tahan..", Kurnia merengek.

"Iya.. kita langsung pulang begitu kumpul semua..", Sani menjawab rengekan Kurnia sambil memeriksa isi ranselnya. Dirasa perlengkapan sudah diperiksa, Sani berdiri, "Gue sama Brandon berangkat lagi.. Lo semua obrak-abrik aja nih vila.. cari petunjuk soal vila, mbah Dewo sama Nunik.."

"Stick together ok!?! Jangan terpisah-pisah", Brandon mengingatkan.

* * *

Terlihat di atas bukit sana ada gundukan tanah. Di atas sana tampak terbuka, tidak ada pepohonan rimbun di sana.

"Ayo Luh.. kita ke atas sana.. Mungkin nanti akan ada orang yang melihat kita di atas sana..", Alan mengingatkan Galuh. Nafasnya hampir habis karena sedari tadi berjalan sambil membopoh Galuh.

Brukkkkk

"Aaaaaaaaarrrrghhhhhhhh.....", Galuh dan Alan berteriak bersamaan.

Mereka berdua masuk ke dalam lubang di sela-sela akar pepohonan. Lubang tersebut besar, gelap, licin berlumut, basah dan dalam.

* * *

"Coba Cok.. kamu periksa bufet-bufet sebelah sana.. aku lihat sebelah sini.. kita sisir aja dulu ruangan ini.."

"santai.. kalau soal mencari-cari barang.. Akulah zagonya.. hahahaha.. Lagian memang bufet yang ini belum sempat kujamah semalam"

Coki dan Hidayat mulai membuka pintu bufet jati satu persatu. Pernak-pernik barang antik dikeluarkan diamati. Bahkan bingkai foto yang bergambar 5 orang di dalam sebuah lemari di balik piring antik tak luput dari pengamatan Coki. Ada 3 pria dan 2 wanita dalam foto tersebut. Seperti foto priyayi-priyayi zaman kemerdekaan. Ada dua orang seperti suami istri duduk di tengah. Sementara di belakang suami istri tersebut ada 3 orang berdiri.

"Hei.. hei.. lihat ini..!!", Coki membawa foto tersebut. Dia kemudian duduk di sebelah Kurnia. Hidayat kemudian menghampiri, "Lihat orang-orang yang berdiri di belakang ini.."

"Nunik.. Tejo.. Mbah Dewo?!?"

* * *

Galuh dan Alan terbaring tak sadarkan diri. Alan kemudian tersadar. Dia langsung membangunkan Galuh.

"Luh... Galuh.. Bangun Luh..."

"Hmmmm.. Aw...", Galuh membuka mata. Tangan kanannya langsung memegangi kaki kanannya yang terkilir, "Ini kita di mana Lan?!?"

Alan dan Galuh mengamati tempat mereka berada. Seperti sebuah ruangan. Ruangan remang yang hanya diterangi oleh lima buah obor menyala. Ada meja batu dihadapan mereka. Di atasnya terdapat dua buah wadah seperti batok kelapa berwarna coklat gelap. Ada lilin pada kedua sisinya. Sementara di tengahnya ada benda seperti boneka dari daun kelapa yang terikat.

"Ini tempat pemujaankah?!?", Gumam Alan.

–==0oOo0==–

bersambung...

[1] Rencana Liburan [2] Keberangkatan ke Yogyakarta [3] Malam Pertama [4] Kotak Cincin [5] Hari Pertama [6] Tersasar di Hutan [7] Kilatan Kejadian [8] Ternyata Nunik?

_______________________________

KOLAMI

_______________________________

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun